Oleh : Ummu Hanif, Pemerhati Sosial Dan Keluarga
Keputusan pemerintah yang memutuskan tidak akan memberikan THR dan gaji ke-13 bagi Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, dan Polri secara penuh pada tahun ini, mendulang kontriversi.
Beberapa alasan pun disebutkan, mulai soal penanganan pandemi Covid-19 yang masih berlanjut, serta melemahnya ekonomi negara terkait situasi geopolitik akibat perang Rusia-Ukraina. Selain itu adanya perubahan kebijakan moneter oleh banyak negara di dunia disebut-sebut turut memperberat keuangan negara.
Keputusan ini sebetulnya sudah berjalan sejak 2022 lalu. Terakhir kali ASN diberi THR secara full terjadi pada 2019. Sementara itu, pada 2020 hingga 2021, komponen tukin pada THR tidak diberikan sama sekali. Alasannya, negara saat itu sedang butuh anggaran besar untuk menangani pendemi.
Kisruh THR seperti ini bukan hanya terjadi kali ini saja. Nyaris setiap tahun para pekerja, baik ASN maupun non-ASN, selalu diliputi was-was soal hak-hak dari pekerjaan mereka. Akankah dipenuhi atau tidak? Padahal, jumlah mereka yang bergaji hanya sebagian kecil saja dari rakyat Indonesia. Sementara itu, mayoritas lainnya hidup dengan pekerjaan yang tidak jelas, bahkan banyak yang berada di bawah garis kemiskinan
Yang terjadi hari ini semestinya cukup untuk menunjukkan buruknya sistem pemerintahan dan sistem ekonomi –termasuk keuangan—yang diterapkan di Indonesia. Bayangkan saja, dalam catatan Bank Indonesia pada Januari 2023, posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia tercatat sebesar US$ 404,9 miliar atau naik dari US$ 396,8 miliar pada Desember 2022. Angka tersebut setara Rp6.228,57 triliun dengan kurs Rp15.383 per dolar AS.
Masalahnya, Indonesia adalah negeri yang sangat kaya, tetapi kekayaannya nyaris habis diserahkan kepada asing dan dijarah swasta. Para pejabatnya alih-alih berpikir untuk mendapatkan cara mensejahterakan rakyat, justru mereka sibuk memikirkan diri sendiri dengan perilaku khianat.
Kondisi ini merupakan keniscayaan akibat sistem kapitalis yang diterapkan di negeri ini. Sistem seperti ini hanya menempatkan penguasa sebagai regulator yang mengabdi kepada kekuatan pemilik modal, bukan sebagai pemimpin yang berupaya mengurus urusan-urusan rakyatnya dengan optimal.
Memperpanjang umur sistem batil ini sama dengan memperpanjang umur kezaliman dan kesengsaraan. Umat harus segera beralih kepada sistem yang turun dari Zat Pencipta Semesta alam. Tidak lain adalah sistem kepemimpinan Islam (Khilafah), yang menerapkan sistem Islam Kaffah.
Sistem kepemimpinan Islam dipastikan mampu membawa kebaikan dan kesejahteraan. Hal ini dikarenakan sistem tersebut tegak di atas akidah Islam dan memiliki seperangkat aturan yang berfungsi sebagai solusi bagi seluruh problem kehidupan manusia sesuai tujuan penciptaannya.
Islam menekankan bahwa kepemimpinan adalah amanah berat. Yang akan dimintai pertanggungjawaban dunia – akhirat. Oleh karenanya, pemimpin Islam akan memiliki dorongan kuat menjalankan fungsinya sebagai pengurus dan penjaga rakyat. Mereka akan penuhi semua hak-hak rakyat dengan jalan konsekuen menerapkan syariat Islam secara kafah. Walalhu a’lam bi ash showab.