Akibat Kapitalisme Negara Tetap Abai, Terhadap Tuntutan Nasib Buruh di May Day




Oleh : Anis, Pemerhati Sosial, Kab. Bandung.


Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan sebanyak lima puluh ribu massa akan menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional alias May Day pada Senin, 1 Mei 2023. Said menyebut massa bakal menggelar aksi di depan Istana Negara dan Gedung Mahkamah Konstitusi. Tak hanya berpusat di Jakarta, Said mengatakan aksi May Day turut digelar di sejumlah provinsi. Ia mengklaim sebanyak 38 provinsi sudah mengkonfirmasi bakal menggelar aksi May Day serempak. Massa buruh yang hadir pada May Day 2023 ini merupakan gabungan dari sejumlah kelompok buruh di Indonesia,” kata Said dalam keterangannya, Sabtu, 29 April 2023.

Berbagai tuntutan pada May Day tahun ini memang tidak beranjak dari tuntutan-tuntutan sebelumnya. Semuanya berkisar tentang hak pekerja atau buruh untuk mendapat kesempatan hidup yang lebih layak, juga posisi tawar yang adil dalam hubungan kerja yang mereka bangun dengan para pengusaha,setidaknya ada enam tuntutan buruh, yakni cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja, cabut parliamentary threshold 4%, sahkan RUU PPRT, tolak RUU Kesehatan, reforma agraria dan kedaulatan pangan.

Masalahnya, para buruh melihat bahwa Pemerintah tidak berdiri di pihak mereka. Berbagai UU dan kebijakan yang dikeluarkan alih-alih mengakomodasi aspirasi para pekerja, nasib mereka justru dikorbankan demi kepentingan para pengusaha.Terlebih setelah disahkannya UU Cipta Kerja.

Tuntutan buruh dari tahun ke tahun tetap sama saja. Perjuangan mereka selama 137 tahun sepertinya tidak membuahkan hasil signifikan. Beragam aturan lahir memihak para pengusaha, seperti munculnya UU Cipta Kerja, RUU Kesehatan, dan sebagainya. Walhasil, mereka meminta adanya aturan yang dianggap dapat melindungi nasib mereka, seperti RUU PPRT,semua yang mereka perjuangkan sebelum-sebelumnya seakan kandas begitu saja. Makin banyak pasal yang mencederai hak pekerja. Semisal soal pengupahan, peluang masuknya pekerja mancanegara, sistem kerja kontrak yang tidak memberi kepastian kerja, outsourcing yang kriteria pekerjaannya tidak dibatasi dan makin meluas, waktu kerja yang makin eksploitatif karena mengatur lembur yang lebih panjang, berkurangnya hak cuti dan istirahat, posisi buruh yang makin rentan mengalami PHK, dan sebagainya.

Akan tetapi, cita-cita mereka tampaknya tidak kunjung tiba. Terbukti, selebrasi tuntutan tahunan tetap saja menyuarakan isu yang sama, yakni mereka ingin hidup layak dan sejahtera sebagaimana seharusnya.Semua itu membuktikan bahwa kapitalisme, ideologi yang menguasai dunia saat ini, telah gagal untuk menyejahterakan kaum buruh. Kapitalisme berhasil melahirkan para kapitalis yang menginginkan keuntungan besar dengan pengeluaran yang minim. Sedangkan negara, cenderung cuci tangan atas tugas utama menyejahterakan rakyatnya. 

Dalam kasus perburuhan, Islam memberi solusi komprehensif dan mendasar. Untuk urusan yang menyangkut kontrak kerja, semisal upah, beban kerja, hak dan kewajiban pekerja, syariat menempatkannya sebagai urusan murni antara buruh dan majikan atas dasar rida keduanya.

Islam mengatur perburuhan bukan seperti perbudakan. Islam memandang masalah ini dengan akad ijarah (bekerja). Buruh adalah pekerja memiliki kedudukan setara dengan pemberi kerja (majikan). Mereka akan digaji sesuai keahliannya dan sesuai kesepakatan awal. 

Islam  juga menetapkan negara bertanggung jawab penuh mengurus dan menyejahterakan rakyatnya,seperti soal menciptakan peluang kerja, membangun iklim kondusif untuk berusaha, menyediakan layanan publik yang berkualitas dan murah, termasuk memastikan tidak ada kezaliman  terhadap buruh oleh pemberi pekerja(majikan) dan sejenisnya.

Walhasil, sistem Islam inilah jawaban jitu bagi seluruh problem perburuhan, bahkan bagi problem umat secara keseluruhan.
Wallahu a'lam bish shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak