Kilang Minyak Terbakar, Mengapa Terus Berulang?




Oleh:  Yaurinda



Kilang minyak PT Pertamina di Dumai, Provinsi Riau, meledak pada Sabtu malam, 1 April 2023, sekitar pukul 22.40 WIB. Ledakan tersebut mengakibatkan lima pekerja terkena dampak hingga dilarikan ke rumah sakit. Area Manager Comm Rel & CSR Kilang Dumai, Agustiawan memastikan jika api hanya berkobar 9 menit saja. Setelah itu, api dapat dijinakkan oleh tim internal PT Pertamina (detikSumut, 2/4/2023).


Sebelumnya juga terjadi beberapa kebakaran di beberapa tempat seperti Insiden kebakaran di Depo Pertamina, Plumpang, Koja, Jakarta Utara pada Jumat malam, 3 Maret 2023 kemarin menambah rentetan panjang amukan api yang pernah terjadi di kilang minyak perusahaan milik negara (BUMN) terbesar di Indonesia tersebut. Dugaan sementara, penyebab kebakaran di depo pertamina Plumpang, pada pukul 20.11 WIB itu akibat terkena sambaran petir. Setidaknya 17 korban meninggal ditemukan dan pulahan lainnya terluka. Hal ini diungkap Kasi Ops Damkar Jakarta Utara Abdul Wahid (Liputan6.com, 3 Maret 2023).


Kebakaran kilang minyak nyatanya bukan terjadi 1 atau 2 kali namun sudah sering terjadi. Tentu saja hal ini menimbulkan empati dan simpati terhadap para korban terdampak. Namun tidakkah salah jika di sisi lain masyarakat mempertanyakan profesionalisme pertamina dalam mengelola bisnis besar dengan keuntungan yang tidak sedikit tentunya.


Dalam hal ini dibutuhkan pembenahan perusahaan apalagi jika nyatanya ada budaya perusahaan yang salah. Bisa jadi pembenahan sumber daya manusianya, termasuk jajaran petinggi perusahaan tentu saja hal ini bukan perkara mudah mengingat sistem yang diterapkan saat ini adalah sistem kapitalisme. Dalam sistem ini menjadi sesuatu yang wajar persekongkolan dari berbagai pihak. Demi diri sendiri juga kelompoknya.


Dalam sistem demokrasi kapitalisme jelas tak pernah mengenal tentang pembagian kepemilikan. Setiap pemilik modal bebas untuk memiliki berbagai aset tanpa batas. Tak luput juga sumberdaya alam bisa dikuasai padahal sejatinya ini adalah milik rakyat. Bahkan menjadi kelaziman untuk menggandeng swasta dalam pengelolaannya. Dan praktik seperti ini sah dan legal dalam sistem kapitalisme.


Bahkan para kapital swasta legal menguasai sumber daya alam melalui UU migas. Sistem kapitalisme memperbolehkan manusia berdaulat atas hukum manusia, juga dapat membuat, merevisi dan menghapus sesuai dengan pesanan pemilik modal. Dengan demikian akan muncul para pejabat yang saling menutupi kesalahan bersama untuk mencapai eksistensi kekuasaan mereka masing-masing.


Hal ini tentu jauh berbeda dengan sistem Islam yang sering disebut Khilafah dimana syariat Islam diterapkan secara kaffah atau menyeluruh. Dalam sistem ini pemerintahan dipahami sebagai pelindung umat yang bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyat dan kemakmurannya. Negara juga ditetapkan sebagai pengelola sumber daya alam dengan profesional dan bertanggung jawab terhadap masyarakat dan Allah Swt.


Islam memerintahkan kaum muslimin berserikat dalam kekayaan alam. Seperti yang tertuang dalam sebuah hadist Rasulullah, rasul bersabda : Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api . (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Hadits tersebut menyatakan bahwa kaum Muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Dan bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu.


Dari Abyad bin Hammal, ia mendatangi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan meminta beliau Shalallahu ‘alaihi wa sallam agar memberikan tambang garam kepadanya. Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam pun memberikan tambang itu kepadanya. Ketika  Abyad bin Hamal ra telah pergi, ada seorang laki-laki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukan Anda, apa yang telah Anda berikan kepadanya? Sesungguhnya, Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa’ al-‘idd)”. Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyad bin Hammal)”. (HR. Abu Dawud dan al-Timidzi)


Dari kedua hadist ini dapat kita tarik kesimpulan bahwa jika suatu kekayaan yang berlimpah tidak boleh dimiliki oleh individu. Karena kekayaan alam adalah milik umat dan wajib dikelola oleh negara. Dalam perkara migas yang sifatnya tidak dapat digunakan langsung oleh umat, maka pengelolaan di berikan kepada negara sebagai penanggung jawab.


Dalam hal ini negara bersifat independen dan tidak diperbolehkan untuk mengajak pihak swasta dalam pengelolaannya seperti yang dilakukan sistem kapitalisme hari ini. Negara juga bertanggung jawab dalam hal pendistribusiannya baik secara langsung atau tidak. Negara bisa menyalurkan langsung ke SPBU dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan.


Negara juga berhak untuk menjual migas keluar negeri dengan harga yang sangat tinggi, dengan catatan kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi. Keuntungan yang didapat oleh negara akan dimasukkan kedalam baitul mal. Baitul mal akan dikelola oleh negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakst lain seperti pendidikan, infrastrutur dan kebutuhan lainnya.


Baitul mal juga digunakan untuk pengadaan sarana, infrastruktur, riset, eksplorasi dan pengelolaan distribusi migas ke masyarakat secara berkala. Ini menjadikan pemeliharaan terhadap pengelolaan sumberdaya alam akan terkontrol secara berkala sesuai hukum syara dan dapat meminimalisasi kebakaran atau kecelakaan lainnya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak