Oleh : Ummu Hanif, Pemerhati Sosial Dan Keluarga
Kedatangan orang banyak untuk mendapatkan kesembuhan dari Ida Dayak di Depok, Jawa Barat, baru-baru ini menyadarkan kita akan dua hal. Pertama, sebagian masyarakat masih mengalami kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan dari pemerintah. Kedua, sebagian masyarakat kita percaya bahwa pengobatan alternatif nonmedis merupakan cara untuk mendapatkan kesembuhan dari penyakit yang diderita, setelah kualitas pelayanan kesehatan yang terjangkau masyarakan pada umumnya jauh dari kata berkualitas.
Bagi masyarakat golongan ekonomi menengah-bawah, menjadi peserta BPJS, baik secara mandiri maupun disubsidi pemerintah, merupakan kesempatan besar untuk berobat, yang sebelumnya terasa berat karena biaya yang tidak terjangkau. Saat ini banyak rumah sakit yang kewalahan menerima kedatangan pengunjung untuk berobat, berkat adanya BPJS. Sebaliknya, mereka yang tidak menjadi peserta BPJS karena pilihan sendiri atau tidak termasuk dalam kelompok masyarakat yang memenuhi kriteria untuk mendapatkan subsidi iuran harus mencari upaya lain untuk berobat.
Fenomena ini sebenarnya adalah fenomena wajar. Secara normal, orang yang sakit ingin segera sembuh, bahkan Allah Taala juga menegaskan kesehatan adalah kenikmatan. “Sebaik-baiknya nikmat yang dianugerahkan Allah Taala sesudah nikmat iman adalah kesehatan.
Benar, sakit dan kesembuhan adalah izin Allah Ta’ala. Tetapi secara manusiawi, tersedianya pelayanan gratis, tanpa administrasi berbelit, dan berkualitas merupakan tuntutan kebutuhan insaniah. Apapun status sosial, agama, jenis kelamin dan bangsanya.
Fakta berbondong-bondongnya masyarakat untuk mengikuti pengobatan yang dilakukan Ida Dayak memberikan indikasi bahwa mereka ingin pelayanan yang mudah. Yang mana, dalam realitas pengobatan medis modern, kondisi ini tidak didapatkan. Masyarakat butuh pengobatan gratis, tanpa aturan administrasi berbelit, seperti membawa serta KTP, kartu miskin, tanda lunas membayar premi BPJS dan lain sebagainya. Terlebih kesembuhan yang dirasakan cepat diperoleh, semakin menguatkan keinginan masyarakat untuk mengikuti pengobatan Ida Dayak.
Fakta pengobatan yang dilakukan Ida Dayak, juga seakan menjawab kondisi pelayanan kesehatan saat ini yang cenderung kapitalistik. Dimana skema BPJS Kesehatan justru telah nyata meninggalkan sisi kemanusiaan.
Betapa tidak, masyarakat dibebani premi bulanan yang nilainya cukup besar bagi masyarakat kebanyakan. Apalagi di tengah kondisi terus melambungnya berbagai harga kebutuhan dasar. Sementara ketika jatuh sakit, layanan yang diberikan BPJS jauh dari sebutan berkualitas. Mulai dari administrasi yang berbelit, diskriminatif, aspek nonmedis yang melemahkan sisi insaniah, hingga aspek medis yang beresiko negatif terhadap kesembuhan.
Berbeda jauh dengan politik dan sistem kesehatan Islam yang diselenggarakan Khilafah. Pelayananan kesehatannya begitu manusiawi. Ditandai oleh karakter pelayanan bersifat gratis, lagi berkualitas tinggi dari segi medis dan nonmedis bagi setiap individu masyarakat.
Di samping itu, ciri yang juga melekat kuat pada pelayanan kesehatan Khilafah adalah antidiskriminasi. Ini konsekuensi logis dan buah manis paradigma Islam yang akan diaraskan individu masayarakat ketika di terapakan abad ini. Selain itu, dalam pandangan Islam, kesehatan merupakan kebutuhan pokok individu masyarakat. Pengelolaannya dalam Islam diserahkan negara, yaitu pihak yang bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan ini, tentu tidak bisa lepas dari keberadaan sistem kehidupan yang lain yang harus diterapkan oleh sebuah negara berdaulat, yakni daulah Islam. Konsep sistem ekonomi Islam, sistem politik Islam, serta sistem kehidupan Islam secara keselutuhan meniscayakan ketersediaan infrastruktur pelayanan kesehatan yang tersebar merata hingga ke pelosok negeri. Berkelengkapan nonmedis dan medis terbaik khususnya peralatan kedokteran dan obat-obtan di samping fasilitas non medis. Maka masihkah kita ragu akan penerapan kembali sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan?
Wallahu a’lam bi ash showab.