Oleh Alesha Maryam
Pekerjaan adalah salah satu jalan untuk mendapatkan rezeki. Masyarakat juga akan mencari kerja agar dapat bertahan hidup. Namun, saat ini mencari kerja di negeri sendiri rasanya tidak semudah membalik telapak tangan. Kalaupun ada, gajinya tidak seberapa. Berbeda dengan gaji di luar negeri, iming-iming upah besar selalu menggiurkan. Akan tetapi, bagaimana jika itu tipuan semata?
Bekerja di luar negeri bukanlah hal gampang. Saat ini banyak sekali iklan daring yang menawarkan gaji menggiurkan jika kerja di negeri orang. Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam jumpa pers (Jum’at, 5 Mei 2023) mengungkapkan setidaknya sudah ada 1.138 WNI yang berhasil diselamatkan dari kasus perdagangan orang melalui perusahaan palsu lewat internet. (online scam).
Contohnya, kasus perdagangan orang yang terjadi di Myawaddy, Myanmar, wilayah perbatasan Myanmar dan Thailand. Sayangnya, usaha penyelamatan ini cukup sulit karena ternyata Pemerintah Myanmar sendiri tidak memiliki kontrol atas daerah tersebut. Tidak hanya Myanmar. Pihak Filipina menggerebek kompleks bangunan di Kota Mabalacat, Pampanga, Filipina. Sebanyak 1.000 pekerja melakukan aktivitas penipu daring yang diduga sebagai korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO), 154 di antaranya adalah WNI.
Menteri Retno juga menyampaikan bawa korban TPPO tidak hanya dialami WNI, melainkan juga negara-negara kawasan ASEAN. Saat ini, ada sekitar 1.048 korban online scam dari 10 negara, 143-nya asal Indonesia. Oleh karena itu, rencananya masalah ini akan dibawa ke Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-42 yang akan berlangsung di Labuan Bajo pada 10-11 Mei 2023 ini.
Para pekerja yang menjadi korban TPPO itu mayoritas tergiur iming-iming gaji besar. Mereka dijanjikan akan mendapat upah $1.000—$1.200 atau sekitar Rp. 14,7 juta-Rp. 17,6 juta. Tentu hal ini mudah menggaet para pekerja hingga rela melakukan apa saja demi pundi-pundi yang dijanjikan. Padahal dari prosesnya saja sudah terlihat bermasalah. Misalnya, mereka masuk ke Thailand bukan dengan visa kerja, tetapi visa wisata. Saat mengurus visa ini seharusnya mereka sudah curiga. Mirisnya, minimnya pengetahuan membuat banyak orang tertipu.
Namun, andai mereka dapat pekerjaan dan gaji yang layak di dalam negeri, mungkin mereka memilih untuk tidak berangkat. Mereka dapat hidup layak dan bahagia berkumpul dengan keluarga. Sayangnya kondisi ekonomi yang makin sempit, susahnya mencari lapangan kerja, kecilnya pendapatan, minimnya pendidikan, ataupun utang yang berlipat-lipat, membuat mereka terpaksa merantau ke negeri orang.
Korban yang terjerat bukan hanya dari Indonesia, tetapi hampir meliputi seluruh wilayah ASEAN. Ini menandakan bawa masalah kemiskinan, sulit mencari kerja, dan sempitnya ekonomi juga dialami di negara lainnya. Bahkan, bisa jadi terjadi di seluruh dunia. Oleh karenanya, dengan maraknya kasus ini, Indonesia dan seluruh negara yang warganya menjadi korban perlu melakukan evaluasi. Negara yang seharusnya mengurusi rakyat tidak menjalankan tugas sebagaimana mestinya. Mereka gagal menjamin kesejahteraan rakyat. Buktinya, rakyat sampai harus merantau sendiri ke negeri orang.
