Oleh : Maulli Azzura
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menghadiri Sidang Dewan HAM PBB ke-52 di Jenewa, Swiss, 27 Februari 2023. Sidang ini bertepatan dengan Peringatan 75 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. (Kemlu 27/02/2023)
10 Desember 1948, melalui resolusi 217 A (III), Majelis Umum PBB menerima dan mengumumkan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia (DUHAM). Sebabnya mungkin dunia telah lelah dengan dehumanisasi, fasisme dan segala bentuk penindasan, kesewenang-wenangan. Untuk pertama kalinya, penerimaan warga dunia terhadap deklarasi tersebut, menjadi penanda dalam sejarah umat manusia, sebuah sistem nilai berlaku; menjadi universal.
Tentu ada hal yang sangat menarik untuk kita bahas bagaimana konsistensi dan realisasinya dalam pergerakan ideologi kapitalis, apakah dalam pelaksanaannya seperti yang mereka gaungkan. Lepas dari itu kita menengok terlebih dahulu bagaimana PBB dalam kancah international tidak lepas dari urusan imperialis Barat dan sekutunya. Tentunya juga kita sebagai umat islam akan memandang bahwa jargon-jargon seperti keadilan yang universal tidak akan pernah terwujud dalam sistem tersebut.
Deklarasi Universal HAM, sejatinya adalah respons atas banyaknya dehumanisasi. Fragmen-fragmen Pelanggaran HAM dapat dilihat cerita sejarah yang berisi kekejaman Perang Dunia II dari tahun 1939 hingga 1945. Sepanjang sejarah manusia, selalu ada penjajahan, perbudakan, dan pembantaian terhadap sesama manusia.Kemudian dunia mengecam itu sebagai pelanggaran atas diri manusia yang keluar dari prinsip kemanusiaan. Kenyataannya HAM adalah kedok negara -negara kapitalis untuk melepaskan diri dari jeratan hukum. Terbukti tidak ada satupun pelanggaran yang naik ke peradilan berujung pada ilusi dari keadilan hukum itu sendiri.
Islam tidak mengenal istilah HAM, karena hak asasi itu milik Allah dan manusia adalah makhluk yang wajib tunduk terhadap aturanNya. Artinya kita sebagai manusia tidak ada wewenang sedikitpun untuk menguasai diri kita sendiri kecuali adalah kepasrahan semata terhadap syariat Allah SWT. Coba kita bayangkan jika dalam suatu peperangan atau futuhad dalam kerangka Khilafah, maka korban berjatuhan bisa diklaim sebagai pelanggaran HAM , padahal sangatlah berbeda jika kita menelaah tentang arti dakwah dan jihad. Dan islam telah mencontohkan dengan begitu baik etika perang dan tujuannya. Yang mana hanya untuk memperluas aktivitas dakwah dan menyelamatkan jiwa manusia yang terbelenggu kesesatan.
Namun di era sekarang HAM telah menjadi tujuan kapitalis Barat untuk membungkam keadilan yang sesungguhnya, dengan cap intoleran bahkan sebagai bentuk tindakan radikal. Itulah sebabnya Islam tidak mengenal istilah HAM. Kita bisa melihat bagaimana penerapan terkait HAM di berbagai negara yang berbeda - beda. Misal saja di Perancis mengeluarkan peraturan melarang pemakaian jilbab di tempat umum. "Bila
kebebasanyang mereka dengungkan, mengapa Muslimah di Prancis tidak boleh bebas berjilbab?
Atau dinegri ini yang belum lama seperti kebebasan berekspresi seperti kasus Sukmawati, tentu akan destruktif pula. Yang memang HAM adalah alat bagi orang-orang yang membenci Islam untuk sebuah kebebasan hidup.
Penerapan doktrin HAM di sejumlah negara-negara Kapitalis bersifat destruktif. Sehingga mereka mengira seperti kebebasan berpakaian, berbicara atau sejenisnya adalah suatu tindakan yang memang subyektif. Maka adanya kasus-kasus yang mengarah atau mengacu pada HAM dan kita memperjuangkan keadilan dengan mengatasnamakan itu, kemustahilan sebuah keadilan hukum akan kita dapati. Oleh karenanya, tidak patut bagi kita mendengungkan HAM, apalagi cara memperoleh keadilan lewat payung hukum kapitalis. Tentunya selamanya keadilan itu takan pernah terwujud.
Wallahu A'lam Bishowab