Oleh : Ummu Aimar
Tawuran berkedok perang sarung nyaris terjadi di Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Tiga titik menjadi lokasi rencana aksi ini yakni Lapang Sekarwangi, Desa Karangtengah, dan Kampung Gaya Ika (Kelurahan Cibadak).
Ketua Karang Taruna Cibadak Teguh Pramudya (38 tahun) mengatakan dirinya menerima laporan dari warga soal adanya dugaan rencana tawuran berkedok perang sarung itu pada Sabtu sekira pukul 00.00 WIB. Namun, Teguh menyebut tawuran ini cenderung menggunakan senjata tajam.
Sejumlah warga bersama aparat TNI/Polri dan Satpol PP termasuk Karang Taruna Cibadak kemudian berkoordinasi untuk penyergapan. Ini dilakukan lantaran rencana aksi tawuran berkedok perang sarung ini sudah meresahkan masyarakat setempat, terutama saat ini sedang bulan Ramadhan.
"Mereka melakukan aksinya di ketiga tempat itu secara bergantian. Kami menyisir mulai Karangtengah, Lapang Sekarwangi, hingga Kampung Gaya Ika. Sejumlah pelaku berhasil diamankan, kebanyakan berhasil ditangkap di wilayah Karangtengah," kata Teguh pada Sabtu (25/3/2023
https://www.sukabumiupdate.com)
Miris! Kekhusukan tiap tahun di bulan Ramadan harus dinodai oleh ulah para pemuda yang sibuk tawuran. Bagi mereka, tawuran seakan jadi mainan. Tanpa memikirkan dampaknya.
Sepanjang Ramadan, Polda Metro Jaya sudah menangani delapan kasus tawuran. Para pelakunya bukan hanya menggunakan batu sebagai alat menyerang. Mereka diketahui memakai senjata tajam.
Yang terjadi saat ini sesungguhnya menunjukkan ada problem besar dengan masyarakat kita pada tiap levelnya. Para pemuda kian jauh dari potret generasi harapan.
Tawuran saat Ramadan hanya serpihan gambar tentang betapa buruknya perilaku sebagian pemuda kita. Masih banyak perilaku miring yang seakan sudah menjadi habit dan mulai berurat akar. Sampai-sampai momen ramadan pun tidak mampu menghentikan mereka untuk melakukan berbagai keburukan. Seks bebas, miras, narkoba, kriminalitas, termasuk pembunuhan.
Banyak fakta yang menunjukkan hal demikian. Jelang Ramadan kemarin, misalnya, sebanyak delapan remaja di Tuban digrebek saat pesta seks di sebuah wisma. Di Tanjung Pinang, lima remaja digrebek saat sahur ramadan. Ini semua hanya menambah daftar panjang dekadensi moral yang melanda kaum muda di negeri kita.
Beberapa hari ini juga kita dikejutkan berita kasus pembunuhan dan mutilasi secara sadis. Motif pelaku beragam, dari asmara, ekonomi, hingga berusia muda. Nyawa begitu murah dan tidak berharga. Nurani dan logika raib entah ke mana. Generasi muda pun dibayangi berbagai kejahatan sadis di sekelilingnya, baik sebagai pelaku ataupun korban kriminal.
Tidak hanya pembunuhan, pembacokan juga terjadi pada generasi muda kita. Tiga remaja SMP membacok seorang remaja SMP hingga tewas sambil ditayangkan secara langsung melalui siaran Instagram. Diketahui, ketiga pelaku sengaja menayangkan aksi keji itu lantaran tidak terima karena korban menuduh ketiga pelaku melakukan di gedung sekolahnya.
Pembunuhan, pembacokan, tawuran, pemerkosaan, dan berbagai kejahatan lainnya, bukan satu dua kali terjadi, tetapi berulang kali. Artinya, ini bukanlah masalah yang dapat diselesaikan dengan cara pragmatis atau jangka pendek, semisal dihukum penjara atau dibina sesaat. Generasi muda yang cenderung menjadi pelaku kekerasan harus dididik dan dibina dengan sistem jangka panjang sehingga pada masa mendatang tidak akan terjadi kasus yang sama.
