Oleh : Rifda (Aktivis Mahasiswa)
Dua bulan menjelang pelaksanaan Piala Dunia U-20, proses pengundian peserta grup akan digelar akhir bulan ini. Kehadiran tim sepak bola Israel mulai menarik perhatian. Sejumlah kalangan secara terang-terangan menyampaikan penolakan kehadiran tim itu. Aksi penolakan kehadiran tim Israel di Piala Dunia U-20 mulai bermunculan. Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI KH. Muhyiddin Junaidi, Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqig, Partai Keadilan Sejahtera PKS hingga ormas yang selama ini mendorong kemerdekaan Palestina telah mendesak pemerintah agar berani mengambil sikap, dengan menolak kehadiran delegasi Israel di Piala Dunia U-20.
Alih-alih penolakan itu, Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) terus melakukan persiapan. Deputi III Kemenpora, Raden Isnanta mengatakan pemerintah Indonesia selaku tuan rumah berkewajiban menyediakan fasilitas sesuai standar organisasi sepak bola dunia FIFA. Hal lain tergantung sepenuhnya pada FIFA sendiri. Sebagai anggota FIFA maka Indonesia tetap harus mematuhi keputusan badan itu. "Indonesia kan anggota FIFA, apapun keputusan FIFA tetap harus dihormati. Kalau menentang keputusan FIFA bisa kena sanksi internasional," tegasnya. (Dikutip dari: www.voaindonesia.com)
Kemudian pada Rabu (29/3/2023) malam WIB. FIFA resmi mencopot status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U20 2023. (Kompas.com)
Dengan dibatalkannya status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 ini banyak mengundang kontra, pasalnya banyak yang menyalahkan "kenapa bawa-bawa agama dan politik dalam olahraga (sepakbola)?". Perlu diketahui bahwa Sepak bola merupakan pusat kerumunan yang mengundang banyak perhatian publik. Dan efektif untuk menyebarkan ide dan membangun opini publik. Sebagaimana yang dilakukan oleh Jerman untuk mengkampanyekan LGBT pada Piala Dunia Qatar. Hal ini tidak menutup kemungkinan akan terjadi di Indonesia dengan kedatangannya timnas Israel.
Israel adalah Negara penjajah yang melakukan penyerangan ke Palestina. Sedangkan Indonesia sendiri sangat mendukung penuh atas kemenangan Palestina. Namun disisi lain sebagaimana yang diketahui sistem yang mengatur kehidupan saat ini adalah sistem yang rusak yaitu sistem kapitalis sekulerisme. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Selain itu sistem ini berlandaskan pada materi semata. Sehingga semua akan tergiur dengan materi dan keuntungan yang banyak.
Potensi ekonomi dari pergelatan Piala Dunia sangat besar, seperti hotel, penonton (wisatawan), dan lain sebagainya. Namun potensi keuntungan ekonomi tersebut tidaklah sebanding dengan kejahatan yang dilakukan saudara Muslim kita di Palestina. Jika masih di terapkan sistem kapitalisme, timnas Israel akan tetap bisa bermain dengan alasan sebagai tuan rumah wajib memfasilitasi pemainnya. Penolakan dan kecaman terhadap Israel tidak akan terasa jika itu dilakukan oleh individu, masyarakat, atau kelompok-kelompok tertentu saja tanpa didukung oleh negara. Kita sebagai umat Islam tentunya sangat membutuhkan pemimpin yang berani dan tegas membela dan menyelamatkan dari kekejaman penjajah.
Satu-satunya yang bisa menjamin negara yang mampu mewujudkan sikap tersebut ialah Daulah Islam. Seperti yang dilakukan Sultan Abdul Hamid II (penguasa khilafah Utsmaniyah) yang menolak mentah-mentah tawaran Teodor Herzl yang merupakan tokoh utama gerakan Zionis Israel. Selain itu Islamlah satu-satunya agama yang mengatur seluruh aspek kehidupan, mulai dari aspek politik, ekonomi, dan sosial. Dengan sistem Islam agama akan berjalan beriringan dengan sistem kehidupan. Sistem Islam akan menjamin masyarakatnya untuk mengembangkan potensinya dan menggapai mimpi dan cita-citanya tanpa adanya penjajahan didalamnya. Solusi menghadapi Israel bukan sekadar mengutuk Israel, atau menolak kedatangan tim sepak bolanya, tetapi seharusnya memerangi siapa pun yang memerangi kaum muslimin. Solusi yang dibutuhkan kaum Muslimin adalah diterapkannya kembali sistem Islam secara menyeluruh (kaffah).