Oleh Atla Nuari
Aktivis dakwah & ibu rumah tangga
Sumut menjadi tuan rumah ajang spektakuler F1 fower boat Championship (F1 H20) beberapa pekan lalu di Danau Toba. Keamanan super ketat, infrastruktur berstandar Internasional siap menyambut para tamu hingga lokasi tujuan Balige Sumut. Pertamina turut memasok Pertamax turbo sebanyak 500L untuk kebutuhan operasional F1 fower boat. PLN Sumut siap suplay listrik selama perhelatan di ikuti Telkomsel aktivitas digital tanpa drama. Perfek tanpa kendala. Sumut naik level makin canggih dan dikenal manca negara.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan saat itu menyatakan, hadirnya F1 Powerboat di Danau Toba menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia punya kemampuan dan infrastruktur dalam menggelar kompetisi balap berkelas dunia. "Kita ingin mengenalkan Danau Toba kepada dunia sebagai salah satu Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Indonesia dan kita berharap dari ajang ini selain ada promosi pariwisata, juga dapat memberikan dampak positif secara ekonomi bagi masyarakat sekitar," ujar Luhut.
Seperti halnya Luhut, Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir menyebutkan bahwa lomba diharapkan dapat memancing minat sekitar 140 juta warga memenuhi ruang media sosial untuk ikut meramaikan dan mempromosikan F1 Powerboat ini. Erick juga meminta dukungan masyarakat agar kegiatan itu bisa berlangsung sukses dan aman. (Indonesia.go.id)
Perhelatan F1 fower boat yang digelar di Danau Toba dan ajang ajang Internasional lainnya sepertinya sedang tren di wilayah-wilayah Indonesia. Alasan pemerintah dilaksanakan di Sumut Danau Toba untuk kaldera Danau Toba sebagai Danau Toba fulkanik yang cukup besar wisata favorit khususnya Sumut memperkenalkan kepada dunia luar (Internasional) menjadikan Danau Toba sebagai destinasi wisata bagi Internasional dengan harapan ini akan mendatangkan pendapatan daerah sehingga memajukan perekonomian daerah yang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
Mebidangro dan Internasionalisasi Danau Toba
Mebidangro adalah akronim dari Medan-Binjau-Deliserdang-Karo atau disebut juga Medan Raya. Mebidangro adalah kawasan metropolitan yang meliputi sekitar kota Medan Sumut Indonesia.
Internasionalisasi danau Toba adalah bagian dari proyek strategis pembangunan megapolitan mebidangro yang meliputi Medan-Binjai- Deliserdang-Karo. Landasan hukum metropolitan mebidangro sebagai kawasan strategis Nasional UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang dan tentang rencana tata ruang wilayah Nasional. Kawasan perkotaan mebidangro ditetapkan sebagai salah satu kawasan strategis Nasional dari sudut kepentingan ekonomi di pulau Sumatera. Tujuan mebidangro sebagai pusat pertumbuhan ekonomi (growth center) PP no 26 tahun 2007.
Rencana tata ruang kawasan metropolitan merupakan alat koordinasi pelaksanaan pembangunan lintas wilayah (interkoneksi kawasan industri) pasal 44. Inti dari pembangunan mebidangro adalah infrastruktur 80% membangun kota megapolitan yang standarnya adalah standar kota-kota dunia kalaupun tidak dunia katakanlah regoinal, harus sejajar dengan kota kota negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Salah satu yang mendasari mebidangro adalah kerjasama Regional Indonesia- Malaysian -Thailand Growth Triangle (IMT - GT) menjadi segitiga ekonomi. Berdiri pada pertemuan tingkat menteri ke 1 di Langkawi, Malaysia pada 20 Juli 1993. IMT - GT ini di tujukan untuk meningkatkan kejahteraan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat di daerah perbatasan negara - negara IMT - GT melalui kerjasama ini sektor swasta terus didorong menjadi " engine of growth".
Menurut pemerintah kerjasama ini mendorong sektor swasta untuk menjadi mesin pertumbuhan ekonomi masyarakat di tiga negara ini. Dengan pembangunan megapolitan 80% insfratruktur. Infrastruktur ini adalah interkoneksi wilayah yang di arahkan pada daerah-daerah yang wilayah industri seperti Medan kota inti (center) yang akan di topang pembangunan ekonominya diharapkan mengalir dari Binjai Deliserdang dan Karo.
