Pengelolaan Migas dalam Sistem Islam



Oleh: Nur Laila 

PT Pertamina International Shipping (PIS) mengungkap dugaan awal kebakaran Kapal MT Kristin pengangkut BBM karena api yang berasal dari forecastle atau mooring deck depan. Humas PIS Roberth Marcelino mengatakan insiden di perairan Kota Mataram, NTB itu terjadi saat kapal melakukan labuh jangkar dan titik api terlihat berasal dari forecastle atau mooring deck depan yang menjadi penyebab timbulnya api. (CNNIndonesia.com, 26/3/2023).

Kebakaran kilang minyak Pertamina terjadi untuk kesekian kali. Peristiwa ini memunculkan pertanyaaan tentang profesionalisme Pertamina dalam mengelola bisnis besar dan keuntungan besar milik negara ini. Dalam sistem kapitalis demokrasi, adalah satu keniscayaan penyalahgunaan perusahaan milik negara untuk kepentingan pihak tertentu. 

Dan hasilnya para pejabat akan saling menutupi keburukan masing-masing. Kondisi tersebut sangat berbeda jika pengelolaan migas berada di bawah sistem Islam. Islam menetapkan  negara sebagai pihak pengelola sumber daya alam dengan profesional yang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah ta'ala. 

As yari' melalui lisan Rasulullah SAW, memerintahkan kaum muslimin berserikat atas kekayaan alam. Diriwayatkan Abu Khurasyi dari sebagian sahabat Nabi SAW berkata bahwa Rasulullah bersabda: "Kaum Muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api (HR. Abu Dawud).
Diriwayatkan dari Abish bin Hamal al Mazany:
"Sesungguhnya dia bermaksud meminta (tambang) garam kepada Rasululullah, maka beliau memberikannya, tatkala beliau memberikannya dan berkata salah seorang laki-laki yang ada didalam majlis, "Apakah engkau mengetahui apa yang telah engkau berikan padanya? Sesungguhnya apa yang telah engkau berikan itu laksana (memberikan) air yang mengalir akhirnya beliau bersabda: "(kamu begitu) tarik kembali darinya (HR. Tirmidzi).

Dapat diambil hukum bahwa kekayaan alam adalah milik umat dan haram dikuasai oleh swasta apabila jumlahnya melimpah. Migas termasuk sumber daya alam yang tidak bisa dimanfaatkan secara langsung oleh rakyat untuk menikmati hasil dibutuhkan proses penyebaran penyulingan, tengah ahli dan biaya yang besar.

Karena itu syariat yang menetapkan negara yang bertanggungjawab mengeksplorasi, mengelola hingga mendistribusikan ke warga negara. Negara Islam bekerja secara independen tanpa campur tangan dari pihak swasta. Dan dalam distribusinya memiliki dua mekanisme yaitu secara langsung dan tidak langsung. 

Pertama, Secara langsung dengan memberikan hasil migas berupa BBM secara khusus ke rumah warga dan pasar-pasar secara gratis sehingga warga dapat menjangkaunya, atau menjual BBM dengan harga yang dipatokan pada biaya produksi dan hasil penjualan dimasukkan ke pos kepemilikan Umum (Baitul Mal). 

Negara Islam (Khilafah) boleh menjual migas ke luar negeri ketika kehidupan warga sudah terpenuhi. Dan boleh menjual harga dengan sangat tinggi. Keuntungan tersebut akan dimasukkan ke Baitul Mal. Kedua, Secara tidak langsung yaitu dengan menjamin kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan warga negaranya dengan memanfaatkan dana dari pos kepemilikan Umum (Baitul Mal) sehingga layanan publik bisa dinikmati secara gratis dan berkualitas.

Mengalokasikan anggaran untuk biaya proses operasional produksi minyak dan gas. Mulai dari pengadaan sarana dan prasarana infrastruktur, riset, eksploitasi, pengolahan hingga distribusi ke SPBU-SPBU. Dalam hal ini mampu merawat depo-depo Pertamina secara berkala untuk meminimalisir kecelakaan kerja. Itulah mekanisme negara Islam dalam mengelolah kekayaan alam pemanfaatan oleh hukum syara', bukan mengikuti kehendak dan kepentingan pihak tertentu sehingga rakyat bisa menikmatinya secara gratis dan depo-depo pertamina terjamin perawatannya. Wallahu'alam bissowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak