Pengerdilan Makna Pengajian, Sekadar Pengalihan Isu Masalah Kemiskinan



Oleh : Nun Ashima
(Pemerhati Remaja)


Ketua Dewan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati Soekarnoputri, menjadi sorotan kembali setelah pidatonya memicu kontroversi di media sosial (medsos). Pidato Megawati itu terucap saat ia menjadi pemateri dalam Seminar Nasional Pancasila dalam Tindakan: 'Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan, Kekerasan dalam Rumah Tangga, serta Mengantisipasi Bencana' di Jakarta Selatan pada Kamis (16/2/2023).

Acara tersebut dihadiri Panglima TNI Laksamana Yudo Margono, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, beberapa menteri, dan Kepala BPIP Yudian Wahyudi. Salah satu pidato Megawati yang kontroversial adalah ketika membahas masalah anak stunting.
Dia mengaitkannya dengan aktivitas keagamaan kaum ibu yang waktunya tersita untuk pengajian sehingga lupa mengurus anak. Alhasil, ia sampai berpesan agar kaum ibu bisa membagi waktu agar waktunya tidak habis untuk pengajian dengan melupakan asupan gizi anak.

Sontak pidato tersebut pun langsung mendapat tanggapan dari MUI. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis, menanggapi pidato Megawati Sukarnoputri terkait ibu-ibu pengajian. Dalam pidatonya, Megawati mengingatkan agar ibu-ibu pengajian tidak melupakan tugasnya mengurus anak supaya anak tidak kekurangan gizi.
Menanggapi hal tersebut, Kiai Cholil mengatakan, ibu-ibu yang rajin ke pengajian tidak menelantarkan anak-anaknya. Karena kebanyakan ibu-ibu yang datang ke pengajian, anak-anaknya sudah besar.

Ia mengingatkan, bahkan ibu-ibu yang datang ke pengajian lebih sebentar menghabiskan waktu, ketimbang ibu-ibu yang bekerja kantoran atau menjalankan bisnis.
"Waktunya untuk ngaji lebih sebentar daripada wanita yang kerja kantoran atau bisnis," kata Kiai Cholil kepada Republika, Ahad (19/2/2023).

Hadir di pengajian dianggap melalaikan anak adalah tuduhan tidak berdasar. Hal Ini adalah salah satu bentuk salah paham terhadap aktifitas menuntut ilmu agama yang hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap muslim termasuk muslimah.
Rasulullah Saw Bersabda :  

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِم
Mencari ilmu itu wajib atas setiap muslim (HR Ibnu Majah).

Kewajiban mencari atau meraih ilmu ini juga bisa dipahami dari kewajiban setiap muslim untuk selalu terikat dengan hukum-hukum Allah Swt atau syariah Islam. Sebabnya, setiap perbuatan manusia sekecil apapun, baik atau buruk, akan dibalas oleh Allah Swt di akhirat kelak. Allah Swt berfirman:
فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ . وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ 
Karena itu siapa saja yang melakukan kebaikan sekecil apapun akan melihat balasan (kebaikan)-nya dan siapapun yang melakukan keburukan sekecil apapun akan melihat balasan (keburukan)-nya (TQS az-Zalzalah [99]: 7-8).
  
Karena itulah dalam kaidah ushul, sebagaimana dinyatakan oleh Al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, disebutkan:
اَلْأَصْلُ فِي اْلأَفْعَالِ التَّقَيُّدُ باِلْحُكْمِ الشَّرْعِيِّ
Hukum asal perbuatan manusia adalah terikat dengan hukum syariah.
Karena itu pula, agar selalu terikat dengan syariah Islam, setiap muslim wajib mengetahui terlebih dulu hukum syariah atas setiap perbuatan yang akan dia lakukan: apakah wajib, sunnah, mubah (halal), haram atau makruh. Oleh karena itu, semuanya akan dihisab dan dibalas oleh Allah Swt di akhirat kelak. 

Itulah mengapa setiap muslim wajib mencari ilmu-ilmu agama (tafaqquh fî ad-dîn). Bahkan di antara kebaikan yang Allah Swt berikan kepada seorang muslim adalah saat dia paham agama. Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ 
Siapa saja yang dikehendaki oleh Allah kebaikan, Dia akan memberikan kepada dirinya paham agama (HR al-Bukhari dan Muslim).

Agar paham agama, seseorang tentu harus banyak belajar agama.  Rasulullah Saw Bersabda :"Sungguh ilmu itu hanya (bisa dikuasai) dengan belajar," (HR al-Bukhari dan Muslim).
Pengajian menjadi tempat alternatif untuk memahami berbagai hukum Allah secara kaffah yang dibutuhkan dalam mengarungi kehidupan, termasuk dalam mendidik anak agar selalu dalam ridha Allah subhanahu wa'taala.

Ilmu wajib yang justru tidak didapatkan di bangku sekolah yang saat ini memiliki kurikulum sekuler. Ilmu agama bahkan dianggap tidak penting sehingga hanya diberi waktu 2 jam per minggu, bahkan lebih parah lagi ada juga diwacanakan rencana untuk dihapus dari kurikulum pendidikan.
Jadi di dalam sistem kapitalisme tidak mungkin ada ruang untuk menjadikan hukum-hukum Islam bisa dipelajari, diamalkan, apalagi diterapkan untuk mengatur kehidupan.

Dalam negara Islam (Khilafah) mengkaji Islam secara kaffah itu bagian dari program pembinaan kepribadian setiap individu yang terintegrasi dalam kurikulum dan kebijakan negara lainnya, sehingga menghasilkan individu yang beriman dan bertakwa, tinggi taraf berpikirnya, kuat kesadaran politiknya yang juga menjadi bekal bagi para ibu untuk mendidik anaknya menjadi muslim yang berkepribadian Islam calon pemimpin masa depan.

Jadi mengkaitkan antara kebiasaan ibu-ibu yang suka datang pengajian dengan masalah stunting merupakan tuduhan keji dan menyesatkan. Karena sejatinya, problem stunting yang menjadi masalah negeri ini terjadi karena kemiskinan. Dan kemiskinan tersebut diakibatkan karena penerapan sistem kapitalisme untuk mengatur kehidupan. Dimana asas sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan telah menjadikan penguasa abai terhadap urusan rakyatnya, termasuk dalam hal pemenuhan kebutuhan gizi keluarga.

Sistem ini membuat penguasa diposisikan hanya sebagai regulator yang tidak peduli dengan nasib rakyatnya dalam memenuhi kehidupan keluarga dikarenakan lapangan pekerjaan yang sulit didapat, sementara harga-harga bahan pokok yang terus meningkat telah membuat beban rumah tangga semakin berat. Kekayaan alam yang jumlahnya melimpah ruah pun pada akhirnya dikeruk oleh para korporat, sedangkan kondisi masyarakat justru makin melarat.

Padahal dalam pandangan Islam posisi penguasa adalah sebagai pelayan, pengatur, dan pelindung umat, bahkan konsekuensi dari amanahnya tersebut bukan hanya berlaku di dunia melainkan sampai ke akhirat.
Rasulullah Saw bersabda:"Seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap rakyatnya,"(HR. Bukhari Muslim).

Wallahu alam bish-sawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak