Oleh : Eti Fairuzita
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melalui Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) memberikan remisi khusus (RK) Idul fitri 1444H. Dari seluruh narapidana yang mendapat remisi, 145.599 orang menerima RK I, yaitu mereka harus menjalani sisa pidana setelah menerima pengurangan masa pidana. Sedangkan 661 orang mendapatkan RK II, artinya langsung bebas.
Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Rika Aprianti mengatakan pemberian RK ini merefleksikan Idulfitri sebagai kemenangan dari perjuangan melawan hawa nafsu. Ini berlaku bagi narapidana yang serius dan ingin bertobat (Tirto, 22-04-23).
Pemberian RK Idul Fitri ini juga berpotensi menghemat biaya anggaran makan narapidana hingga Rp 72.810.405.000," kata Koordinator Humas dan Protokol Ditjen PAS Rika Aprianti dalam keterangan tertulis, Minggu (23/4/2023).
Kabar remisi ini tentu sangat menggembirakan bagi narapidana itu sendiri dan keluarga mereka. Apalagi untuk yang langsung bebas, mereka akan bersukacita menyambut udara bebas. Hanya saja perlu dipastikan, apakah dengan keluarnya narapidana ini tidak menambah aksi kejahatan di lapangan? Kalau mereka yang keluar itu sudah bertobat, tentu masyarakat sangat bersyukur. Namun, jika belum, dapat dipastikan masyarakat akan resah. Apalagi di momen hari raya seperti ini yang disinyalir kejahatan justru makin tinggi.
Himpitan ekonomi yang berat seperti sekarang pastinya membuat masyarakat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mereka susah mencari kerja, apalagi bagi orang yang bergelar mantan narapidana, sangat sedikit perusahaan atau kantor yang mau mempekerjakan mereka. Dapat dikatakan mereka akan mendapat ujian berat dalam mencari penghidupan yang layak. Jika tidak kuat iman, jalan pintas bisa saja mereka pilih agar cepat mendapatkan uang.
Kalau ketakutan itu benar terjadi, walhasil masyarakat pun justru akan merasa terancam. Setiap saat mereka akan dibayangi tindak kejahatan, pencurian, perampokan, hingga pembunuhan. Hal ini tentu sangat tidak diharapkan.
Banyaknya kejahatan yang terjadi belakangan ini karena adanya mantan narapidana yang kembali berbuat kejahatan membuktikan bahwa hukum saat ini tidak berefek jera. Hukuman diberikan hanya sebagai formalitas, sedangkan saat mendapatkan pembinaan, ada yang bertobat dan ada juga yang tidak.
Ini karena hukuman saat ini ada yang bisa dibeli atau kurangnya dan tidak tegasnya pembinaan. Kalaupun sudah tegas dan berat, lingkungan kapitalisme membuat orang baik bisa menjadi jahat dan orang yang insaf dapat mengulangi kesalahan. Bisa dibayangkan, sulitnya mencari penghidupan, sulit mendapatkan pekerjaan, prinsip materialisme yang mengutamakan materi, prinsip menghalalkan segala cara, hingga sekularisme yang berhasil mencetak manusia rakus demi materi. Terlebih, dengan anggapan bahwa pemberian remisi ini bisa menghemat anggaran, tentu menjadi bukti jika negara yang menerapkan sistem kapitalis sangat abai terhadap kehidupan rakyatnya.
Jadi, selama kapitalisme masih ada, kejahatan tidak akan pernah sirna. Para narapidana tetap akan mendapat kesulitan dalam hidupnya dan membuka kesempatan mereka melakukan tindakan yang sama.
Islam merupakan agama yang sempurna. Tidak hanya ibadah mahdhah, Islam juga memiliki sistem sanksi yang dapat memberikan efek jera bagi narapidana. Sanksi dalam Islam jika diterapkan akan berfungsi sebagai jawabir dan zawajir. Jawabir artinya bahwa hukum Islam jika diterapkan sekaligus akan menjadi penebus bagi dosa-dosanya jika ia bertobat. Sedangkan zawajir maknanya bahwa hukum Islam akan menjadi perisai, yaitu mencegah orang lain bertindak kejahatan yang sama.
Pendekatan hukum Islam untuk membuat masyarakat bertobat adalah dengan menanamkan keimanan kepada Allah semata. Negara akan memberikan pembinaan agar para narapidana melakukan tobat nasuha. Sistem pidana Islam pun bersifat tegas. Sesuai dengan nas syarak atau hasil ijtihad para qadi. Sehingga tidak bisa dibeli dengan uang.
Sistem sanksi Islam tidak bisa berdiri sendiri. Keberadaannya perlu didukung dengan aturan lainnya. Seperti sistem ekonomi Islam, sistem pendidikan Islam, sistem kesehatan, sistem sosial, dst. Penerapan sistem ekonomi Islam akan membuat negara menjamin kebutuhan pokok rakyatnya. Misalnya, pengelolaan APBN yang sesuai dalam Islam akan membuat negara memiliki kas yang banyak, baik dari pemasukan pos jizyah, fai, kharaj, ganimah, hingga pengelolaan SDA. Harta itu akan digunakan negara untuk memakmurkan rakyat.
Ada pos khusus seperti zakat, pos ini akan langsung didistribusikan ke orang yang membutuhkan. Sehingga, tidak ada yang merasa kekurangan. Dengan kondisi ini, kejahatan atas nama desakan ekonomi akan tertepis. Jadi tidak ada rakyat yang akan melakukan kejahatan atas nama himpitan kehidupan.
Negara juga akan membuka lapangan pekerjaan, baik memberikan modal atau pinjaman tanpa bunga kepada siapa pun yang membutuhkan. Tak peduli akan mantan narapidana atau bukan, sehingga mereka dapat hidup dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan.
Sistem sosial juga akan menjaga pergaulan lawan jenis. Mereka tidak akan berinteraksi melewati batas yang ditentukan syarak. Dengan begitu pergaulan mereka akan tetap terjaga. Sehingga, kesempatan melakukan tindakan kejahatan akan dapat diminimalisir bahkan ditiadakan.
Indahnya penerapan hukum Islam di atas hanya akan terwujud dalam dukungan sistem pemerintahan yang sama, yaitu sistem pemerintahan Islam, Khilafah. Khilafah akan menjalankan tugasnya sesuai dengan tuntunan syarak atas dasar Al-Qur’an dan hadis. Jadi, dengan sistem Islam yang sempurna akan membuat narapidana tobat nasuha dan masyarakat pun merasa tenang dalam hidupnya.
Wallahu alam bish-sawab
Tags
Opini