Proyek KCJB Syarat Kepentingan Oligarki Dan Obor




Oleh : Maulli Azzura

Sarana dan prasarana adalah obyek vital sebuah negara demi melancarkan kegiatan ekonomi sebuah negara. Oleh karenanya setiap negara terus memajukan sistem transportasi dan selalu meng-upgrade demi mencapai kemajuan ekonominya. Pun tak terkecuali mengembangkan fasilitas transportasi berbasis kereta cepat seperti  yang sedang dibangun oleh pemerintah dengan sebutan KCJB.

Biaya pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) membengkak dari rencana awal. Semula proyek ini ditargetkan hanya memakan dana US$5,13 miliar sekitar Rp76,95 triliun (asumsi kurs Rp15 ribu) oleh Pemerintah China pada 2015 silam. Anggaran itu jauh lebih murah dari penawaran Jepang yang memasang angka investasi di US$6,2 miliar atau setara Rp94,2 triliun. KCJB yang dibangun kini memiliki mekanisme kepemilikan 60 persen milik Indonesia dan 40 persen milik China. (cnnindonesia.com 14/02/2023)

Tentu butuh perencanaan yang matang, karena dibutuhkan dana yang tak sedikit. Lantas tepatkah menjalankan proyek-proyek seperti ini bila disisi yang lain masih banyak kasus kemiskinan, kelaparan serta kesenjangan sosial seperti kesejahteraan buruh dll.Tidak bisa dipungkiri proyek seperti KCJB memerlukan biaya trilyunan rupiah. Sedang saat ini pemerintah telah menelan angaran lebih dari $1,2 Milyar meleset dari perhitungan kesepakatan antara Indonesia-China selaku pelaksana proyek tersebut.

Dalam pelaksanaannya biaya tersebut terjadi pembengkakan. Sehingga memaksa pemerintah mengajukan hutang ke pihak swasta. Jika demikian, tentu akan menambah pundi-pundi hutang negara yang saat ini telah mencapai lebih dari 7000 Triliun. Pemerintah harusnya sadar, dan segera menghentikan proyek tersebut. Yang perlu dipahami mengapa pemerintah terkesan abai dengan keadaan rakyatnya serta tidak mencurigai China yang terlihat terus mencengkram negeri ini dengan hutang lewat proyek-proyek strategis yang menggiurkan tersebut?

Kita harusnya sadar bahwa China melancarkan proyek OBOR (One Road One Belt ) dengan menawarkan pembangunan infrastruktur , termasuk proyek IKN, KCJB dan proyek-proyek lainnya. Mereka terus mendominasi kan ideologi sosialisnya di negri ini untuk menguasai sektor strategis negara kemudian lambat laun dengan membengkaknya hutang tersebut, mereka akan lebih gampang menguasai negri ini. Inilah salah satu strategi imperialis China dalam melebarkan sayapnya bersaing dengan Kapitalis Barat.

Secara historis perlu kita ketahui bahwa negara maju akan menguasai negara berkembang dan negara berkembang akan menguasai negara miskin. Begitulah pola Kapitalisme Liberalis dan Sosialisme Komunisme yang memang keduanya mempunyai karakter yang sama sebagai penjajah. Dengan jalan memberi hutang dan menawarkan proyek berbasis modern, tentu sangat menggiurkan. Dan juga ditambah rezim yang saat ini berkuasa cenderung berkiblat ke China. Tentu hal ini telah menjalin kesepakatan, baik rezim maupun China selaku pelaksana proyek mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Tanpa ada belas kasih dengan kondisi negeri yang mengalami goncangan politik dan ekonomi, akibat diterapkannya sistem kufur Kapitalis yang disisi lainya SDA juga digerogoti oleh Sosialisme Komunis.

Indonesia merupakan ladang bisnis yang cukup basah bagi dunia transportasi darat. Karena merupakan negara kepulauan yang otomatis akan sangat bergantung pada koneksi darat agar lebih cepat dan efisien. Kapitalisme memandang dunia transportasi sebagai sebuah industri. Cara pandang ini mengakibatkan kepemilikan fasilitas umum transportasi dikuasai oleh perusahaan atau swasta yang secara otomatis mempunyai fungsi bisnis, bukan fungsi pelayanan. Yang seharusnya negara sebagai pelayan rakyatnya tidak sepeserpun membebani rakyatnya apalagi dengan memungut tarif. Lagi-lagi semua proyek termasuk KCJB merupakan ladang bisnis juga praktik korupsi berjamaah oleh oknum oligarki. Tidak ada sama sekali yang mengarah pada terciptanya pelayanan masyarakat atau rakyat secara efisien dengan tepat sasaran.Yang ada hanyalah cara mereka mengambil untung sebesar- besarnya.

Berbeda dengan Sistem Islam yang mengelola layanan publik. Ada tiga prinsip sistem Islam dalam mengelola layanan publik. Pertama, prinsip bahwa pembangunan infrastruktur adalah tanggung jawab negara, bukan hanya karena sifatnya menjadi tempat lalu lalang manusia, tetapi juga terlalu mahal dan rumit untuk diserahkan ke investor swasta. 

Kedua, prinsip bahwa perencanaan wilayah yang baik akan mengurangi kebutuhan transportasi. Itu artinya perencanaan yang baik dan terarah tidak akan menjadi sesuatu yang mubadzir.

Ketiga, negara membangun infrastruktur publik dengan standar teknologi terakhir yang dimiliki. Teknologi yang ada termasuk teknologi navigasi, telekomunikasi, fisik jalan hingga alat transportasinya itu sendiri. 

Maka solusi yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah menata ulang basis pengelolaan transportasi. Tidak boleh dikelola dari aspek bisnis. Tidak boleh dikelola dengan tata cara muamalah yang melanggar aturan Islam. Negara harus mengelolanya dalam rangka melayani kebutuhan rakyatnya. Sehingga sesuai kebutuhan saja bahkan digratiskan. Seperti yang pernah dilakukan pada masa Khilafah Utsmaniyah.

Wallahu a'lam bishshowwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak