Oleh: Siti Rohma, S.Ak.
Aktivis Muslimah
Kembali memanas dengan adanya isu penundaan pemilu. Kali ini dipicu dengan munculnya keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang menghukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menghentikan sisa tahapan Pemilu 2024 dan mengulang tahapannya dari awal selama 2 tahun, 4 bulan, dan 7 harihari, (medan.tribunnews.com, 03/03/2023).
Putusan kontroversial tersebut diketok majelis hakim PN Jakpus mengenai gugatan Partai Prima kepada KPU sebab merasa dirugikan dalam proses verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu. Dalam proses tersebut, KPU membeberkan bahwa Partai Prima tidak memenuhi syarat sehingga tidak dapat mengikuti proses verifikasi faktual untuk lolos menjadi partai peserta Pemilu 2024.
Beberapa pihak telah menilai, bahwa putusan penundaan Pemilu ini tidak masuk akal dan cacat secara hukum. Mahfud MD sebagai Menkopolhukam, menyebut keputusan ini “salah kamar”.
Menurut Mahfud MD, perkara sengketa Pemilu semacam ini bukanlah perkara perdata, melainkan administratif belaka. Oleh sebab itu, PN tidak memiliki kewenangan untuk memberi keputusan, apatah menghukum KPU untuk menunda pelaksanaan Pemilu yang akan datang.
Beliau juga menduga bahwa di balik keputusan penundaan pemilu ini terdapat permainan dari pihak tertentu. Kecurigaan yang sama juga disampaikan banyak pihak bukan hanya dari Mahfud MD saja. Termasuk CSIS dan tokoh-tokoh lainnya, seperti mantan Presiden SBY, Surya Paloh, Prabowo, dan lain sebagainya.
Di antara mereka bahkan menyebutkan terkait adanya operasi kekuasaan yang terorganisasi untuk menunda pelaksanaan Pemilu dengan melibatkan partai baru. Tujuannya yaitu untuk menciptakan dinamika politik tertentu yang kelak akan dimainkan sebagai posisi tawar (bargain) oleh pemain utama yang ada di belakang layar.
Terlebih gagasan penundaan Pemilu ini bukan baru saja muncul, tapi sudah lama mencuat ke permukaan, hanya saja selalu mendapat penolakan. Misalnya, melalui munculnya gagasan perpanjangan masa jabatan Jokowi, serta ada desakan perpanjangan masa jabatan kepala desa. Bahkan dengan munculnya polemik soal perubahan sistem pemilu, apakah menggunakan sistem proporsional terbuka atau tertutup.
Alasannya yang muncul, mulai dari kondisi perekonomian yang belum stabil hingga pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat masih perlu melakukan pemulihan. Kemudian, terdapat adanya survei-survei yang menunjukkan tingkat kepuasan yang tinggi terhadap Jokowi hingga soal kebutuhan anggaran pemilu yang terlalu besar di tengah kondisi keuangan negara yang kembang kempis. Terkait hal ini, LBP bahkan telah mengeklaim bahwa memiliki data valid yang menunjukkan wacana penundaan pemilu didukung oleh 110 juta warganet.
Sejatinya, dengan munculnya asumsi bahkan tudingan bahwa isu penundaan pemilu terkait kepentingan tertentu sangat mudah dipahami. Ini mengingat tegaknya kekuasaan sangat berkelindan dengan keberlangsungan berbagai megaproyek yang sedang digarap para oligarki atas dukungan para pejabat yang berperan sebagai kroni. Apatah tidak sedikit pula pejabat yang diketahui merangkap sebagai businessman.
Jadi, bukan rahasia pula, jika gurita oligarki sudah sangat lama mencengkeram negeri ini. Di bawah legitimasi kekuasaan dan berbagai kebijakan yang dikeluarkan penguasa, mereka akan lebih leluasa merampas kedaulatan ekonomi rakyat atas berbagai sumber daya. Selain itu juga merampas hak-hak mereka atas berbagai layanan publik yang semestinya dipenuhi oleh negara.
