Papua Kembali Memanas, Butuh Solusi Tuntas




Oleh : Eti Fairuzita


Himpunan Mahasiswa Papua di Jakarta, Depok, dan Bekasi (Jadebek) mendesak agar pemerintah bisa melakukan dialog damai terkait memanasnya situasi konflik bersenjata di Papua. "Negara segera melakukan dialog damai untuk menyelesaikan konflik Papua," ujar Koordinator Himpunan Mahasiswa Papua Rudy Kogoya kepada Kompas.com, Kamis (20/4/2023). 

Rudy juga mendesak agar pemerintah menghentikan pengiriman personel TNI ke tanah Papua agar konflik bersenjata bisa dihindari. "Hentikan mendropan militer di tanah Papua, tarik militer organik dan non-organik dari wilayah konflik," ujar dia. Di sisi lain, Rudy juga menyoroti isu terkait kriminalisasi yang dilakukan oleh militer kepada masyarakat sipil Papua. Dia menyebut, dampak pembebasan sandera pilot Susi Air Philip Marthen berimbas pada kriminalisasi masyarakat sipil di Papua.

Berbagai upaya penanganan konflik Papua yang tidak tegas dan tidak ada keseriusan, termasuk dalam penetapan KKB sebagai musuh negara (teroris). Hal ini tentu berimbas kepada penanganannya karena tidak pernah mampu menyentuh pada akar masalah, seperti masalah ketidakadilan dan kemiskinan. Apalagi sampai saat ini isu Papua juga masih menjadi perhatian dunia internasional.  
Hal ini menunjukkan adanya kelemahan negara dalam mencegah disintegrasi wilayah, terutama yang terjadi di Papua.

Banyaknya aksi teror dan penyerangan oleh kelompok bersenjata (KKB) yang terus terjadi membuat Papua kian tak kondusif. Begitu pun bentrok antar warga atau suku di Papua juga makin memperparah keadaan. 
Banyak bentrokan kerap memicu perusakan dan pembakaran, hingga menelan korban jiwa.
Polda Papua mencatat, pada 2022 ada sekitar 90 kasus kejahatan yang dilakukan KKB. Dari catatan itu, sedikitnya ada 53 korban meninggal. Baik warga sipil, TNI, maupun Polri.

Dalam kondisi seperti itu, Papua masih mencatatkan kemiskinan tertinggi di Indonesia. 
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, Papua menjadi propinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia pada September 2022. Ini terlihat dari persentane penduduk miskin di Papua yang mencapai 26,8%.
Kemiskinan yang sudah menjadi keseharian rakyat Papua, teror KKB yang tak kunjung usai, hingga gempa sebulan lebih yang menimpa rakyat Papua menunjukan betapa nestapanya hidup rakyat Papua. Nestapa ini bahkan bukan baru dirasakan belakangan ini, akan tetapi sudah sejak lama, namun belum juga terselesaikan.

Fakta-fakta ini sudah sangat cukup untuk menggambarkan abainya negara (pemerintah) dalam mengurus urusan rakyatnya. Negara gagal menyejahterakan rakyatnya hingga menjamin rasa aman bagi mereka. Mirisnya, pada saat yang sama
kepentingan asing dan dunia internasional justru dibiarkan turut campur dalam berbagai persoalan di Papua.

Kondisi ini akan terus berlangsung jika negeri ini masih bertahan dengan penerapan sistem kapitalisme demokrasi. Pasalnya, sistem ekonomi kapitalismelah yang melegalkan pengelolaan sumber daya alam oleh pihak asing atau swasta dan mengomersialkan layanan pendidikan dan kesehatan. Tak heran jika kesenjangan semakin menganga antara rakyat dan pemilik modal. Di sisi lain, politik demokrasi yang mahal, meniscayakan para pemilik modal semakin mudah mengendalikan kebijakan pemerintah.

Keterlibatan asing dalam persoalan Papua, juga menunjukan negeri ini hanyalah antek asing. Kepentingannya tentu tidak lepas dari potensi alam Papua yang begitu luar biasa. Amerika, negara-negara Eropa, dan Cina bahkan bisa saling berebut kekayaan alam di negeri ini dengan leluasa. Isu kemerdekaan Papua pun disinyalir dimainkan oleh pihak asing untuk memperkuat eksistensi mereka di Papua. Persoalan Papua sejatinya hanya akan selesai jika rakyatnya hidup dalam naungan Islam.
Sebab, penerapan Islam kaffah akan menjamin rakyat sejahtera, aman, dan jauh dari imperialis asing. 

Islam memandang bahwa kesejahteraan dan keamanan warga negara adalah tanggung jawab negara.
Rasulullah Saw Bersabda :"Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya,"(HR. Bukhari).
Negara Islam (Khilafah) akan menerapkan konsep kepemilikan dalam Islam. Sumber daya alam yang menguasai hajat publik, memiliki deposit yang terus mengalir, menjadi kepemilikan umum yang haram dikuasai individu atau korporasi. 

Negara diwajibkan mengelola kepemilikan umum tersebut untuk kesejahteraan rakyat melalui mekanisme anggaran belanja negara berbasis Baitulmal. "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api,"(HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Khilafah akan mengembalikan kekayaan Papua sebagai harta milik umum yang dikelola negara dan hasilnya diperuntukan bagi kejejahteraan rakyat. Khilafah juga akan menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat Papua, yaitu sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Sehingga rakyat Papua bisa hidup sejahtera.

Dalam menjamin keamanan warga negara termasuk warga Papua, maka Khilafah akan mengerahkan kekuatan militer yang mencukupi hingga mampu menghentikan intervensi asing di sana. Khilafah juga akan melakukan diplomasi luar negeri dengan memberikan larangan tegas bagi pihak asing baik negara, organisasi, maupun individu untuk ikut campur dan menginternasionalisasi persoalan Papua.

Khilafah akan menyerukan dakwah pada rakyat Papua melalui institusi pendidikan Islam dan pengiriman para dai, sehingga terjadi peleburan antara rakyat Papua dengan yang lainnya. Hal ini akan mewujudkan persatuan yang kokoh karena berdiri di atas akidah Islam. Rakyat Papua yang non-muslim pun, tidak akan dipaksa untuk masuk Islam, tetapi tetap dirangkul dalam hubungan yang harmonis.

Untuk menjaga keamanan, Khilafah akan bertindak tegas, karena menjaga persatuan dan kesatuan adalah kewajiban dalam Islam serta memisahkan diri dari negara merupakan sebuah keharaman. Setiap pelaku bughat atau makar akan diberi sanksi dengan diperangi.
Arti diperangi di sini maksudnya adalah men-ta'dib mereka (memberi pelajaran) tanpa membunuh nyawa agar mereka kembali bersatu dalam negara. Demikianlah keamanan dan kesejahteraan rakyat Papua hanya akan dirasakan dalam naungan sistem Islam, yakni Khilafah Islamiyah.

Wallahu alam bish-sawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak