Oleh: Ummu Ayla
(Pemerhati Keluarga dan Generasi)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Jumat (5/5) mengatakan bahwa COVID-19 tidak lagi memenuhi syarat untuk dianggap sebagai darurat global. Ini menandai akhir simbolis pandemi virus corona yang menghancurkan, yang pernah memicu lockdown yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, menjungkirbalikkan ekonomi global dan menewaskan sedikitnya tujuh juta orang di seluruh dunia(
VOA,5/5/2023).
Meski WHO mengakhiri status darurat Covid-19, namun tidak berarti pandemi sudah berakhir. Virus masih tetap ada.Virus ini masih beredar dan mematikan sehingga upaya pencegahan harus tetap dijalankan. Namun masing-masing negara diberi kebebasan dalam menanggulanginya sendiri. Bagi masyarakat, berarti pembiayaan jika terinfeksi Covid, tidak lagi ditanggung pemerintah.Tanpa ada edukasi akan kondisi ini, dapat terjadi mispersepsi atas penyakit ini di tengah masyarakat.
Meski Organisasi Kesehatan Dunia secara resmi mengumumkan, penyakit ini tetap ada dan menjadi ancaman serius. Dengan kondisi saat ini, rata-rata satu orang meninggal tiap 3 menit.
Pengumuman ini mengakhiri deklarasi darurat yang pertama kali dibuat pada 30 Januari 2020 ketika penyakit tersebut bahkan belum diberi nama Covid-19. Sejak dinyatakan menjadi darurat kesehatan itu, menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setidaknya 765.222.932 orang telah tertular SARS-CoV-2 dan 6.921.614 orang meninggal dunia. Jumlah korban jiwa yang sesungguhnya (excess death) bisa jauh lebih tinggi mengingat tidak semua korban terdata(kompas.id,6/5/2023).
Bahkan seperti telah diketahui, pada pertengahan Januari 2022 kasus Covid-19 mengalami tren kenaikan. Ada ribuan kasus perhari termasuk kasus varian Omicron. Diperkirakan lonjakan kasus akan terjadi pada pertengahan Februari dan awal Maret 2022. Untuk menghadapi lonjakan tersebut, pemerintah hanya mengandalkan obat-obatan termasuk vaksinasi(tinta siyasi,12/2/22).
Sementara mitigasi dari sektor lain seperti pariwisata dan ekonomi tidak dilakukan secara terintegrasi. Pemerintah tidak menutup celah masuknya sebaran virus dari luar negeri. Perjalanan manusia dari dan ke luar negeri tetap dilakukan. Lagi-lagi alasan yang dikemukakan adalah demi penyelamatan ekonomi negara.
Inilah penanganan pandemi dalam sistem kapitalisme. Negara tidak lagi berfungsi sebagai pengurus rakyat yang akan melindungi kesehatan masyarakat dan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat selama pandemi. Negara hanya berfungsi sebagai fasilitator yang kebijakannya sarat dengan kepentingan kapitalis.
Seperti firman Allah dalam QS Al-Maidah ayat 45:
وَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
Artinya: "Barangsiapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang zalim."
Oleh karena itu yang dibutuhkan saat ini adalah peran negara dalam penanganan pandemi yang dapat memutus rantai penularan. Hal ini hanya bisa diwujudkan dalam sistem Islam.
Islam memandang kesehatan adalah tanggung jawab negara atas rakyat yang harus dipenuhi setiap saat., dalam berbagai bentuk layanan kesehatan termasuk promotif dan preventif
Negara tetap harus memberikan edukasi, karena Masyarakat masih harus peduli terhadap upaya pencegahannya dan menyadari adanya ancaman infeksi.
Langkah yang dilakukan adalah:
Pertama, sejak awal pemimpin dalam sistem Islam akan menerapkan 3T (Test, Trace dan Treatment), memisahkan antara orang sehat dan orang sakit. Kemudian melakukan tes massal secara gratis kepada warganya. Bagi yang sakit maka akan diberikan pengobatan sampai sembuh.
Kedua, sistem Islam akan menutup secara maksimal semua wilayah yang menjadi sumber penyakit sehingga penyakit tidak akan menular, dan di wilayah yang tidak terinfeksi dapat menjalankan aktivitas perekonomian secara normal. Selain itu upaya ini akan membuat penguasa fokus menyelesaikan kasus terdampak wabah.
Ketiga, bagi warga yang berada di daerah wabah yang tidak terinfeksi penyakit, aturan Islam akan menjamin seluruh kebutuhan pokok mereka. Protokol kesehatan juga akan dijamin bagi semua rakyat.
Keempat, sistem Islam menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan yang cukup dan memadai bagi masyarakat tanpa menzalimi tenaga medis atau instansi kesehatan.
Kelima, sistem Islam juga mendukung penuh dengan menyediakan dana yang cukup untuk melakukan riset dan produksi obat dan vaksin yang sesuai dengan wabah yang ada. Bila membutuhkan kerjasama dengan negara lain maka akan memobilisasi negara-negara lain mengatasi wabah.
Demikian lah upaya serius dalam sistem aturan Islam dalam memutus rantai sebaran virus. Sehingga warga masyarakat akan terbebas dari wabah yang sudah banyak menelan korban jiwa. Ekonomi akan tetap berjalan, masyarakat hidup dalam kebahagiaan menjalankan perintah Allah SWT. Insyaallah akan segera terwujud atas izin Allah.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Tags
Opini