Ketahanan Pangan: Problem yang Tidak Terselesaikan oleh Sistem Kapitalisme



Oleh: Elis Sulistiyani
Muslimah Perindu Surga


Awal Ramadhan ini senantiasa diiringi oleh guuyuran hujan yang menambah kesejukan dan keberkahan saat menjalani puasa Ramadhan. Namun awal Ramadhan ini juga, masyarakat Indonesia mendapat guyuran impor gula dari Thailand dan Australia sebanyak 215.000 ton. Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) memerintahkan BUMN untuk mengimpor gula demi terjaganya stok pangan nasional. 
Informasi mengenai impor gula ini sudah mulai terdengar akhir tahun lalu, pemerintah berkilah jika impor ini dilakukan karena  adanya selisih kebutuhan nasional dengan stok nasional yang mencapai 800.000 ton. Dari kebutuhan nasional 3,4 juta  ton dan stok nasional yang hanya 2,4juta ton. Selain itu Ramadhan tahun ini juga mendahului dari masa giling tebu yang baru akan di mulai bulan Mei mendatang. (finance.detik.com, 25/3/2023)

Di sisi lain petani tebu dengan tegas menolak impor ini, Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen mengatakan stok gula Indonesia masih cukup sampai tahun depan sehingga tidak perlu melakukan impor. Karena beberapa daerah sudah mulai melakukan penggilin6 tebu per Februari lalu. Selain itu menurut perhitungannya sisa stok di bulan Desember mencapai 1,6 juta ton hingga stok ini sebenarnya mencukupi kebutuhan nasional hingga Juni 2023. (finance.detik.com, 26/2/2023)

Saat ini Indonesia memang menjadi negara yang tidak bisa lepas dari Impor. Gelar negara agraris yang disandangnya tidak serta merta mampu membuatnya menjadi negara swasembada pangan. Janji untuk menjadikan Indonesia swasembada pangan yang digaungkan setiap kali berganti pemimpin acap kali tak memberikan bukti. Sehingga pada akhirnya tetap saja akan kembali kepada solusi impor dengan dalih untuk memenuhi stok kebutuhan pangan. 

Selain itu kebijakan impor ini juga menunjukkan bahwa Indonesia belum mampu menjadi negara yang mandiri pangan. Ketergantungan ini juga berbahaya bagi Indonesia, karena kebijakannya akan mudah di setir oleh kepentingan kapitalis.  Hal ini terbukti dengan disahkannya Undang-Undang (UU) cipta kerja yang melonggarkan impor pangan. Saat impor terus menggelontor petani hanya bisa gigit jari, karena jika impor dilakukan saat panen komoditi pertanian harga ditingkat petani akan terpukul bahkan hasil panennya banyak yang tidak terserap pasar karena harus bersaing dengan produk impor. (Tirto.id, 26/10/2021).

Indonesia saat ini telah terjebak dalam kubangan kotor kapitalis. Perselingkuhan penguasa dan pemodal kian mesra di pertontonkan.maka jelaslah hal ini semakin mengokohkan penjajahan ekonomi di negeri ini. Dan kembali, rakyat yang akan menjadi korbannya.  Hal ini jauh berbeda dengan sudut pandang Islam dalam hal negara mengurus rakyatnya. Dalam  negara khilafah yang notabene adalah representasi dari penerapan syariat secara kaffah, memandang rakyat adalah amanah besar yang mesti di urusi segala kebutuhannya. Terlebih urusan pangan yang merupakan kebutuhan pokok untuk di penuhi.Baik dari segi untuk menyediakan pangan itu sendiri ataupun memudahkan berbagai sarana dan prasarana bagi rakyatnya untuk memperoleh pangan tersebut. 

Negara sebagai pemegang kendali memaksimalkan segala upaya untuk mampu menjadikan negaranya mandiri. Dalam hal pangan negara mengharuskan tanah yang produktif untuk di kelola, bahkan jika ada tanah produktif yang tidak dikelola selama tiga tahun tanah itu bisa menjadi hak orang lain. Umar bin Khaththab pernah berkata,”Orang yang membuat batas pada tanah (muhtajir) tak berhak lagi atas tanah itu setelah tiga tahun ditelantarkan.” Umar pun melaksanakan ketentuan ini dengan menarik tanah pertanian milik Bilal bin Al-Harits Al-Muzni yang ditelantarkan tiga tahun. Para sahabat menyetujuinya sehingga menjadi Ijma’ Sahabat (kesepakatan para sahabat Nabi SAW) dalam masalah ini. (Al-Nabhani, An-Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam,  Juz II hal. 241).

Pemberian edukasi guna mendukung tercapainya hasil pertanian yang optimal juga turut diberikan. Selain itu sarana pendukung lainnya juga di urus secara maksimal. negara juga lebih mengutamakan numm untuk menyerap hasil pertanian dlam negeri. Namun jika memang setelah itu masih belum terpenuhi selurunya maka baru akan di buka kran impor itupun hanya dalam jangka waktu tertentu dan barang tertentu. 

Maka saat aturan ini di laksanakan petani dapat merasakan jerih payahnya dihargai dengan selayaknya. Rakyat pun tak perlu khawatir dengan harga pangan yang akan mudah dijangkau karena kebutuhannya sudah terpenuhi secara baik. 
Sungguh sempurnanya Islam yang mampu memecahkan setiap problematika hidup manusia. Kesempurnaan ini hanya mampu dirasakn saat kota hidup dalam negara yang menerapkan Islam secara kaffah.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak