Oleh: Arum Dusafitri
(Aktivis Muslimah)
Fenomena masih banyaknya anak anak dibawah umur yang bekerja menjadi pengamen bahkan meminta minta dipersimpangan jalan membuat miris hati siapapun yang melihatnya. Diusia mereka yang seharusnya menikmati bangku sekolah tidak dapat mereka rasakan. Selain keselamatan anak anak dijalanan yang membahayakan kondisi tersebut memberikan dampak yang besar bagi kualitas sumber daya manusia dikemudian hari. Bagaimana tidak, berdasarkan data Kemdikbudristek pada tahun 2020/2021 terdapat 83.700 anak putus sekolah. Jumlah tersebut meliputi anak putus sekolah di tingkatan SD, SMP, SMA, dan SMK baik negeri maupun swasta.
Banyaknya anak putus sekolah dikarenakan beberapa faktor. Ada anak putus sekolah karena faktor ekonomi, ada juga yang senang bermain hingga tidak mau sekolah, atau memilih bekerja dan menikah dini. Permasalahan ini bukanlah permasalahan dari faktor individu saja lebih luas lagi permasalahan ini merupakan cabang permasalahan yang akarnya merupakan ketidakseriusan dalam pengaturan sistem pendidikan. Sistem pendidikan sekuler dipilih sebagai sistem pendidikan yang diterapkan. Program pemerintah wajib belajar 12 tahun tidak dibarengi dengan kemudahan anak anak dalam mendapatkan bangku pendidikan. Dari mulai biaya pendidikan yang mahal, akses pendidikan yang sulit dan fasilitas pendidikan yang kurang memadai menjadikan banyak masyarakat memilih untuk tidak melanjutkan jenjang pendidikan.
Adanya kelemahan fungsional pada 3 unsur pelaksana pendidikan, yaitu lembaga pendidikan yang kacau, keluarga yang tidak mendukung dan juga masyarakat yang tidak kondusif.
Lembaga pendidikan sebagai wadah anak anak dalam mendapatkan pendidikan didalamnya terdapat disfungsi guru dan juga kurikulum pendidikan yang sering berubah-ubah. Hal tersebut menjadikan aktifitas belajar mengajar tidak maksimal. Keluarga yang tidak kondusif seringkali menjadikan anak anak tidak terurus, faktor ekonomi keluarga seolah olah memaksa anak anak untuk menjadi pencari nafkah, ditambah tidak adanya perhatian dari orang tua menjadikan anak anak bebas melakukan apapun yang diinginkan.
Masyarakatpun ikut andil dalam meningkatnya angka anak anak putus sekolah. Masyarakat sekuler lebih mengedepankan individualitas, hal tersebut manjadikan kondisi anak anak putus sekolah diabaikan.
Sistem pendidikan yang dibangun berdasarkan asas sekulerpun gagal membentuk manusia berkarakter baik. Fakta kerusakan generasi akibat sekularisasi pendidikan berakibat fatal. Anak SD memerkosa anak SD akibat tontonan porno adalah contoh nyata kegagalan sistem pendidikan sekuler. Maraknya perundungan dilingkup sekolah hingga berujung kematian, dan hilangnya adab serta moral generasi, adalah indikasi kuat paradigma pendidikan berbasis sekuler telah mengikis visi misi pendidikan sebagai pencetak generasi unggul dan beradab. Lalu apakah visi dan misi pendidikan itu? Visi misi dalam pendidikan adalah membentuk manusia sesuai visi misi penciptaannya yaitu sebagai hamba Allah yang taat. Dalam perwujudan visi misi tersebut perlu solusi yang hakiki agar tercipta keharmonisan dalam segala lini.
Islam merupakan agama yang tidak hanya mengatur masalah ibadah namun juga mengatur masalah bernegara. Negara (Khilafah) wajib menyelenggarakan pendidikan untuk seluruh rakyat. Tujuan dalam pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian Islam, menguasai tsaqafah Islam, dan ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keterampilan). Didalamnya terdapat kurikulum pendidikan berbasis islam. Kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan yang berisi perangkat pembelajaran secara menyeluruh. Kurikulum disusun harus berbasis akidah Islam, tidak ada pemisahan antara agama dan ilmu kehidupan. Dengan paradigma ini, pendidikan berjalan secara berkesinambungan pada seluruh jenjang pendidikan, baik dari perangkat materi pelajaran, metode pembelajaran, strategi belajar, dan evaluasi belajar. Negara wajib menyediakan infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, teknologi yang mendukung KBM, dan lain sebagainya.
Pembiayaan pendidikan menjadi tanggung jawab negara. Seluruh pembiayaan pendidikan dalam Khilafah diambil dari baitulmal, yakni dari pos fai dan kharaj, serta pos kepemilikan umum. Hal tersebut menjadikan masyarakat mudah dalam mengakses pendidikan, faktor ekonomi tidak bisa dijadikan alasan anak anak putus sekolah.
Demikianlah konsep pelaksanaan sistem pendidikan Islam. Dengan penerapan sistem pendidikan berbasis Islam dan ditunjang politik ekonomi Islam yang kafah, hak mendapat pendidikan anak anak dapat tuntas hingga jenjang pendidikan tinggi.