Jika kita telisik lebih dalam, generasi hari ini tumbuh dan berkembang dalam asuhan sistem sekuler kapitalisme yang tidak menjadikan agama sebagai aturan dasar dalam kehidupan.
Jadilah mereka tumbuh menjadi generasi yang lemah iman sehingga tidak memiliki perisai kuat dalam mencegahnya berbuat maksiat. Generasi lemah iman akan mudah terpengaruh pada perilaku, tontonan, dan konten negatif. Apalagi generasi hari ini lebih dekat dengan smartphone yang sangat mudah dalam mengakses apa pun.
Walhasil, mereka menjadi generasi yang selalu memperturutkan hawa nafsu dengan gaya hidup sekuler, liberal, dan hedonis.
Banyak di antara generasi muda terjebak pada lingkaran hidup materialis kapitalistik. Dengan cara apa pun, tuntutan materi ini harus terpenuhi. Mereka melakukan kejahatan demi memenuhi tuntutan gaya hidup, bahkan rela membuat konten berbahaya demi mendapat ketenaran dan uang.
Sistem sekuler kapitalisme adalah sumber masalah bagi generasi. Kurikulum pendidikan sekuler nyatanya gagal mewujudkan generasi berkualitas di semua sisi. Cerdas, tetapi pergaulannya bablas.
Kita butuh generasi berkualitas dan mulia, yaitu generasi yang cerdas pemikirannya dan mulia akhlaknya. Generasi seperti ini mustahil lahir dari rahim kapitalisme. Fakta sudah membuktikannya, tatkala makin jauh dari Islam, generasi kian rusak dan amburadul. Makin tinggi nilai-nilai sekuler yang diterapkan, kejahatan pun kian merajalela.
Negara wajib menghilangkan segala hal yang merusak keimanan dan ketaatan setiap muslim seperti memblokir konten porno dan kekerasan; melarang produksi film atau tayangan pornografi, umbar aurat, dan konten negatif lainnya; menutup industri dan peredaran miras; juga memberantas narkoba. Negara juga wajib menegakkan sanksi Islam.
Kondisi ini tentu membuat kita miris, betapa potensi pemuda yang demikian besar, teralihkan oleh hal-hal yang jauh dari nilai kemanfaatan, bahkan menjerumuskan. Energi mereka, masa depan, bahkan nyawa, rela mereka korbankan demi apa yang mereka sebut harga diri dan kebahagiaan.
Berbagai kebijakan justru banyak yang menjerumuskan pemuda dalam kerusakan. Paham sekuler kapitalisme yang mendasari pengaturan berbagai kehidupan, membuat generasi makin jauh dari profil ideal, apalagi sebagai pribadi muslim.
Begitu pun dengan sistem pendidikan. Alih-alih bertujuan membangun kepribadian Islam, yang terjadi justru agama disepelekan. Budaya permissif dan hedon dibiarkan, bahkan difasilitasi, seperti konser BlackPink tempo hari. Sementara itu, hal-hal yang berbau Islam, seperti pengajian, malah dicurigai bahkan dibatasi dengan dalih bisa meradikalisasi generasi.
Wajar jika semua ini menghasilkan generasi berkepribadian ganda. Muslim dalam identitas, tetapi sekuler-liberal dalam berpikir dan berperilaku. Menjadi budak iklan, hedon dan alay.
Hal ini diperparah dengan lemahnya sistem hukum dan sanksi yang diterapkan negara. Paradigma sekuler yang melandasinya membuat hukum mandul dalam mencegah kerusakan.
Generasi muda hanya bisa diselamatkan oleh sistem Islam, yakni politik yang tegak dan dijalankan atas landasan kesadaran. Oleh karena itulah, semua aspek kehidupan wajib diatur dengan aturan-aturan yang datang dari Zat Pencipta Alam. Tidak lain adalah aturan Islam.
Tags
Opini