Sembako Berulang Naik, Tradisi Buruk Tidak Terselesaikan



Oleh : Eri 
(Pemerhati Masyarakat)



Menjelang ramadhan harga sembako bergerak naik. Masalah ini terus berulang. Solusi demi solusi tak mampu menyelesaikan masalah. Masyarakat dihadapkan pada kenyataan ini tanpa ada perubahan. Seolah bosan mengeluh, masyarakat dipaksa menerima kenyataan. 

Seperti biasa harga bahan pokok yang naik tidak jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Harga beras medium naik ke Rp13.620 per kg, bawang merah naik ke Rp36.050 per kg, cabai merah keriting naik ke Rp44.230 per kg, telur ayam ras naik ke Rp28.000 per kg, dan minyak goreng kemasan sederhana naik ke Rp18.000 per liter.

Permintaan barang yang naik, selalu menjadi alasan. Kabid Infokom Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Reynaldi Sarijowan mengatakan, harga-harga sembako memang mulai beranjak naik karena meningkatnya permintaan. (cnbcindonesia.com 10/03/23)

Dalam sistem ekonomi kapitalis jumlah barang di pasar bisa mempengaruhi harga. Semakin sedikit peredaran barang di pasar dan tinggi permintaan mendorong harga terus naik. Sebaliknya peredaran barang yang melimpah dan permintaan yang rendah, maka harga akan anjlok. Sehingga penawaran (supply) dan permintaan (demand) memicu perubahan harga. 

Selain itu, kenaikan harga juga dipengaruhi oleh distribusi yang tidak merata, penimbunan oleh oknum-oknum nakal sampai cuaca ekstrem yang mengancam gagal panen. Bila permasalahan sama terus berulang, mengapa pemerintah tidak mampu menyelesaikan secara tuntas? 

Namun sayang, respon pemerintah masih sebatas ketika harga sembako naik. Pemerintah dinilai bak 'pemadam kebakaran' dalam menangani harga sembako. Kondisi ini seharusnya menyadarkan masyarakat bahwa kebijakan pemerintah masih jauh dari harapan. Sulit terwujud di alam kapitalisme. Tidak akan mampu mensejahterakan rakyat. Bahkan mewujudkan swasembada pangan. 

Selama ini operasi pasar menjadi jalan pintas pemerintah mengendalikan harga. Namun, cara yang dilakukan berulang kali dinilai gagal total. Sebab, pemerintah bekerja sama dengan korporasi yang justru menambah masalah bagi pedagang. Kalaupun berhasil menurunkan harga, itu hanya sesaat. 

Aspek distribusi yang carut marut turut berperan dalam lonjakan harga. Apalagi, pasar bebas tidak menginginkan peran pemerintah dalam distribusi. Sehingga, rakyat harus mengeluarkan biaya lebih untuk mendapatkan pangan. Bila seperti ini, rakyat semakin terzalimi.

Dalam sistem Islam, pemerintah memiliki peran sebagai pengatur urusan umat. Berbeda dengan sistem kapitalisme yang pengendali ada di tangan korporasi. Sebagai pengurus umat, pemerintah wajib menjamin kebutuhan umat terpenuhi. Selain itu, melindungi dari segala bentuk kejahatan.

Mekanis pasar bebas ala kapitalisme sangat menyengsarakan rakyat. Oleh karenanya, negara wajib mengganti mekanisme pasar sesuai syariat. Dengan menerapkan sistem ekonomi Islam mulai dari proses produksi, distribusi hingga perdagangan.

Bahkan sanksi tegas wajib ditegakkan bagi pelaku penimbunan, penipuan atau rekayasa dalam transaksi pasar dan aktivitas yang merugikan rakyat. Dengan ini, menutup celah perilaku kejahatan yang serupa dan memberikan efek jera bagi pelaku.

Sungguh, peran pemerintah dalam sistem Islam membawa kesejahteraan. Sebab negara menjalankan fungsinya sebagai pelayan (raa'in) dan pelindung (junnah) bagi rakyatnya. Seperti sabda Rasulullah Saw., "Imam (Khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya" (HR al-Bukhari). 

Dengan demikian, kenaikan harga sembako tidak akan berulang. Rakyat akan menjalani kehidupan dengan tenang, tanpa ketakutan tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Hanya Islam yang diterapkan secara komprehensif dalam sistem pemerintahan yang dapat mewujudkan kesejahteraan. Waallahu a'lam bis shawwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak