Oleh : Maulli Azzura
Dilansir dari detikfinance.com (07/04/2023) Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mencium kebohongan pemerintah daerah (pemda) dalam menghitung kasus stunting. Oleh karena itu dirinya berharap penanganan stunting di Indonesia tidak hanya bicara soal angka. Berdasarkan datanya, prevalensi stunting di Indonesia pada 2022 masih tinggi yakni mencapai 21,6%. Dibutuhkan penurunan 3,8% per tahun agar sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pada 2024, di mana stunting balita targetnya menjadi 14%.
Stunting menjadi bagian dari persoalan kependudukan yang lebih kompleks, dan merupakan problema aktual yang terus menerus meminta perhatian dan kesungguhan para petinggi dan pemangku kepentingan di negeri ini secara berkesinambungan.
Problem yang terus meningkat di negri ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan politik dalam negri. Ketidakberhasilan negara dalam melaksanakan berbagai program termasuk mengentaskan kemiskinan, adalah bagian dari politik dalam negri yang perlu perhatian khusus. Demokrasi kapitalis telah terbukti college dalam mengatasi berbagai isu. Semua kesalahan penguasa dalam melakukan kebijakannya.
Problem stunting ini butuh kebijakan politik yang kongkrit dan terukur. Kepala daerah harus memiliki parameter, berapa persen bisa menurunkan atau menghapus angka stunting di daerahnya. Dalam konteks Daulah Khilafah kebijakan politik dalam negeri salah satunya mendata per-individu rakyatnya, dengan basis data yang aktual, tentu isu dan problem stunting dapat dicegah. Mulai dari pemberian gizi keluarga, membina kepala rumah tangga dalam memimpin keluarganya agar bertanggung jawab dalam nafkah ( sandang, pangan dan papan )dan lain sebagainya. Disisi lain, kepala keluarga sebagai seorang pemimpin haruslah cukup ilmu agama karena ia seorang pengemban tanggung jawab terbesar di keluarganya. Sehingga pasangannya pun akan faham tata cara merawat dan membesarkan buah hatinya.
Allahu Ta'ala berfirman :
وَٱلْوَٰلِدَٰتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَٰدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَآرَّ وَٰلِدَةٌۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُۥ بِوَلَدِهِۦ ۚ وَعَلَى ٱلْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُوٓا۟ أَوْلَٰدَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّآ ءَاتَيْتُم بِٱلْمَعْرُوفِ ۗ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan".( QS Al Baqarah :233 )
Kebijakan politik dalam negri suatu negara tidak lepas dari pengurusan terhadap kesejahteraan rakyatnya. Sehingga kebutuhan primer dan sekunder-nya akan terpenuhi dengan baik. Karena indikasi gagalnya suatu sistem kenegaraan adalah jika kesejahteraan tak kunjung datang dalam diri rakyatnya. Inilah yang harus diperhatikan, sistem dinegri ini tidak cukup mumpuni untuk dijadikan sandaran bernegara. Sehingga kehancuran bisa dirasakan tak terkecuali kelaparan, kemiskinan dan kesenjangan sosial yang semakin menjadi.
Stunting Bagian Dari Politik Dalam Negri
Oleh : Maulli Azzura
Dilansir dari detikfinance.com (07/04/2023) Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mencium kebohongan pemerintah daerah (pemda) dalam menghitung kasus stunting. Oleh karena itu dirinya berharap penanganan stunting di Indonesia tidak hanya bicara soal angka. Berdasarkan datanya, prevalensi stunting di Indonesia pada 2022 masih tinggi yakni mencapai 21,6%. Dibutuhkan penurunan 3,8% per tahun agar sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pada 2024, di mana stunting balita targetnya menjadi 14%.
Stunting menjadi bagian dari persoalan kependudukan yang lebih kompleks, dan merupakan problema aktual yang terus menerus meminta perhatian dan kesungguhan para petinggi dan pemangku kepentingan di negeri ini secara berkesinambungan.
Problem yang terus meningkat di negri ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan politik dalam negri. Ketidakberhasilan negara dalam melaksanakan berbagai program termasuk mengentaskan kemiskinan, adalah bagian dari politik dalam negri yang perlu perhatian khusus. Demokrasi kapitalis telah terbukti college dalam mengatasi berbagai isu. Semua kesalahan penguasa dalam melakukan kebijakannya.
Problem stunting ini butuh kebijakan politik yang kongkrit dan terukur. Kepala daerah harus memiliki parameter, berapa persen bisa menurunkan atau menghapus angka stunting di daerahnya. Dalam konteks Daulah Khilafah kebijakan politik dalam negeri salah satunya mendata per-individu rakyatnya, dengan basis data yang aktual, tentu isu dan problem stunting dapat dicegah. Mulai dari pemberian gizi keluarga, membina kepala rumah tangga dalam memimpin keluarganya agar bertanggung jawab dalam nafkah ( sandang, pangan dan papan )dan lain sebagainya. Disisi lain, kepala keluarga sebagai seorang pemimpin haruslah cukup ilmu agama karena ia seorang pengemban tanggung jawab terbesar di keluarganya. Sehingga pasangannya pun akan faham tata cara merawat dan membesarkan buah hatinya.
