Tragedi Depo Plumpang, Buruknya Perencanaan Kawasan




Oleh : Sukey
Aktivis muslimah ngaji

Kebakaran hebat terjadi di Depo Pertamina Plumpang, Jalan Tanah Merah Bawah, Kelurahan Rawa Badak Selatan, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Jumat (3-3-2023) malam. Api pertama kali dilaporkan muncul pada pukul 20.11 WIB, berasal dari ledakan pipa bahan bakar minyak (BBM) di area depo.

Sebelum terjadi dentuman keras, malam itu bau bensin di jalan Tanah Merah, Koja, Plumpang, Jakarta Utara sangat menyengat, ada warga yang muntah hingga pingsan. Ledakan yang diduga akibat meledaknya pipa BBM itu memerahkan malam menjadikan kampung koja bak neraka. Jumlah pengungsi sebanyak 600 warga ditampung di lima lokasi. Hingga saat ini korban tewas sebanyak 19 orang dan 50 orang luka bakar. 

Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menilai pemerintah gagal mengurus BUMN. “Pemerintah dinilai gagal mengurus BUMN, dibutuhkan evaluasi besar-besar terhadap Kementerian BUMN agar benar-benar memantau aspek safety ini secara sungguh-sungguh,” ujarnya dalam acara Breaking News: Tragedi Plumpang, Tanggung Jawab Siapa? di kanal YouTube Al FATH Corporation, Senin (6/3/2023).

Ia menyebut, kinerja Menteri BUMN Erick Thohir terhadap BUMN dinilai buruk oleh banyak pihak. Apalagi sekarang disibukkan oleh pekerjaan lain seperti mengurus sepak bola, kepanitiaan non BUMN dan segudang kesibukan lainnya. “Patut diduga bahwa pengawasan Erick terhadap BUMN terbengkalai,” ucapnya.

Sebelumnya pada 2022, kebakaran terjadi di kilang minyak Balikpapan. Pada 2021, di kilang minyak Balongan dan Cilacap. Kalau melihat kejadian seperti ini, seharusnya tidak terjadi dan tidak terulang lagi. Pertamina harusnya mewaspadai hal-hal yang dapat memicu kebakaran tersebut, khususnya pada fasilitas-fasilitas strategis, walaupun sebenarnya prosedur keselamatan di fasilitas itu sudah ketat.

Karena area tersebut merupakan obyek vital yang rawan kebakaran, maka kebutuhan akan zona penyangga antara depo dan pemukiman sangatlah penting. Saat kebakaran di 2009 lalu, Yusuf Kalla yang masih menjabat sebagai Wakil Presiden, mendesak untuk membuat zona penyangga (buffer zone) antara depo dan kawasan perumahan selebar 50 meter. 

Pembangunan kota seharusnya tidak menabrak master plan zonasi kota yang telah ditetapkan. Bila hal ini dilakukan terus menerus maka pembangunan akan berantakan dan yang dirugikan adalah manusia di dalamnya. 

Hari ini penataan ruang kota terlihat sebagai penataan uang. Karena tujuan pembangunan mengarah pada ekonomi dan aktor pembangunannya adalah korporat dan birokrat. Capaian keberhasilan pembangunannya juga diukur dari pembangunan fisik dan urusan masyarakat tergadaikan. 

Sayangnya, solusi yang ditawarkan penguasa adalah sebatas relokasi yang bahkan sambil mengungkit kembali perihal lahan reklamasi di Teluk Jakarta. Padahal, kita paham, reklamasi ibarat luka sosial yang tertoreh di benak masyarakat Jakarta tersebab kentalnya kepentingan taipan Sembilan Naga dan jejaring oligarki di balik reklamasi tersebut. Oligarki itu berada pada bagian paling atas dalam struktur politik Indonesia. Mereka punya suruh-pesuruh lah, yakni aparatur negara kita sekarang, aparat negara kita. Sehingga dibikinlah aturan dan sistem yang mengabdi kepada kepentingan oligarki.

Hari ini penataan ruang kota terlihat sebagai penataan uang. Karena tujuan pembangunan mengarah pada ekonomi dan aktor pembangunannya adalah korporat dan birokrat. Capaian keberhasilan pembangunannya juga diukur dari pembangunan fisik dan urusan masyarakat tergadaikan. 

Sedangkan dalam Islam, dalam membangun kota sangat berbeda sudut pandangnya. Pembangunan kota bertujuan terwujudnya maqashid syariah yang antara lain memelihara jiwa manusia. Aktor pembangunannya adalah pemerintah, masyarakat dan syirkah swasta. Sedang capaian keberhasilan pembangunan kotanya adalah berjalan harmonisnya pembangunan fisik dan manusianya. 

Di titik inilah pentingnya aspek ideologis untuk menjadi arah pandang dalam pembangunan infrastruktur dan perencanaan tata ruang/kota. Kapitalisme jelas mandul solusi karena jumlah artefak kapitalisasi di Jakarta sudah lebih dari cukup untuk kita saksikan. Sungguh, hendaklah kita berkiblat pada penerapan ideologi Islam dalam rangka merencanakan tata ruang/kota, yakni sebagaimana Khilafah berhasil memvisualisasikan peradaban gemilang selama 13 abad dengan beragam bangunan peninggalan yang mampu berfungsi hingga jangka panjang.

Kawasan permukiman menurut Islam harus layak sebagai wujud pemenuhan kebutuhan primer manusia. Keselamatan warga harus menjadi target utama penguasa dalam penyelenggaraan suatu pemukiman. Keberadaan pemukiman tidak semestinya berdekatan dengan kawasan-kawasan industri, pabrik, maupun pertambangan. Sebaliknya, pemukiman sebaiknya berdekatan dengan kawasan peribadatan, pendidikan, ekonomi masyarakat, dan pusat-pusat pemerintahan, baik di pusat maupun perdesaan. Di samping itu, kondisi ini membutuhkan sistem infrastruktur dan transportasi yang memadai, bukan yang pembangunannya hanya demi gengsi dan reputasi.
Rasulullah saw. bersabda, “Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain. Barang siapa membahayakan orang lain, maka Allah akan membalas bahaya kepadanya dan barang siapa menyusahkan atau menyulitkan orang lain, maka Allah akan menyulitkannya.” (HR Al-Hakim dan Baihaqi).

Wallahualam bissawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak