Oleh: Siti Maisaroh
Sungguh ironi, negeri dengan sumber daya alam yang melimpah-ruah, namun ternyata masuk dalam kategori 100 negeri termiskin di dunia.
Data dari CNN (6/4/2023), bahwa sejumlah 5,6 juta orang termasuk kategori miskin yang menyebar di bumi Nusantara. Hal itu mengacu pada batas garis kemiskinan ekstrem versi Bank Dunia, yakni penghasilan US$2,15 per atau Rp32.035 per orang per hari (asumsi kurs Rp14.900 per dolar AS).
Sepertinya negeri ini punya kesalahan mendasar dalam mengelola sumber daya alamnya.Bermudah-mudahnya penguasa dalam memberikan izin kepada pengusaha asing maupun swasta untuk mengeruk kekayaan alam ini adalah awal mula kehancuran terjadi.
Karena dari situ, prioritas mensejahterakan rakyat sudah tidak menjadi nomer wahid. Sehingga yang terjadi, perekonomian rakyat semakin sulit. Harga kebutuhan semakin mahal. Akhirnya, banyak rakyat yang bertahan hidup dengan segala keterbatasan.
Demikianlah konsekuensi dari diterapkannya sistem kapitalisme sekuler. Dimana negara tidak mengatur kepemilikan rakyatnya. Melainkan memberi kebebasan, sehingga wajar jika yang kaya semakin kaya tapi yang miskin semakin menderita.
Islam Menyejahterakan Tiap Orang
Berbeda dengan kapitalisme, Islam mewujudkan kesejahteraan yang merata. Islam mengakui ada kepemilikan individu. Artinya, setiap individu boleh bekerja semaksimal kemampuannya untuk mendapatkan kekayaan. Akan tetapi, syariat Islam membatasi cara memperoleh kekayaan tersebut.
Kekayaan yang terkategori kepemilikan umum, haram untuk dikuasai individu. Misalnya, tambang migas dan nonmigas yang depositnya besar, sungai, laut, hutan, padang, dsb. Oleh karenanya, tambang batu bara tidak boleh dimiliki individu (swasta), baik lokal maupun asing. Tambang batu bara merupakan milik umum seluruh kaum muslim sehingga harus dikelola negara untuk kemudian hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Hasilnya bisa dikembalikan berupa produk (briket) bagi yang membutuhkan dan berupa layanan publik (pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dll.).
Islam juga melarang praktik monopoli. Imam Malik meriwayatkan di dalam Al-Muwatha’, Umat bin Khaththab ra. berkata, “Tidak boleh ada praktik monopoli di pasar-pasar milik kami.”
Imam Al-Kassany menyatakan, “Sesungguhnya praktik monopoli adalah termasuk bab kezaliman. Ini karena yang dijual di pasar betul-betul berhubungan dengan hajat umum masyarakat. Jika seorang pembeli terhalang dari membelinya karena sangat membutuhkannya, sebab praktik menahannya penjual atas pembeli dari mendapatkan hak, serta menahan hak dari yang berhak menerima, adalah kezaliman sehingga haram.”
Dengan demikian, praktik monopoli CPO dilarang dalam Islam. Terbukti, praktik ini menghalangi masyarakat dari mendapatkan minyak goreng dengan harga wajar, juga membuat ekonomi dikuasai oleh para pengusaha CPO.
Islam pun melarang monopoli untuk semua komoditas, bukan hanya minyak goreng atau komoditas tertentu. Melalui tangan negara (Khilafah), Islam memberikan sanksi tegas bagi pelaku ekonomi yang melanggar aturan, yaitu yang menguasai kepemilikan umum dan melakukan monopoli. Dengan demikian, praktik ini tidak akan terjadi di tengah masyarakat dan ketimpangan ekonomi akan dapat tercegah.
Walhasil, dengan pengaturan kepemilikan secara adil dan pengaturan cara perolehan harta oleh Khilafah, setiap individu dalam masyarakat akan mendapatkan “kue ekonomi” secara adil. Setiap orang mendapatkan kesejahteraan dan tidak akan terjadi kemiskinan ekstrem.
Jika masih ada penduduk yang miskin, misalnya karena fisik lemah, kurang akal, dsb., Khilafah akan memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar, yaitu sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Jaminan ini bersifat kontinu hingga kelemahan tersebut hilang. Wallahualam.
Tags
Opini