Konsep pembangunan ini memiliki problem yang mendasar bahwa pembangunan ini yang dilakukan pemerintah Indonesia menggandeng investor asing untuk mendukung pembiayaan pembangunan mebidangro ini. Pembangunan infrastruktur hanya di pandang indikator kemajuan daerah atau negara hari ini sehingga pembangunan infrastruktur secara fisik itu di kleam sebagai pertumbuhan ekonomi.
Lalu, benarkah menginternasionalisasi Danau Toba dan proyek mebidangro akan membawa kesejahteraan dan memajukan pertumbuhan perekonomian masyarakat setempat ? Nyatanya tidak begitu, angka kemiskinan semakin meningkat di wilayah pembangunan proyek infrastruktur. Sebab, peluang kerja untuk masyarakat adalah buruh kasar dengan kompetisi yang bersaing. Di wilayah Danau Toba sendiri akan terjadi alih fungsi lahan, terampasnya tanah-tanah adat dalam pembangunan pariwisata, beralih mata pencaharian masyarakat. Destinasi wisata membuka peluang menyerap tenaga kerja perempuan sebagai pelayan-pelayan hotel, cafe, dan bar. Kebebasan penjualan minuman keras tentu tak terelakkan. Akibatnya maraknya pergaulan bebas sampai pada sex bebas yang akan mengundang penyakit mematikan HIV Aids. Tak jauh beda dikawasan proyek mebidangro adanya alih fungsi lahan adanya tata guna persawahan yang produktif bisa beralih fungsi menjadi area pemukiman. Adanya tata kota di area perkotaan yang tidak boleh ada pemukiman kumuh sebab berstandar internasional. Akibatnya menjauhkan dari inti kota yang lengkap pasilitas kesehatan serta pendidikan. Masyarakat yang tergusur pergi ke daerah-daerah terpencil. Akibatnya akan susah mengakses fasilitas yang berkualitas karena semua ada di pusat kota berstandar internasional. Dibangunnya pusat-pusat perbelanjaan, di bangun armada akomodasi umum baik kereta api cepat atau angkutan umum semua itu semakin sulit terjangkau oleh masyarakat kalangan bawah. Fasilitas kesehatan dan pendidikan pun juga sama hanya bisa dinikmati kalangan tertentu saja. Tak hanya itu, juga akan meningkatnya PEP semua didorong menjadi mesin yang menghasilkan cuan. Makin meningkatnya angka pengangguran yang menyebabkan maraknya tindak kriminal pembegalan, narkoba dan lain sebaginya. Sungguh sangat mengkhawatirkan dan itu membutuhkan perhatian kita bersama.
Pengelolaan Infrastruktur Negara Khilafah
Pembangunan infrastruktur dalam Islam dipandang sebagai pilar membangun peradaban. Dan negara lah yang mengambil peran penting ini. Sehingga syariat menetapkan penyediaan infrastruktur justru menjadi tanggung jawab negara secara independen tidak boleh diserahkan atau bergantung pada asing. Instrumen pembangunan infrastruktur berbasis kemaslahatan bukan karena proyek untung rugi. Namun memastikan bahwa pembangunan tersebut benar-benar untuk kemaslahatan rakyat. Sekalipun pembangunan tersebut membutuhkan dana yang sangat besar. Tidak dikatakan pembangunan kalau akan mendestruktif kehidupan masyarakat yang ada.
Pembangunan infrastruktur dalam negara khilafah selama 13 abad lebih masih bisa kita lihat sampai saat ini. Menginterkoneksikan semua wilayah yaitu pembangunan jalur kereta api di Hijaz pada akhir Kekhilafaan Usmani dunia Islam berhasil disatukan dengan jalur tersebut dibawa kendali sultan Abdul Hamid II tahun 1900. Jalur kereta api hijaz dibangun untuk memudakan jamaah haji ke Mekkah yang sebelumnya menaiki unta yang bisa berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan, mempersingkat perjalanan menginterkoneksi semua wilayah dan jalur Haji. Semua itu di biayai negara khilafah tanpa menggandeng investor. Jadi, memang yang menjadi ukuran adalah kemaslahatan umat dan bagi negara itu adalah tanggungjawab mereka sebagai implementasi pelaksanaan syariat Islam dalam rangka melayani umat.
Wallahu'alam bi shawab.