Oleh: Endang Setyowati
Bak gunung es, kemungkinan yang tidak nampak akan lebih banyak lagi, begitulah kondisi jalan yang ada di dalam negeri ini. Seperti kondisi di Lampung, setelah "viral" rusaknya jalan, bapak presiden langsung turun ke Lampung kemudian Lampung mendapatkan kucuran dana dari pusat. Dan akhirnya "viral" nya jalan rusak diikuti oleh para nitizen yang mengabarkan kondisi jalan di wilayahnya.
Seperti yang dilansir dari detikJatim,(05/03/2023), Warga Kabupaten Blitar harus ekstra sabar menunggu janji bupati yang memprioritaskan pembangunan jalan rusak saat kampanye pilkada. Mereka tak mati gaya menyampaikan keluhannya dengan beragam cara. Sebelumnya warga Dusun Blumbang, Ngembul Kecamatan Binangun menebar 30 kg lele hidup di lubang jalanan yang rusak.
Berbeda gaya lagi yang dilakukan Warga Desa Wonodadi Kecamatan Wonodadi ini. Mereka yang menamakan Kelompok Sadar Healing (Pokdarling) justru menjadikan jalanan yang rusak sebagai lokasi wisata. Jalanan yang mengalami kerusakan parah terutama jalur ke arah Desa Rejosari.
Sebuah banner berukuran 1x1 meter dipasang di pinggir jalanan yang rusak dengan tulisan "Telah dibuka wisata waterpark Wonodadi. Fasilitas : mandi lumpur, jeglongan kejut, kolam renang, mancing ikan 24 jam, outbond jungkir balik, free Betadine.
Fasilitas yang "nyleneh ini menarik perhatian para pengendara untuk lebih seksama membacanya. Apalagi ada tambahan kalimat "dalam rangka meningkatkan ekonomi masyarakat dan mengurangi beban APBD Kabupaten Blitar". Di bagian bawah banner itu, tertanda-tangan Pokdarling (kelompok sadar healing).
Pantauan detikJatim, kondisi kerusakan jalan memang parah. Jarak antara lubang satu dengan lubang berikutnya sangat pendek. Ukuran kedalaman lubang bervariasi, namun cukup membahayakan pengendara terutama roda dua jika kondisi hujan. Karena jalanan yang berlubang akan tertutup air hujan, sehingga berpotensi membuat roda terjerembab cukup dalam.
Persoalan jalan rusak, sejatinya adalah tugas negara untuk memperbaikinya, sudah menjadi tanggungjawabnya negara agar peduli terhadap permasalahan transportasi yang menjadi tulang punggung kegiatan dan aktivitas masyarakat baik ekonomi maupun sosial
sangat kontras dengan pembagunan infrastruktur sebagai megaproyek yang luar biasa, ternyata kondisi infrastuktur di tingkat kabupaten ke bawah justru banyak permasalahannya. Nyatanya pembangunan yang di gadang-gadang sebagai mahakarya rezim saat ini tidak menyentuh hingga ke pelosok.
Masih saja yang diutamakan adalah yang bersentuhan langsung dengan kehidupan mereka, ketika jauh dari pandangan penguasa maka mereka akan abai. Infrastruktur kapitalisme merupakan ladang komersial sehingga keberadaannya bisa diperjualbelikan kepada swasta. Rakyat tidak dapat menikmati layanan infrastruktur tersebut secara murah, mudah, bahkan nyaman. Andaikan pun rakyat mau menikmatinya maka mereka harus membayar.
Sangat berbeda cara pandang infrastruktur transportasi dalam Islam yaitu untuk pelayanan publik, sedangkan dalam sistem kapitalisme infrastruktur transportasi lebih berorientasi bisnis dan hanya mencari keuntungan.
Maka selama sistem kapitalisme masih menjadi nafas penguasa dalam penyelenggaraan negara, carut marut pembangunan infrastruktur akan terus terjadi. Pembangunan yang tanpa perhitungan dan perencanaan yang cermat, ibarat bunuh diri ekonomi, bahkan menuju bunuh diri politik.
Persoalan yang menunjukkan banyak hal, mulai dari abainya pemerintah daerah, lemahnya pengawasan pusat, hingga "viral" menjadi metode untuk mendapatkan solusi saat ini. Dimana semua itu menggambarkan betapa lemahnya sistem pengurusan terhadap umat ketika memakai sistem yang bukan berasal dari sang pencipta.
Berbeda tatkala standart Islam yang dipakai dalam mengurusi infrastruktur di tengah masyarakat, maka penguasa benar-benar akan mengutamakan kenyamanan serta kelancaran agar transportasi bisa berjalan dengan baik.
Sebagai contoh, tatkala Khalifah Umar bin Khattab membangun infrastruktur, maka bisa menjadi panutan bagi para pemimpin masa kini. Beliau mengupayakan infrastruktur yang berkualitas dan merata di seluruh wilayah. Yang bertujuan hanya untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyatnya, tanpa mengambil keuntungan pribadi.
Umar bin Khattab suatu kali pernah bertutur, "Seandainya seekor keledai terperosok ke sungai di kota Baghdad, nicaya Umar akan dimintai pertanggungjawabannya dan ditanya, ‘Mengapa engkau tidak meratakan jalan untuknya?’."
Begitulah dalam sistem Islam pemimpin (khalifah) meriayah rakyat dengan sepenuh hati, karena kekuasaan merupakan amanah dari Allah SWT, yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban.
Karena penguasa diibaratkan sebagai penggembala dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya. Maka kewajiban pemimpin untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, termasuk membangun fasilitas jalan dan infrastuktur lainnya untuk memudahkan kehidupan agar rakyat bisa hidup dengan lebih baik.
Maka itu, negeri ini sangat membutuhkan diterapkannya hukum Islam dalam pengaturan infrastruktur khususnya, Sistem Islam mampu dengan baik mengatur berbagai aktivitas seluruh manusia dalam ranah kesehatan, pendidikan, ekonomi maupun peradilan.
Maka dari itu sudah sepatutnya kita sebagai hamba Allah memakai peraturan yang telah di tetapkan kepada kita, dan tidak mengambil peraturan tersebut layaknya prasmanan. Kita ambil tatkala kita mau, dan kita tinggalkan tatkala kita tidak mau menerapkannya.
Maka tidak akan terjadi perbaikan jalan menunggu "viral" terlebih dahulu.
Wallahu a'lam bi shawab