Layanan Transportasi Berbiaya Ringan Masih Menjadi Impian, Apalagi Menghadapi Mudik Lebaran



Oleh : Amy Musa



Bulan Ramadhan bulan penuh kemuliaan tak terasa hanya dalam hitungan hari lagi akan segera pergi meninggalkan. Sudah menjadi kebiasaan sanak saudara nan jauh disana datang berkunjung ke kampung halaman (mudik) untuk merayakan hari kemenangan.

Mudik pertama tanpa adanya pembatasan penumpang akibat covid -19 membuat pemerintah berjaga jaga untuk mengatasi berbagai permasalahan yang ditimbulkan akibat lonjakan jumlah pemudik tahun ini.

Kementrian Perhubungan ( Kemenhub) memprediksi jumlah pemudik ditahun ini mencapai 123,8jt jiwa. Jumlah tersebut mengalami peningkatan 47% secara nasional dibandingkan tahun sebelumnya.

Komisi V DPR RI, Lasarus, mendesak Kementrian Perhubungan (Kemenhub) untuk segera mengatasi harga tiket menjelang lebaran baik transportasi darat, laut, maupun udara yang dirasakan masih cukup mahal oleh masyarakat luas.
REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta (4/4/2023).

Potensi kenaikan harga tiket terjadi pada puncak arus mudik karena terkait tingginya permintaan. Kenaikan harga tiket memang sudah biasa terjadi oleh karenanya pengusaha bus pun sudah memberi kode akan kenaikan untuk bus antar kota antar propinsi tersebut. Tarif semacam ini biasanya ada penyesuaian, kisarannya antara 25% - 35% tergantung jarak, ungkap Ketua Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI), Kurnia Lesani Adnan kepada CNBC Indonesia, Rabu 15/3/2023.

Kapitalisme memandang dunia transportasi sebagai sebuah industri. Cara pandang ini mengakibatkan kepemilikan fasilitas umum transportasi dikuasai oleh perusahaan atau swasta yang secara otomatis mempunyai fungsi bisnis, bukan fungsi pelayanan. Sehingga hal ini wajar solusi yang ditempuh pemerintah adalah membuka celah masuknya korporasi asing dalam pengelolaan sektor layanan publik. Layanan transportasi dikelola swasta atau pemerintah dalam kacamata komersil, akibatnya harga tiket transportasi publik mahal namun tidak disertai pelayanan yang memadai.

Sistem Islam Mengelola Layanan Publik

Ada tiga prinsip sistem Islam dalam mengelola layanan publik.
Pertama, Adalah bahwa pembangunan infrastruktur adalah tanggung jawab negara, Bukan hanya karena sifatnya yang menjadi tempat lalu lalang manusia, Tetapi juga karena terlalu mahal dan rumit untuk diserahkan ke investor swasta.

Kedua, Bahwa perencanaan wilayah yang baik akan mengurangi kebutuhan transportasi. Sebagai contoh ketika Baghdad dibangun sebagai ibukota, Setiap bagian kota direncanakan hanya untuk jumlah penduduk tertentu, Dibangun masjid, Sekolah, Perpustakaan, Taman, Industri gandum, Area komersial, Tempat singgah bagi musafir, Hingga pemandian umum yang terpisah antara laki laki dan perempuan. Sebagian besar warga tak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenuhi kebutuhan sehari harinya, Serta untuk menuntut ilmu dan bekerja karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar dan semua memiliki kualitas yang standar.

Ketiga, Negara membangun infrastruktur publik dengan standar tekhnologi terahir yang dimiliki, Tekhnologi yang ada termasuk tekhnologi navigasi, Telekomunikasi, Fisik jalan hingga alat transportasinya itu sendiri.
Maka solusi yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah menata ulang kembali basis pengelolaan transportasi. Tidak boleh dikelola dari aspek bisnis, tidak boleh dikelola dengan tata cara muamalah yang melanggar syariat.

Negara harus mengelolanya dalam rangka melayani kebutuhan rakyatnya sehingga bisa saja bahkan digratiskan seperti yang pernah dilakukan pada masa Khilafah Ustmaniyah.

Dalam negara Islam, Prinsip pengelolaan transportasi adalah untuk memenuhi kebutuhan  publik, Bukan mengambil keuntungan sehingga perhitungannya, Biaya operasional dihitung untuk menutup BEP (Break Event Poin) saja. Jika BEP sudah tercapai bahkan bisa digratiskan, Hal ini karena dalam menjalankan sarana transportasi, Infrastruktur yang terlibat semuanya adalah milik publik.

Wallahu 'alam..

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak