Oleh: Japti Ardiani
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa menyebut target pengentasan kemiskinan ekstrem nol pada 2024 diturunkan menjadi 2,5 persen. Untuk mencapai target nol, pemerintah perlu mengentaskan kemiskinan terhadap 5,6 juta orang pada 2024.
Penurunan target tersebut, kata Suharso, mengacu pada batas garis kemiskinan ekstrem versi Bank Dunia, yakni penghasilan US$2,15 per atau Rp32.035 per orang per hari (asumsi kurs Rp14.900 per dolar AS).
"Kalau kami pakai angka US$2,15, maka target kemiskinan ekstrem itu yang sekarang ini ada di level 3,2 persen dan kami mungkin cenderung hanya bisa menurunkan ke 2,5 persen (pada 2024)," katanya dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XI DPR RI (Cnnindonesia, 5/4/2023).
Dengan angka Bank Dunia, Suharso melihat tantangan Indonesia masih cukup berat. Karenanya, perbaikan data secara total dan integrasi program yang disertai dengan pemberdayaan ekonomi yang masif harus segera dilakukan. Lagi-lagi yang dijadikan acuan sebuah keberhasilan atau tidak adalah angka dan angka. Mereka menganggap bahwa dengan angka yang turun upaya mereka selama ini sudah berhasil tanpa melihat fakta lapangan. Dengan target yang sudah dipasang dan harus selesai tahun berapa tanpa tahu fakta lapangan dan evaluasi yang akurat tindakan semacam ini seperti "pemaksaan" untuk menggapai keberhasilan.
Mengentaskan sebuah kemiskinan di negeri ini butuh tenaga ekstra dan tidak semudah membalikkan telapak tangan kita. Seperti yang di ucapkan oleh Suharso, Suharso menyatakan bahwa gap jumlah penduduk miskin yang harus dientaskan makin tinggi dan penanggulangan kemiskinan dan penghapusan kemiskinan ekstrem belum efektif. Menurutnya, untuk mencapai kemiskinan ekstrem di angka nol, perlu mengentaskan maksimum 5,6 juta orang pada 2024 (Liputan6.com, 6/4/2023).
Dan angka 5,6 juta bukanlah angka yang sedikit. Kehidupan yang serba kurang dan pendapatan yang sangat minim sudah dirasakan merata oleh seluruh masyarakat. Kehidupan seperti itu nyata dirasakan rakyat, menghadapi peliknya ekonomi yang menimpa. Kesenjangan ekonomi menganga begitu lebarnya sehingga sulit untuk ditutup. Di wilayah kota, terlebih di desa tertinggal, kemiskinan menjadi masalah utama. Baik di wilayah kaya maupun miskin, mayoritas penduduknya miskin. Sungguh miris dan ironis.
Potret kemiskinan terus membayangi negeri ini. Sistem ekonomi yang diterapkan saat ini adalah sistem ekonomi kapitalisme yang memiliki prinsip modal sekecil-kecilnya dan keuntungan sebesar-besarnya. Asas manfaat menjadi ruh sistem ekonomi ini. Sehingga, korporasi pemilik modal besar saja yang bisa mengelola dan menikmati sumber daya alam yang terhampar luas di permukaan dan perut bumi negeri tercinta ini. Sehingga wajar apabila hari ini banyak anak-anak pejabat yang berbondong-bondong untuk pamer harta kekayaan orang tuanya. Dan perbuatan ini sangat melukai masyarakat luas dimana mereka serba kesulitan untuk berjuang hidup.
Rasa empati atau simpati kiranya sudah mati di negeri ini dan ini yang menunjukkan hasil dari sistem Sekulerisme-Kapitalisme yang diterapkan. Individualisme berlaku pada Sistem yang diterapkan saat ini, mereka berbuat tanpa melihat bagaimana sekitarnya.
Inilah cerminan periayahan dalam sistem Sekularisme yang saat ini diterapkan di Negara ini. Dimana bukan solusi tuntas yang diberikan melainkan masalah dan masalah yang bermunculan. Demikian hal ini menunjukkan lemah dan jahatnya sistem sekuler kapitalis yang menjadi asas pengaturan urusan Negara saat ini. Walaupun berbagai upaya sudah pemerintah upayakan untuk menuntaskan berbagai cabang persoalan-persoalan dinegeri ini namun tak akan mampu mengurai benang kusut dinegeri ini selama akar persoalan masih diterapkannya Sistem Kapitalis demokrasi oleh negara. Maka terjadi perbedaan yang mendasar jika negara menjadikan Sistem Islam sebagai asas dasar negara.
Dalam Islam pemenuhan kebutuhan masyarakat adalah kebutuhan vital yang sangat berharga dan diutamakan. Tidak hanya kebutuhan saja, tapi dalam segala lini kehidupan diperhatikan oleh Negara. Islam sebagai ideologi sempurna telah mewajibkan Negara (Khilafah) melindungi harta rakyat dan menjamin kehidupan mereka. Rakyat adalah Amanah.
Islam juga dengan segala kesempurnaan nya memastikan bahwa setiap manusia yang berada dalam naungannya penuh dengan cahaya keimanan yang dapat menjadi benteng utama dalam setiap aktivitas masyarakat. Setiap rakyat akan merasa cukup dengan apa yang sudah mereka terima dan bersyukur dengan apa yang telah mereka dapat. Sehingga kasus-kasus kemiskinan atau kelaparan yang bertebaran seperti saat ini sangat tidak mungkin terjadi.
Inilah kesempurnaan Islam dalam mengatur setiap jengkal kehidupan manusia, baik dalam hubungan sosial, muamalah, bahkan sampai sistem persanksian. Semua itu merupakan hal yang mungkin terjadi jika pemerintah mengembalikan fungsinya sebagai pengurus rakyat sebagaimana yang diperintahkan oleh Syari'at Islam. Sehingga masyarakat tak perlu lagi merasakan penderitaan seperti saat ini. Wallahu a'lam bi ash-shawab.