Wajar saja jika kemiskinan di negeri yang sangat kaya raya memiliki jumlah yang luar biasa. Kasus stunting dan kelaparan akut masih akan ditemukan di berbagai tempat di Indonesia. Kapitalisasi layanan publik pun akan masif terjadi. Pendidikan, kesehatan, keamanan, sarana dan prasarana transportasi, semua serba mahal dan dikomersilkan. Bahkan, di tengah ekonomi yang sangat susah, rakyat dihadapkan pada harga-harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi, serta kebijakan pajak yang sangat mencekik leher.
Namun, para oligarki diluar sana justru sedang pesta menikmati berbagai fasilitas untuk merampok kekayaan yang dimiliki rakyat. Terlebih semuanya sudah dimuluskan oleh undang-undang dan berbagai kebijakan, antara lain UU Cipta Kerja yang kontroversial.
Oleh sebab itu, tidak heran lagi jika berbagai bisnis tambang maupun migas, pengelolaan hutan dan perairan, proyek-proyek infrastruktur yang jor-joran, impor ekspor kebutuhan pokok, hingga bisnis kesehatan yang terbuka lebar, semuanya jadi bancakan para pemilik cuan.
Ya, inilah situasi didalam negeri. Sejatinya sangat niscaya dalam sistem politik sekuler kapitalisme demokrasi. Meski secara teori dan konsep rakyat adalah pemegang kedaulatan dan kekuasaan tertinggi. Namun, sistem ini sangat berpeluang dibajak kepentingan oligarki. Memiliki asas yang sangat lemah, serta mekanisme pemilihan wakil rakyat dan penguasanya yang berbiaya mahal lantaran tegak dengan iklan dan pencitraan. Sangat memungkinkan kekuatan uang merangsek masuk dan menyetir kekuasaan dari dalam.
Saiful Mujani mengatakan, demokrasi merupakan sistem politik besi. Siapa saja yang masuk dalam meja permainan, harus siap masuk dalam sistem permainan. Dapat diartikan bahwa harus siap menerima idealisme Islam disingkirkan karena semua berhak mendapat kesempatan, dan asas sekularisme tetap awet.
Sudah terbukti bahwa dalam sistem politik demokrasi, budaya kompromi begitu masif. Kemutlakan Islam tidak boleh diperjuangkan sebab hal tersebut bertentangan dengan prinsip kebebasan, antara halal dan haram harus cincai.
Sudah semestinya rakyat belajar agar mereka tidak terus menerus menjadi tumbal. Tidak tergiur dengan iming-iming kesejahteraan dan kehidupan yang lebih mudah, sebab tidak akan pernah terwujud oleh tangan para pecundang dan dalam sistem demokrasi yang meniadakan peran Tuhan.
Allah Swt. telah menjanjikan, kehidupan yang berkah dan kebahagiaan hakiki hanya dapat diwujudkan jika kita menyempurnakan ketakwaan. Yaitu dengan cara menjalankan aturan Allah Swt., syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan sebagaimana yang Allah perintahkan. Allah Swt. berfirman,
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
‘”Sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-A’raf: 96)
Memang jalan untuk mewujudkan penegakan syariat Islam bukanlah perkara yang ringan. Dakwah Islam secara menyeluruh harus terus digencarkan ditengah umat. Sebab, agar umat paham betul bahwa ketaatan total yaitu bukti keimanan dan mereka pun siap hidup di bawah naungan Islam.
Inilah satu-satunya jalan dakwah yang ditempuh Rasulullah Saw.. Dakwah seperti ini harus menjadi visi perjuangan bagi siapa saja yang peduli dengan masa depan kegemilangan Islam dan umat Islam. Tentunya, termasuk bagi partai Islam dan partai berbasis massa Islam jika mereka benar-benar berkhidmat untuk mewujudkan kepentingan Islam dan kaum muslim. Wallahu a'lam bishawwab.