Khansa Alma
(Aktivis Muslimah)
Hari-hari mulia di bulan ramadhan dalam dekapan, ramadhan bulan mulia dan bulan suci. Karenanya Allah melipatgandakan amal Sholeh yang di lakukan di bulan ini.
Memperbanyak ibadah, dan meningkatkan kepekaan sosial dengan ringan berbagi dari materiil yang dimiliki, sampai berbagi ilmu dan melakukan aktivitas dakwah menjadi cheklisy kegiatan ramadhan. Sayang, kemuliaan bulan ramadhan yang harusnya di isi dengan berbagai amal Sholeh, ternodai dengan maraknya aktivitas kemaksiatan. Judi, miras, sampai tawuran menjadi pembahasan headline pemberitaan.
Baru-baru ini aktivitas di duga kuat tawuran perang sarung terjadi di daerah Banyumas, untung bisa di gagalkan oleh aparat keamanan setempat. (https://radarbanyumas.disway.id/read/75549/meresahkan-hendak-perang-sarung-8-remaja-diamankan-polisi-di-kembaran).
Ternyata di wilayah-wilayah lain tak jauh beda kondisinya. Marak tawuran dan perang sarung di bulan ramadhan oleh remaja-remaja belasan tahun.
Momen sahur di ikuti dengan jamaah shubuh dan jalan pagi bersama geng terlihat di jalan-jalan dipenuhi pemuda remaja, hal ini sangat rentan untuk terjadi bentrok dengan geng lain.
Menjadi perhatian bersama, yang mana seharusnya pemuda memahami esensi dari bulan ramadhan dan puasa yaitu menahan hawa nafsu, sehingga seharusnya tidak terjadi hal demikian. Tetapi kita saksikan bagaimana kualitas pemuda saat ini dari kedewasaan berfikir tidak seiring dengan kedewasaan usianya. Puasa di anggap sebagai sebuah rutinitas saja, tidak memberi sebuah efek produktif untuk penjagaan.
Butuh peran keluarga, pendidikan dan lingkungan untuk membentuk kualitas pemuda yang tangguh tapi memiliki rasa takut kepada Allah. Dibutuhkan peran keluarga untuk menjadi benteng pertama menyempurnakan pemahaman keislaman atas pemuda, sampai tergambar secara jelas mana aktivitas wajib, Sunnah bahkan haram yang harus ditinggalkan. Menjadikan standar perbuatan adalah baik dan buruk. Begitu pula dalam dunia pendidikan, memili peran sentral membentuk karakter pemuda. Karena disinilah tempat untuk mendapatkan ilmu sebagai bekal untuk beramal. Tapi sayang, tidak bisa mengharapkan lebih untuk pendidikan saat ini yang sekuler liberal untuk mencetak pemuda yang Sholeh dan tunduk patuh atas perintah dan larangan Allah. Sehingga seakan menjadi hal lumrah, tawuran terjadi walau di bulan suci.
Ada sebuah perbedaan pandang kapan seseorang itu terkena beban hukum. Dalam Islam adalah ketika sudah baligh, seorang laki-laki sudah mimpi basah dan seorang perempuan ketika mendapatkan haid. Maka ada taklif hukum, pelanggaran Syara' akan mendapatkan dosa dan ketika amal Sholeh akan mendapat balasan pahala. Berbeda di alam kapitalis sekuler, seseorang di anggap bawah umur ketika usia belum sampai 17 tahun. Padahal di usia ini banyak hal yang bisa dilakukan pemuda dengan kekuatan fisiknya tetapi belum terkena beban hukum dalam kacamata sistem sekuler. Pembinaan yang diberikan pun tidak menyentuh pada aspek pembentukan kepribadian Islam. Sehingga tidak menyelesaikan pada permasalahan pokok yang ada.
Bagaimana pemuda bisa melewati ramadhan full ketaatan?
Butuh peran negara yang terintegrasi, memastikan fungsi keluarga berjalan dalam membentengi generasi. Dengan memastikan berfungsinya peran ibu sebagai umm warabbatul bait atau ibu dan pengatur urusan rumah, sedangkan seorang ayah selain seorang pencari nafkah tetapi juga memainkan peran sebagai kepala rumah tangga yang memastikan bahwa keluarganya dalam ketaatan dan menjauhkan keluarga dari api neraka.
Peran pendidikan, berorientasi pada pembentukan kepribadian Islam yang utama. Kemudian bekal ilmu memahami khasanah keislaman, misalkan bahasa Arab, ilmu Qur'an, ilmu hadits dan lain sebagainya. Kemudian barulah porsi ilmu dunia diberikan secara berimbang sesuai kebutuhan dan usia pelajar. Demikianlah bagaimana menjadikan Islam sebagai kurikulumnya. Berbeda dengan saat ini, menjadikan pokok pengajaran pada pembahasan ilmu-ilmu pengetahuan yang kering dari membangun kesadaran adanya keterikatan dengan Allah.
Terakhir peran negara, memberi titik fokus pada penjagaan umat dari aktivitas kemaksiatan. Razia dan patroli sejatinya tidak hanya dibulan-bulan ramadhan saja, tetapi menjadi aktivitas utama aparat keamanan untuk memantau hal demikian. Sehingga terciptalah keadaan yang kondusif dan menunjang bagaimana suasana keislaman memperkuat ibadah dan menegakkan Islam secara sempurna dalam semua aspek kehidupan.
Selain itu negara dalam sistem Islam Kaffah menerapkan aturan tegas dan sistem sanksi yang bisa memberikan efek jera bagi pelaku kriminal. Pelaku kriminal yang dimaksud adalah setiap individu masyarakat yang melakukan keharaman atau bermaksiat dan Islam dengan tegas melarang aksi kekerasan dan melakukan kejahatan baik secara verbal maupun fisik. Sanksi dalam Islam yang tegas akan memberi efek jera kepada yang lain agar tidak melakukan kekerasan seperti tawuran dengan aturan Islam yang komprehensif yang diterapkan di bawah institusi khilafah. Maka negara akan mampu melindungi generasi dari berbagai kerusakan pemikiran dan tingkah laku mereka. Karenanya, menghentikan aksi tawuran kejahatan, dan kemaksiatan hanya bisa tuntas dengan penerapan Islam Kaffah. Dan hanya Islam yang mampu menjadi perisai sejati pemuda ada dalam koridor ketaatan, walau tidak di bulan-bulan ramadhan. Wallahua'lam bishawwab