Ditulis oleh: Sri Wahyu Anggraini, S.Pd (Aktivis Muslimah Lubuklinggau)
Wacana kelas rawat inap standar BPJS, jika sebelumnya pasien BPJS Kesehatan untuk ruang rawat inap dibagi berdasarkan kelas 1, 2 dan 3 maka ke depannya berlaku kelas rawat inap standar (KRIS).Menyikapi wacana kelas rawat inap standar BPJS, beberapa rumah sakit di Palembang menyampaikan tanggapannya. Menurut Kepala Bidang Keperawatan RSUD Siti Fatimah Az-Zahra H. Nuryandi, S.Kep, M.Si, pada prinsipnya rumah sakit siap."Prinsipnya kita sudah siap, untuk skenario kamar rawat inap standar. Bahkan untuk sarana dan prasarana pendukung InshaaAllah juga siap," kata Nuryandi saat dikonfirmasi, (Tribun news.com, 14/2/2023)
Wacana tersebut masih digodok, belum final. Tetapi tampaknya masyarakat tak perlu merasa gembira terhadap perubahan kebijakan BPJS. Karena bisa dipastikan kebijakan tersebut bukan untuk kepentingan rakyat.Fenomena BPJS Kesehatan ini tidak bisa dipisahkan dari paradigma negara dalam menyelenggarakan urusan masyarakat dan negara. Kebutuhan vital rakyat seperti kesehatan, seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Namun ini tidak terjadi di negara yang menerapkan sistem kapitalisme.
Luar biasa konsep jaminan kesehatan semacam ini, tak masuk akal. Dari sini juga kita sudah bisa memahami, perubahan kebijakan apapun ke depannya, itu bukanlah untuk kepentingan rakyat, melainkan untuk kepentingan para elit terkait. Ungkapan manis apapun yang keluar dari lisan mereka semisal, bahwa inilah yang namanya gotong royong sosial, itu hanya omong kosong. Aroma kapitalisasi dan liberalisasi kesehatan tercium kuat.
Pengalihan tanggung jawab negara dalam menjamin kesehatan kepada individu atau rakyat melalui BPJS adalah bukti bahwa negara telah melakukan liberalisasi di bidang pengelolaan kesehatan. Kesehatan, pendidikan, keamanan adalah kebutuhan pokok yang harus dijamin oleh negara untuk hajat hidup orang banyak. Melalui BPJS negara mengajak rakyat untuk membiayai fasilitas kesehatannya sendiri. Fasilitas tersebut yang didapatkan dipengaruhi oleh besaran tarif yang dibayar oleh rakyat. Adanya kesenjangan pelayanan BPJS.
Pelayanan BPJS yang berkelas-kelas berdasarkan besarnya biaya yang sanggup dibayarkan rakyat adalah bukti kezaliman yang nyata. Namanya orang sakit, semua butuh pelayanan maksimal dan optimal. Karena ini menyangkut hidup matinya seseorang. Tapi, urusan nyawa tidak lebih penting daripada urusan duit atau iuran yang dibayarkan peserta BPJS. Walhasil, banyak rakyat yang tidak sabar akhirnya mengambil biaya normal yang cukup mahal tanpa menggunakan fasilitas BPJS karena kecewa dengan pelayanan BPJS.
Jaminan kesehatan BPJS yang tidak bersifat parsial. Kesehatan yang harus dijamin negara tak hanya dalam hal pengobatan tapi juga wajib dalam hal pencegahan. Tapi sistem kapitalisme sekuler ini semakin memperparah kondisi kesehatan rakyat. Sistem yang sakit melahirkan orang-orang yang mudah sakit pula. Bahkan penyakitnya semakin bertambah dan berkembang semakin banyak.
Selain itu adanya kekeliruan pemerintah mencari sumber dana dalam menyelenggarakan kesehatan. Sekali lagi untuk menyelenggarakan bkesehatan yang bermutu memang butuh biaya yang tinggi. Seharusnya penguasa memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah ruah di negeri ini. Menjadikan hal tersebut sebagai sumber dana segar untuk selenggarakan kesehatan yang bermutu dan gratis. Bukan malah kapitalisasi kesehatan. Sehingga SDA tersebut dikuasai dan dinikmati kapitalis asing. Ini kezoliman yang nyata pula.
Akan berbeda ketika Islam diterapkan dalam kehidupan bernegara. Dalam sistem Islam, negara memiliki tanggung jawab penuh terhadap jaminan pelayanan kesehatan gratis yang berkualitas. Nabi SAW bersabda, “Setiap dari kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas orang-orang yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Jaminan kesehatan dalam sistem Islam adalah pelayanan kesehatan terbaik sepanjang masa. Salah satu bukti sejarah yaitu, Rumah sakit di Kairo yang didirikan pada tahun 1284 M, oleh Raja Al-Mansur Qalawun. Rumah sakit dengan kapasitas 8.000 tempat tidur, yang dilengkapi masjid untuk pasien muslim dan kapel untuk pasien Kristen. Rumah sakit ini dilengkapi dengan musik terapi untuk pasien yang menderita gangguan jiwa. Setiap hari melayani 4.000 pasien secara gratis. Layanan gratis yang diterima pasien tidak hanya biaya pengobatan atau perawatan rumah sakit. Pasien juga mendapatkan makanan dan uang kompensasi selama berada di rumah sakit. Bahkan, pasien diberi uang saku ketika diperbolehkan pulang. Namun, jika ada pasien yang meninggal, maka biaya pemulasaraannya akan ditanggung oleh rumah sakit.
Dalam politik ekonomi Islam harus memastikan bahwa rakyat mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak, terbaik, dan gratis. Kesehatan rakyat menjadi tanggung jawab negara. Maka kepala negara (khalifah) harus menjamin setiap rakyat untuk mendapatkan layanan kesehatan dari negara dengan murah bahkan gratis. Islam mengharamkan kesehatan dikelola dengan mekanisme asuransi dengan premi yang harus dibayar oleh rakyat. Betapa indah dan nyamannya pelayanan kesehatan dalam Islam. Kondisi yang sulit terwujud dalam sistem kapitalisme. Dimana masyarakat harus membayar dengan harga yang sangat mahal ketika sakit. Jika sistem Islam lebih memberikan jaminan yang pasti, lantas mengapa kita harus menggantungkan nasib kesehatan pada sistem kapitalisme yang menjadikan masyarakat sebagai objek bisnis dalam kesehatan? Sudah saatnya umat sadar dan kembali kepada sistem Islam di bawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah, yang terbukti menjamin kebutuhan pokok rakyatnya.
Wallahu alam bishowab
Tags
Opini