Allahu Ta'ala berfirman :
وَٱلْوَٰلِدَٰتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَٰدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَآرَّ وَٰلِدَةٌۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُۥ بِوَلَدِهِۦ ۚ وَعَلَى ٱلْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُوٓا۟ أَوْلَٰدَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّآ ءَاتَيْتُم بِٱلْمَعْرُوفِ ۗ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan".( QS Al Baqarah :233 )
Kebijakan politik dalam negri suatu negara tidak lepas dari pengurusan terhadap kesejahteraan rakyatnya. Sehingga kebutuhan primer dan sekunder-nya akan terpenuhi dengan baik. Karena indikasi gagalnya suatu sistem kenegaraan adalah jika kesejahteraan tak kunjung datang dalam diri rakyatnya. Inilah yang harus diperhatikan, sistem dinegri ini tidak cukup mumpuni untuk dijadikan sandaran bernegara. Sehingga kehancuran bisa dirasakan tak terkecuali kelaparan, kemiskinan dan kesenjangan sosial yang semakin menjadi.
Oleh : Maulli Azzura
Dilansir dari detikfinance.com (07/04/2023) Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mencium kebohongan pemerintah daerah (pemda) dalam menghitung kasus stunting. Oleh karena itu dirinya berharap penanganan stunting di Indonesia tidak hanya bicara soal angka. Berdasarkan datanya, prevalensi stunting di Indonesia pada 2022 masih tinggi yakni mencapai 21,6%. Dibutuhkan penurunan 3,8% per tahun agar sesuai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) pada 2024, di mana stunting balita targetnya menjadi 14%.
Stunting menjadi bagian dari persoalan kependudukan yang lebih kompleks, dan merupakan problema aktual yang terus menerus meminta perhatian dan kesungguhan para petinggi dan pemangku kepentingan di negeri ini secara berkesinambungan.
Problem yang terus meningkat di negri ini sangat dipengaruhi oleh kebijakan politik dalam negri. Ketidakberhasilan negara dalam melaksanakan berbagai program termasuk mengentaskan kemiskinan, adalah bagian dari politik dalam negri yang perlu perhatian khusus. Demokrasi kapitalis telah terbukti college dalam mengatasi berbagai isu. Semua kesalahan penguasa dalam melakukan kebijakannya.
Problem stunting ini butuh kebijakan politik yang kongkrit dan terukur. Kepala daerah harus memiliki parameter, berapa persen bisa menurunkan atau menghapus angka stunting di daerahnya. Dalam konteks Daulah Khilafah kebijakan politik dalam negeri salah satunya mendata per-individu rakyatnya, dengan basis data yang aktual, tentu isu dan problem stunting dapat dicegah. Mulai dari pemberian gizi keluarga, membina kepala rumah tangga dalam memimpin keluarganya agar bertanggung jawab dalam nafkah ( sandang, pangan dan papan )dan lain sebagainya. Disisi lain, kepala keluarga sebagai seorang pemimpin haruslah cukup ilmu agama karena ia seorang pengemban tanggung jawab terbesar di keluarganya. Sehingga pasangannya pun akan faham tata cara merawat dan membesarkan buah hatinya.
Allahu Ta'ala berfirman :
وَٱلْوَٰلِدَٰتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَٰدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَآرَّ وَٰلِدَةٌۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُۥ بِوَلَدِهِۦ ۚ وَعَلَى ٱلْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُوٓا۟ أَوْلَٰدَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّآ ءَاتَيْتُم بِٱلْمَعْرُوفِ ۗ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan".( QS Al Baqarah :233 )
Kebijakan politik dalam negri suatu negara tidak lepas dari pengurusan terhadap kesejahteraan rakyatnya. Sehingga kebutuhan primer dan sekunder-nya akan terpenuhi dengan baik. Karena indikasi gagalnya suatu sistem kenegaraan adalah jika kesejahteraan tak kunjung datang dalam diri rakyatnya. Inilah yang harus diperhatikan, sistem dinegri ini tidak cukup mumpuni untuk dijadikan sandaran bernegara. Sehingga kehancuran bisa dirasakan tak terkecuali kelaparan, kemiskinan dan kesenjangan sosial yang semakin menjadi.
Maka dari sini perlu kita sadari bahwa kebijakan yang tepat yang akan ada pada jiwa pemimpin yang amanah, dan itu bisa terwujud jika kepemimpinan di dasarkan kepada sistem yang mampu menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah lain. Apalagi selain beralih ke sistem Islam, karena nyata bahwa sistem kapitalis terbukti gagal dalam atasi masalah rakyat.
Wallahu a'lam Bishowab
Wallahu a'lam Bishowab