Oleh: Gitaanissaf, S.E
Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung kembali mendapat sorotan. Pasalnya, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) berencana meminjam ke China Development Bank (CBD) sekitar Rp8,3 triliun untuk ikut menutupi pembengkakan biaya pembangunannya. (VOA, 17/02/2023).
Pembengkakan biaya proyek KCJB ini tak sesuai dengan pengajuan pemerintah Cina. Diketahui, biaya proyek KCJB sudah mengalami pembengkakan beberapa kali.
Awalnya biaya kereta cepat yang diajukan Cina senilai US$ 5,5 miliar atau sekitar Rp 83,6 triliun. Kemudian Kereta Cepat Indonesia China atau KCIC mengestimasikan terdapat pembengkakan biaya menjadi US$ 7,5 miliar atau Rp 114,1 triliun per November 2022. Pemerintah kemudian melakukan negosiasi kembali dengan pemerintah Cina. Akhirnya kedua pihak sepakat pembengkakan biaya diturunkan menjadi US$ 1,2 miliar. (katadata, 17/02/2023).
Bengkaknya biaya KCBJ menunjukkan bukti bahwa perencaaan yang tidak cermat dari pemerintah dalam membangun kerjasama dengan investor. Pasalnya pembangunan kereta cepat juga melenceng dari kesepakatan awal, di mana pemerintah maupun Cina menjanjikan bahwa proyek ini tidak akan menggunakan dana APBN. Namun demikian, pembengkakan kereta cepat membuat pemerintah Indonesia akhirnya mengucurkan dana APBN melalui Penyertaan Modal Negara atau PMN sebesar Rp3 triliun, namun ternyata masih belum cukup lalu akhirnya disiasati dengan mengajukan hutang ke CBD (China Development Bank).
Ekonom CORE Indonesia Muhammad Faisal mengungkapkan pembengkakan biaya dalam proyek ini merupakan akibat dari perencanaan yang buruk sehingga tidak ada mitigasi risiko dari awal. Alhasil, katanya, pemerintah dihadapkan pada pilihan yang sulit.
“Jadi akhirnya larinya ke utang. Utang dalam jangka pendek mungkin bisa mengatasi permasalahan APBN, tapi dalam jangka panjang bisa membebani ekonomi, membebani APBN itu sendiri dan juga rakyat. Padahal pasca COVID-19 utang kita juga sudah membengkak, jadi artinya ini akan semakin membebani, baik ke pemerintah maupun ke BUMN atau swasta,” kata Faisal.
Seharusnya, kata Faisal, pemerintah membebankan sebagian besar pembengkakan biaya itu kepada konsorsium China karena mereka keliru dalam melakukan kalkulasi awal. (VOA, 17/02/2023).
Melaksanakan pembangunan infrastruktur tanpa perencanaan yang matang, akan menyulitkan negara terutama rakyat. Apalagi untuk proyek yang sejatinya bukan program prioritas dan bemanfaat untuk banyak orang di tengah ketiadaan dana negara. Dan juga hutang seperti ini juga bisa membahayakan kedaulatan negara.
Di sisi lain, masih banyak problem prioritas yang menanti solusi tuntas negara, seperti mengentaskan kemiskinan, stunting, rumah layak huni , bangunan sekolah, jalan dll. Namun pemerintah terus mengalihkan perhatiannya pada pihak korporat dengan mengabaikan kondisi ekonomi rakyat yang kian sekarat.
Ini adalah buah dari sistem sekuler-kapitalis, dimana standar tolak ukur yang dipakai berpatok pada materi. Sehingga penguasa yang seharusnya memprioritaskan kepentingan umat yang merupakan sebuah tanggung jawab dan amanah palah justru selalu mengutamakan kepentingan para pemilik modal. APBN yang seharusnya digunakan untuk kepentingan dan kesejahteraan umat, justru kerap kali digunakan sebagai pelicin berbagai kepentingan korporat. Dan akhirnya pajak rakyatlah yang akan dikenakan sebagai sumber pengisi kantong APBN lagi.
Islam sebagai suatu sistem yang sempurna memiliki aturan pemerintahan yang sesuai dengan fitrah dan kebutuhan manusia. Dalam Islam sumber daya alam yang merupakan kepemilikan umum akan dikelola dan dimanfaatkan oleh negara untuk sumber pemasukan APBN untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Islam memiliki skala prioritas proyek pembangunan dan juga memiliki sumber dana yang luar biasa yang mampu menyokong proyek-proyek negara. Dengan demikian negara tidak akan tergantung pada negara lain, apalagi harus terlibat hutang yang mengandung riba, sesuatu yang sudah jelas diharamkan dalam Islam.
Semua kebijakan yang diambil dalam pemerintahan Islam senantiasa memprioritaskan kepentingan dan kebutuhan rakyat. Para pejabatnya pun memiliki sakhshiyyah (kepribadian) yang berlandaskan pada akidah Islam, sehingga berkepribadian jujur dan amanah. Sehingga akan lebih bertanggung jawab dan profesional dalam melaksanakan proyek-proyek yang diamanahkan kepadanya.
Tidakkah kita rindu dengan sosok pemimpin yang demikian ?
Wallahua'lam bi ash-shawwab
Tags
Opini