Oleh : Ami Ammara
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Latif Usman mengklaim angka kecelakaan lalu lintas pada mudik lebaran Idulfitri 2023 menurun signifikan. Menurutnya, ini berkat strategi yang digagas oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam mencegah kecelakaan lalu lintas (lakalantas) mudik lebaran tahun 2023.
Perlu diketahui, menangani arus mudik dan arus balik lebaran tahun 2023, Kapolri menerapkan kebijakan rekayasa lalu lintas berupa contra flow, one way, hingga ganjil genap. Hal ini dilakukan guna memperlancar dan menyukseskan arus mudik dan balik.
"Alhamdulillah, Ditlantas Polda Metro Jaya dan jajaran melaksanakannya sesuai harapan. Penekanan Kapolri kaitannya dengan permasalahan lakalantas, untuk seoptimal mungkin melakukan langkah-langkah preventif dengan menempatkan personel dan melengkapi rambu pada titik-titik rawan kecelakaan cukup berhasil," kata Latif dalam keterangan tertulis dikutip, Minggu (23/4) Merdeka com.
Dia menerangkan, kecelakaan mudik lebaran tahun 2023 di seluruh Indonesia periode 18-20 April 2023 mencapai 365 kasus. Tertinggi melibatkan sepeda motor. Jumlah ini menurun 65 persen dibanding tahun 2022 lakalantas tercatat 979 kasus.
Akar Masalah transportasi
Carut-marut transportasi umum di Indonesia dimulai dari kesalahan paradigma dasar berikut aturan perangkat yang muncul dari paradigma dasar tersebut. Transportasi bukanlah sekadar tehnik namun kesalahan sistemik. Paradigma salah tersebut bersumber dari faham sekulerisme yang mengesampingkan aturan agama. Sekulerisme yang melahirkan sistem kehidupan kapitalisme telah memandang dunia transportasi sebagai sebuah industri. Cara pandang ini mengakibatkan kepemilikan fasilitas umum transportasi dikuasai oleh perusahaan atau swasta.yang secara otomatis mempunyai fungsi bisnis, bukan fungsi pelayanan.
Menurut pandangan kapitalis, dalam pelaksanaan pelayanan publik negara hanya berfungsi sebagai legislator, sedangkan yang bertindak sebagai operator diserahkan kepada mekanisme pasar. Layanan transportasi dikelola swasta atau pemerintah dalam kaca mata komersil, akibtanya harga tiket transportasi publik mahal namun tidak termasuk layanan yang memadai. Demi mengejar untung tidak jarang angkutan umum yang sudah tidak layak jalan tetap beroperasi.
Efek penerapan sistem kapitalis negara dibikin bangkrut, karena semua sumber daya alam yang menguasai hajat hidup orang banyak pengeloaannya diserahkan pada para kapitalis pemilik modal. Negara hanya mendapatkan sekedar bagi hasil atau pajak/royalti dari pengelolaan tersebut. Karena keterbatasan dana, penyediaan infrastruktur kurang terurus. Sungguh ironis, rakyat yang seharusnya mendapat pelayanan malah dibebani dengan pajak.
Strategi Membangun Infastruktur Transportasi
Menanggapi kasus bentana Tol Brebes tahun ini, pemerintah seolah lepas tangan. Presiden menyalahkan pemimpin sebelumnya sementara menteri perhubungan dengan pernyataanya bahwa kemacetan bukanlah penyebab kematian. Bisa diukur mentalitas pemimpin negeri ini bukanlah sebagai pemelihara dan pengerus urusan rakyatnya. Beda jauh dengan mentalitas yang dimiliki oleh seorang Umar bin al-Khaththab ra. tatkala beliau menjadi kepala negara. Berkait dengan transportasi beliau berujar “Seandainya, ada yang menarik terperosok di Kota Bagdad karena jalan rusak, saya khawatir Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban saya di akhirat nanti.” Pola pikir seperti inilah yang membentuk pemimpin negara dalam menjalankan kebijakan transportasi.
Strategi investasi infrastruktur dalam perspektif islam di uraikan dalam 3 prinsip. Pertama, infrastruktur pembangunan adalah tanggung jawab negara, tidak dapat diserahkan kepada investor swasta.
