Oleh: Mariyam Sundari
(Praktisi Komunikasi Penyiaran)
Menjelang pelaksanaan Piala Dunia U-20, kehadiran tim sepakbola dari Israel kini mulai menjadi sorotan. Walaupun disisi lain banyak sejumlah kalangan yang secara terang-terangan menyampaikan penolakan kehadiran mereka. Namun, jika penguasa masih terus menerapkan sistem kapitalis, bisa jadi mereka akan tetap diterima dan bisa bermain dalam negeri ini. Dengan alasan, wajib bagi negara sebagai tuan rumah memfasilitasi pemain.
Lantas, apa tujuan negara menerima Timnas ini? Kita lihat potensi ekonomi dari perhelatan Piala Dunia sangatlah besar, seperti hotel, penonton, wisatawan, dan sebagainya. Ini jelas akan ada keuntungan ekonomi dibalik penerimaan ini.
Namun, keuntungan ini, tidaklah sebanding dengan kejahatan yang dilakukan Israel terhadap muslim di Palestina. Dimana kita ketahui bahwa Israel adalah negara penjajah yang melakukan penyerangan secara bertubi-tubi terhadap penduduk Palestina.
Lalu, apa yang menjadi solusi untuk menghadapi Israel? Yang jelas, bukan hanya sekedar mengutuk Israel, ataupun menolak kedatangan Tim sepakbolanya, tetapi seharusnya bersikap tegas, dan siap memerangi siapapun yang memerangi kaum muslimin. Dan cara ini hanya bisa dilakukan oleh negara Khilafah.
Seperti yang sudah terlihat dari perjuangan Panglima Salahuddin Al Ayyubi, yang membebaskan tanah suci Palestina dari cengkeraman tentara salib dengan cara mengirim pasukan kaum muslimin dan memerangi tentara salib. Sebab beliau paham akan perintah dari Allah SWT, (baca Al-Qur’an: 191). Bukan dengan cara kecaman, diplomatik hipokrit, ataupun solusi-solusi menyesatkan ala sistem kapitalis saat ini.
Begitupun sikap tegas Sultan Abdul Hamid II, penguasa khilafah Utsmaniyyah, yang menolak mentah-mentah tawaran Teodor Herzl, salah satu tokoh utama gerakan zionisme Israel yang mengunjungi Sultan (1902), dengan maksud memberi tawaran menggiurkan kepada Khalifah.
Yang berupa paket hadiah sebesar 150 juta poundsterling jika dirupiahkan mencapai 2,7 triliun untuk pribadi Sultan. Juga tawaran semua utang Khilafah Utsmaniyyah mencapai 33 juta poundsterling akan dilunasi, akan dibuatkan kapal induk untuk menjaga pertahanan senilai 120 juta prank, diberikan pinjaman tanpa bunga sebesar 35 juta poundsterling, dan akan dibangunkan sebuah universitas Utsmaniyyah di Palestina. Namun, tawaran ini disertai dengan konvensasi Sultan Abdul Hamid II harus memberikan sebuah wilayah untuk permukiman Israel di tanah Palestina.
Dengan nada tegas dan penuh ancaman Sultan Abdul Hamid II mengatakan. “Sesungguhnya, saya tidak akan melepaskan kendati hanya satu jengkal tanah Palestina, sebab ini bukan milik pribadiku, tetapi tanah wakaf kaum muslimin. Rakyatku telah berjuang untuk memperolehnya sehingga mereka siram dengan darah mereka. Silahkan Yahudi menyimpan kekayaan mereka yang miliaran itu. Bila pemerintahanku ini tercabik-cabik, saat itu baru mereka dapat menduduki Palestina dengan gratis. Adapun jika saya masih hidup, maka tubuhku terpotong-potong, adalah lebih ringan ketimbang Palestina terlepas dari Pemerintahanku.”
Sikap tegas seperti ini, akan mudah dilakukan oleh pemimpin Khilafah. Sungguh Palestina saat ini sangat membutuhkan adanya Daulah Khilafah. Tunggu apalagi, jika aturan Islam (Khilafah) ditegakkan. Maka, bukan hanya Palestina yang akan mendapatkan perlindungan dari negara tetapi seluruh umat akan sejahtera, Insya Allah. []
Tags
Opini