Oleh : Hj. Sopiah
Mudik merupakan tradisi tahunan penduduk Indonesia. Diperkirakan jumlah pemudik pada lebaran 2023 akan mengalami kenaikan yang signifikan. Kapolri memaparkan langkah-langkah yang akan dilakukan oleh kepolisian untuk memecah kemacetan selama arus mudik dan arus balik. Diperkirakan setengah penduduk Indonesia akan melakukan mobilisasi antarkota dan tentu saja kemacetan tidak dapat terhindarkan, karena itu merupakan keniscyaaan dalam tradisi mudik.
Sebenarnya problem mudik tidak hanya fokus pada upaya untuk mengurai kemacetan tapi ada masalah mendasar yang juga wajib hadir agar mudik aman dan manusiawi dapat terwujud. Ironisnya hal tersbut masih impian apalagi menghadapi mudik lebaran.
Ada hajat manusia yang harus terpenuhi selama melakukan perjalanan. Yaitu negara wajib menyediakan sarana transportasi yang aman serta fasilitas tempat istirahat yang nyaman untuk para pemudik beristirahat dan beribadah. Sehingga rakyat tetap bisa meraih pahala bulan ramadhan meskipun saat mudik. Jadi masalah mudik bukan sekedar mengantisipasi terjadinya kemacetan tapi juga memastikan kebutuhan dasar rakyat dan spirit keimanan tetap terpenuhi.
Namun, faktanya kebijakan kapitalistik telah mengalihkan pelayanan dari yang seharusnya tanggung jawab negara tapi justru dialihkan ke pihak swasta termasuk penyediaan sarana umum berbasis bisnis sehingga pemudik harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit selama perjalanan mudik.
Jaminan terlaksananya arus mudik tidak cukup hanya memastikan terurainya kemacetan dan layanan transportasi yang nyaman saja tapi harus diiringi dengan adanya rekayasa sistematis dan komprehensif agar mudik aman dalam atmosfer keimanan dapat terlaksana.
Dan hanya dalam sistem Islam hal tersebut dapat terwujud. Karena Islam memiliki aturan yang lengkap dan sempurna dalam pengelolaan sarana dan prasarana umum demi memenuhi kebutuhan hajat rakyat. Hanya dalam naungan daulah Islamiyah semua itu bisa terwujud. Karena Islam rahmat bagi semesta alam.
Wallahu’alam.