Kedua, perencanaan wilayah yang baik akan mengurangi kebutuhan transportasi. Ketika Bagdad sebagai ibu kota dibangun sebagai ibu kota kekhilafahahan, setiap bagian kota diproyeksikan hanya untuk jumlah penduduk tertentu. Di kota itu dibangun masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Tidak ketinggalan. pemakaman umum dan tempat pengolahan sampah. Warga tak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenuhi kebutuhan, menuntut ilmu atau bekerja, karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar, dan semua memiliki kualitas yang standar.
Ketiga, negara membangun infrastruktur publik dengan standar teknologi terakhir yang dimiliki. Teknologi yang ada termasuk teknologi navigasi, telekomunikasi, fisik jalan hingga alat transportasinya itu sendiri.
Navigasi mutlak diperlukan agar perjalanan menjadi aman, tidak tersesat. Untuk itulah kaum muslimin belajar astronomi dan teknik membuat kompas sampai ke Cina, dan mengembangkan ilmu pencarian dari astronomi yang teliti. Hasilnya, perjalanan haji maupun dagang baik di darat maupun di lautan menjadi semakin aman.
Teknologi & manajemen fisik jalan sangat diperhatikan tahun 950, jalan-jalan di Cordoba sudah diperkeras, dibersihkan secara teratur dari kotoran, dan malamnya diterangi lampu minyak. Baru duaratus tahun kemudian, yakni 1185, baru Paris yang memutuskan sebagai kota pertama Eropa yang meniru Cordoba. Abbas Ibnu Firnas (810-887 M) dari Spanyol melakukan percobaan untuk terbang, seribu tahun lebih awal dari Wright bersaudara, sampai Sejarawan Phillip K. Hitti menulis dalam History of the Arabs, “Ibn Firnas is the first man in history to make a upaya ilmiah untuk terbang.”
Hingga abad ke-19 Khilafah Utsmaniyah masih konsisten mengembangkan infrastruktur transportasi ini. Saat kereta api ditemukan di Jerman, segera ada keputusan Khalifah untuk membangun jalur kereta api dengan tujuan utama memperlancar perjalanan haji. Tahun 1900 M Sultan Abdul Hamid II mencanangkan proyek “Kereta Api Hejaz”. Jalur kereta ini terbentang dari Istanbul, Ibukota Khilafah, hingga Makkah, melewati Damaskus, Yerusalem dan Madinah. Dengan proyek ini, dari Istanbul ke Makkah yang semula 40 hari perjalanan tinggal menjadi 5 hari.
Dengan penerapan sistem ekonomi Islam akan memberikan jaminan pembangunan ekonomi yang berkah, adil dan sejahtera yang akan meminimalkan ketegangan ekonomi dan menghindari kerusakan pada masyarakat. Khilafah, sebagai institusi penerap Islam akan menyediakan infrastruktur transportasi yang aman, mencukupi dengan teknologi terkini. Dengan begitu ribuan muslim tidak akan lagi menjadi korban kecelakaan transportasi akibat abainya pemerintah.
Khilafah adalah Pelayan Terbaik
Indonesia negeri muslim. Lebih dari 85% penduduknya memeluk agama Islam. Negeri ini juga mengangkut kekayaan alam yang melimpah. Sangat disayangkan bahwa sumber daya alam yang melimpah ini tidak mampu menyejahterakan rakyatnya. Negara telah melakukan salah urus dengan menerapkan sistem kapitalisme. Sumber masalah bukanlah berasal dari siapa yang berkepentingan untuk mengurus negar dan rayat, melainkan lebih bersifat sistemik. Sistem demokrasi kapitalis meniscayakan lahirnya pemimpin -pemimpin yang korup. Hal ini logis, karena bangun dasar untuk maju dalam bursa pemilihan pemimpin adalah kemanfaatan, bukan untuk kemaslahatan umat.
Berbeda jauh dengan kondisi pada era khilafah Islam eksis. Dalam sejarah ulama salaf, diriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin Abdil Aziz dalam shalat tahajudnya sering membaca ayat berikut:
احشُرُوا الَّذينَ ظَلَموا وَأَزوٰجَهُم وَما كانوا يَعبُدونَ ﴿٢٢﴾ مِن دونِ اللَّهِ فَاهدوهُم إِصلىٰ . مِ ﴿٢٣﴾ وَقِفوهُم ۖ إِنَّهُم مَسـٔولونَ ﴿٢٤﴾
(Kepada para malaikat diperintahkan), “Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembah-sembah yang selalu sembah mereka, selain Allah. Lalu tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. Tahanlah mereka di tempat perhentian karena sesungguhnya mereka akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS ash-Shaffat [37]: 22-24).