Negara juga terbukti tidak mampu membuka lapangan kerja yang cukup. Ini tampak dari tingginya angka pengangguran. Negara sekadar mementingkan investasi yang katanya dapat membuka lapangan kerja, tetapi pada faktanya banyak industri tidak bisa menyelesaikan masalah pekerjaan. Negara juga tidak bisa menjamin kesejahteraan seluruh warga secara merata, meski berbagai bantuan digelontorkan. Ini karena bantuan itu ditujukan hanya untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi, bukan untuk memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat. Ini berarti negara tidak memahami kewajiban utamanya dan sekadar berperan sebagai regulator. Kasus ini pun membuktikan bawa negara tidak mampu menjaga keamanan warga negaranya di negeri orang.
Banyaknya pihak yang melakukan TPPO adalah karena dorongan materi dan ingin mendapatkan keuntungan dengan cara apa pun meskipun merugikan orang lain. Inilah konsep pemikiran ala kapitalisme, membuat orang mementingkan materi walau mereka harus melakukan kejahatan. Selain itu, kapitalisme tidak hanya melahirkan orang-orang jahat, melainkan juga menciptakan negara yang kurang memperhatikan rakyat. Kapitalisme membuat negara tidak menjalankan kewajibannya atas rakyat, tetapi membuat kebijakan sesuai pertimbangan ekonomi. Bahkan, pemegang kebijakan dibiarkan dikuasai oleh para kapitalis yang memiliki kepentingan.
Sistem perekonomian yang berbasis riba juga membuat negara melegalkan riba. Padahal riba itu merugikan dan bertentangan dengan Islam. Hingga membuat masyarakat terjerat riba dan menjadi penyulut munculnya lintah darat dan penipu online. Jika masyarakat sudah terjerat riba berkali-kali lipat, kemana lagi arus mencari uang banyak kalau tidak ke negeri orang? Selama kapitalisme masih ada, meskipun negara-negara saling berkumpul, berusaha menyelesaikan masalah ini, baik di tingkat ASEAN atau Internasional, tidak ada jaminan TPPO sirna karena unsur pemicunya tetap ada.
Islam adalah ideologi yang memiliki konsep lengkap. Jika diterapkan dalam kancah negara, sistem Islam dapat membuat negara menjalankan tugasnya karena Islam memerintahkan bahwa tugas pemimpin adalah melayani urusan rakyat. Mereka juga akan diminta pertanggung jawaban atas apa yang dipimpinnya. Konsep Islam dalam mengurusi rakyat adalah menjamin kebutuhan dasar seluruh masyarakat terpenuhi, yakni sandang, pangan, papan, kesehatan, dan keamanan. Pemimpin yang menerapkan Islam akan mencari siapa pun yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, misalnya yang terkategori fakir, miskin, punya utang, dsb.
Negara juga akan memberikan bantuan berupa zakat jika mereka termasuk delapan orang yang berhak menerima zakat. Negara akan memberi bantuan modal tanpa riba, membuka lapangan kerja dengan mendirikan industri padat karya bagi rakyat yang belum punya pekerjaan, ataupun memberikan tanah bagi siapa pun yang dapat menghidupkan tanah mati dengan mengelolanya.
Dari konsep ini, negara mendorong rakyat untuk bekerja, tetapi tetap menjamin kebutuhan sampai mereka dapat menghasilkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Walhasil, rakyat tidak perlu pusing-pusing mencari kerja ke luar negeri hanya untuk mendapatkan uang. Mereka juga tidak akan mudah tertipu karena sudah mendapatkan pendidikan yang layak dari negara.
Beginilah cara Islam melindungi rakyatnya dan ini hanya bisa dilakukan oleh negara yang mengambil Islam sebagai ideologi. Tidak hanya menjamin keamanan masyarakat dalam negerinya, tetapi juga keamanan seluruh dunia. Negara seperti ini sudah pernah ada selama 13 abad lamanya, tercatat dalam tinta emas peradaban.
Wallahu a'lam bishawab