Oleh : Mawaddah_Sopie
Jagat media sosial heboh lantaran ada pelajar Indonesia yang sekolah di Australia, Bima Yudho Saputro yang menceritakan tentang pengalaman pribadinya. Konon kata Bima, videonya viral di media sosial. Lantaran mengkritik kampung halamannya Lampung yang kondisi jalannya rusak dimana-mana.
Dalam pernyataannya, Bima mengakui bahwa buntut dari adanya kritikan tersebut, sampai dihubungi polisi. Serta dimintai keterangan tentang status dan aktivitasnya berada di luar negeri. Begitupun Keluarganya turut serta diperiksa polisi, bahkan dipanggil oleh Bupati Lampung Timur Dawam Rahardjo. Dan kesimpulan dari pemanggilan itu adalah agar Bima bungkam atas kondisi yang terjadi di kota tercintanya.
(Republik.co.id.12/4/2023).
Usut punya usut, ternyata yang melaporkan kasus Bima adalah seorang advokat bernama Ghinda Ansori Wayka.
Namun demikian, adanya kasus ini mendapatkan perhatian dan pembelaan dari anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) 1 Lampung Taufik Basari. Beliau meminta agar polisi tidak memproses laporan terkait video viral tiktoker Awbimax atau Bima Yudho Saputro yang mengkritik pemerintah Lampung. Taufik mengaku sudah menghimbau polda Lampung agar laporan tersebut diabaikan.
Adanya kritik yang berujung ancaman sebagai bukti bahwa betapa tidak bijaknya kondisi pola fikir manusia saat ini. Inilah wajah sistem kapitalisme Sekuler. Segala sesuatu diukur dari untung rugi. Sehingga penguasanyapun begitu perhitungan terhadap rakyatnya. Penyediaan jalan yang harusnya jadi tugas negara. Namun pada faktanya projeknya jadi ajang permainan para kapitalis. Alhasil kondisi Jalan pun mudah rusak.
Kebebasan berekspresi dan mengemukakan pendapat yang mereka gaungkan. Sebagai ciri khas dalam sistem demokrasi ternyata hanya bualan semata. Faktanya orang yang mengkritik selalu diusik. Terancam UU ITE. Bahkan ada yang betul - betul masuk bui.
Sungguh miris bukan. Sangat jauh dari apa yang Rasulullah SAW contohkan. Penulis pernah mendengar satu kisah. Saat menjelang wafatnya. Rasulullah SAW berkumpul dengan para sahabat. Dan mengumumkan seandainya diantara sahabat ada yang punya unek - unek terhadap Rasulullah SAW, silahkan disampaikan di dunia. Biar itu semua tidak menjadi beban dikemudian hari di akhirat. Dan Rasulullah SAW pun siap untuk mendapatkan hukuman atas konsekuensi terhadap kesalahannya tersebut. Sahabat pun hening. Namun ada salah satu sahabat yang mengungkapkan isi hatinya yang pernah tidak diperlakukan adil. Seketika itu Rasulullah SAW menerima kritikan tersebut. Namun pada saat Rasulullah SAW akan dihukum tentang kesalahannya tersebut. Sahabat yang lain langsung memeluk tubuh Rasulullah SAW. Disitulah terjadi peristiwa haru biru. Mereka pun berpelukan. Termasuk salah seorang sahabat yang merasa tidak diperlakukan adil. MashaAlloh.
Kritik memang hal yang sulit untuk dihadapi oleh setiap orang. terutama jika kritik terdengar tidak bijaksana. Namun cukuplah Nabi Muhammad SAW menjadi suri teladan kaum muslimin dalam kemampuannya untuk menghadapi kritik dengan rendah hati. Hal ini pada akhirnya memberikan hasil yang positif.
Dilansir dari artikel About Islam. Terdapat kisah,suatu hari seorang rabi Yahudi, Zaid ibn Sun’ah datang menuntut pembayaran utang dari Nabi Muhammad SAW. Ia dengan kasar menarik jubah Rasulullah dari bahunya dan berkata kasar.
“Kamu, putra Abdul-Muthalib, membuang-buang waktu,” ujar Zaid saat itu.
Umar Bin Khattab, melihat kejadian ini marah. Beliau kemudian berkata "tidak seharusnya Zaid berkata seperti itu.
“Wahai musuh Allah SWT, apakah kamu berbicara dengan Rasulullah dan berperilaku seperti itu padanya? Jika bukan karena takut kehilangan surga, aku akan memenggalmu dengan pedangku!” kata Umar Bin Khattab.
Akan tetapi, Nabi Muhammad SAW mengatakan Al-Khattab tidak perlu demikian. Ia tersenyum dan mengatakan Zaid berhak atas perlakuan yang lebih baik, bahkan seharusnya menasihati dirinya untuk segera melunasi pinjaman, termasuk membayar dalam jumlah lebih sebagai bentuk kompensasi atas sikap mengancam sahabatnya.
Dalam kondisi demikian, Nabi Muhammad Saw tidak menunjukkan sikap defensif. Bahkan, ia tidak akan pernah marah demi dirinya sendiri, melainkan hanya akan menjadi marah demi Allah SWT jika salah satu batasan telah dilanggar. (Republik.co.id.13/10/2020).
Dalam kacamata Islam itu sendiri mengkritik penguasa adalah sesuatu hal yang diperbolehkan. Yang mencakup kritik mengenai kebijakan Dan peraturan yang menyalahi aturan syariat Islam. Bukan mengkritik mengenai sisi personal, bentuk fisik. Jadi boleh mengkritik yang sesuai dengan aturan syariat Islam.
Bahkan menurut Imam Ghazali. Tradisi ulama atau intelektual terdahulu adalah mengoreksi, menasihati penguasa yang berkaitan dengan hukum dan kebijakan yang tidak sesuai dengan aturan Alloh SWT.
Adapun kritik atau muhasabah terhadap penguasa itu, bisa datang dari dalam maupun luar penguasa. Dari luar bisa dilakukan oleh rakyat melalui majelis ummat. Sementara dari dalam dilakukan oleh Mahkamah mandzalim yang merupakan bagian dari sistem pemerintahan Islam itu sendiri. Mahkamah mandzalim ini jugalah yang mengkritisi Khalifah dan oknum penguasa yang melakukan kezaliman.
Praktek tersebut bisa terjadi jika aturan Islam ditegakkan di negri ini. Terbukti Khalifah Umar bin khottobpun menerima kritik dari seorang wanita mengenai mahar. Karena pada saat itu, Khalifah Umar menetapkan mahar pernikahan cuma 50 dirham.
Menanggapi hal itu Khalifah Umar bin khottobpun menerima kritikan tersebut dengan bijak. Begitulah gambaran penguasa di sistem yang shohih. Tidak menjadikan kritikan sebagai beban. Akan tetapi menjadi kontrol masyarakat. MashaAlloh. Semoga kisah dalam tulisan ini jadi inspirasi untuk para penguasa di negri ini. Untuk bijak dalam menghadapi kritikan. Wallohua'lam bissowab.
Tags
Opini