Beliau mengulang ayat tersebut beberapa kali karena merenungkani besarnya tanggung jawab seorang pemimpin di akhirat bila melakukan kezaliman.
Dalam riwayat lain, karena begitu khawatir atas pertanggungjawaban di akhirat sebagai pemimpin, Khalifah Umar bin Khaththab ra. berkata dengan kata- katanya yang terkenal, “Seandainya menarik tarik terperosok di Kota Bagdad karena jalanan rusak, saya sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah SWT, 'Mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya?'”
Itulah dua dari ribuan contoh yang pernah dilukiskan para salafus-shalih tentang tanggung jawab pemimpin dalam mengurus rakyatnya. Mereka mempin bukan untuk kepentingan menumpuk harta. Mereka memahami benar sabda Baginda Rasulullah saw.:
سَيِّدُ الْقَوْمِ خَادِمُ
“Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka”. (HR Ibnu Majah dan Abu Nu'aim).
Mereka juga amat memahami sabda Rasul saw. yang lain:
اَلإِمَامُ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus” (HR al-Bukhari).
Sejarah Islam yang autentik sesungguhnya banyak mencatat fakta seberapapun Khilafah adalah pelayan rakyat terbaik sepanjang sejarahnya. Contoh kecil, selama masa Khilafah Umayah dan Abbasiyah, di sepanjang rute para wisatawan dari Irak dan negeri-negeri Syam (sekarang Suriah, Yordania, Libanon dan Palestina) ke Hijaz (kawasan Makkah) telah membangun banyak pondokan gratis yang dilengkapi dengan air, makanan dan tempat tinggal sehari-hari untuk mempermudah perjalanan bagi mereka. Sisa-sisa fasilitas ini dapat dilihat pada hari ini di negeri-negeri Syam. Khilafah Utsmaniyah juga melakukan kewajiban ini. Dalam hal kemudahan alat transportasi untuk rakyat, khususnya para peziarah ke Makkah, Khilafah membangun jalan kereta Istanbul-Madinah yang dikenal dengan nama “Hijaz” pada masa Sultan Abdul Hamid II.
Bukan hanya manusia yang dilayani, hewan pun mendapatkan perlakuan yang baik, dilindungi oleh para khalifah. Ibnu Rusyd al-Qurthubi meriwayatkan dari Malik bahwa Khalifah Umar ra. pernah melewati seekor tarikan yang dibebani dengan tumpukan batu. Menyaksikan penderitaan hewan itu, Khalifah Umar ra. segera gali sebagian tumpukan batu dari punggung hewan itu. Pemilik menarik itu, seorang wanita tua, datang kepada Khalifah Umar ra. dan berkata, “Wahai Umar, apa yang kamu lakukan dengan menarikku? Memangnya Anda memiliki hak untuk melakukan apa yang Anda lakukan?” Khalifah Umar ra. mengatakan, “Menurutmu, memangnya apa yang membuatku mau mengisi jabatan ini (khalifah)?” Yang dimaksud oleh Umar ra , sebagai khalifah, ia bertanggung jawab atas semua hukum Islam, yang meliputi pula tindakan yang disebutkan oleh hadis Rasulullah saw., “Berhati-hatilah untuk tidak membebani hewan.” (HR.Abu Dawud).
Mari kita dengan para pemimpin negeri ini. Betapapun jutaan rakyat tersiksa setiap hari di gerbong-gerbong kereta api-berdesak-desakan, berhimpitan dan bergelantungan berulang kali setiap saat terancam jiwanya-para penguasa negeri ini seakan tak peduli, hatta saat banyak rakyat terenggut nyawanya karena kecelakaan kereta api. Para penguasa seperti ini patutlah membayangkan sabda Baginda Rasulullah saw., “Jabatan (kedudukan) itu pada pengungkapannya terungkap, tengahnya kesengsaraan (kekesalan hati) dan akhirnya adalah azab pada Hari Kiamat (HR Ath-Thabrani).
Wallahu a'laamu bishshawab .
Tags
Opini