Oleh: Yeni Rifanita, S.Pd
Kejadian demi kejadian kekerasan yang dilakukan oleh pelajar nampaknya semakin meningkat. Seperti yang terjadi baru-baru ini di kota Bogor tiga orang pelajar tega membacok seorang pelajar SMK, ketika hendak menyeberang jalan, pelaku membacok korban yang mengakibatkan korban meninggal ditempat.
Polres Bogor Kota saat ini masih memburu pelaku pembacokan yang menewaskan pelajar SMK Kota Bogor. Ada 9 saksi yang sudah diperiksa.
Diberitakan sebelumnya, pelaku pembacokan seorang pelajar di Kota Bogor masih belum tertangkap. Namun, identitas pelaku pembunuhan tersebut telah diketahui polisi.
"Identitas pelaku sudah kita ketahui," kata Kombes Bismo Teguh Prakoso, kepada wartawan .
Peristiwa pembacokan terjadi di Simpang Pomad, Jl Raya Jakarta-Bogor, pada Jumat (10/3) sekitar pukul 09.30 WIB kemarin. Pelajar yang sedang menyeberang jalan menjadi korban pembacokan itu. Korban tewas dengan luka di pipi memanjang hingga leher bagian samping. Pelaku kemudian kabur. Belum diketahui motif dari tujuan pelaku melakukan pembacokan tersebut (detikNews, 12/03/23).
Miris kekerasan yang dilakukan oleh remaja tampaknya semakin hari semakin menjamur. Saat ini remaja melakukan kekerasan tanpa merasa khawatir mereka akan terjerat ke dalam ranah pidana. Alih-alih masa muda digunakan untuk mencari jati diri yang sebenarnya, pemuda saat ini justru terbiasa dengan kekerasan. Kasus bullying, tawuran, hingga pembunuhan rasanya bukan hal tabu bagi remaja.
Mengapa bisa seperti itu?
Sistem sekuler sukses melahirkan generasi yang cacat perikemanusiaannya. Rasa empati, kasih sayang, saling menghargai rasanya sudah hilang sejak lama dalam diri generasi saat ini. Dengan arogansi sistem ini pemuda dididik untuk mengedepankan ego, prasangka, dan hawa nafsu. Sistem ini pula mampu meniadakan rasa kemanusiaan dalam interaksi sehari-hari. Seolah-olah rasa kemanusiaan hanyalah slogan di sekolah-sekolah semata. Budi pekerti hanya mata pelajaran wajib, tanpa praktek.
Perilaku brutal yang lahir dari sistem kapitalis liberal ini merupakan kenyataan yang menunjukkan bobroknya sistem ini dalam mencetak generasi bermoral. Standar kebahagiaan saat ini berwujud materi semata, termasuk mendapatkan kesenangan dengan cara menyakiti sesama tanpa peduli akibat nya yang fatal. Tak dipungkiri, generasi muda terkadang mencontoh perilaku brutal tersebut dari video, atau film yang sangat mudah di akses oleh ponsel genggam mereka.
Adegan-adegan kekerasan dalam film terekam dalam pemikiran, lalu menjadi contoh untuk mereka lampiaskan dalam kehidupan nyata. Tentu saja sistem kapitalisme tidak menganggap ini sebagai sebuah masalah. Film-film blue serta konten kekerasan dibiarkan terus bertebaran dan masuk ke Indonesia tanpa filter sedikitpun dari negara. Maka jadilah, film-film tersebut menginspirasi pemuda Indonesia untuk melakukan adegan yang sama.
Ibarat kutub Utara dan Selatan. Jika kapitalis sukses mencetak generasi yang rusak, berbeda dengan Islam yang berhasil melahirkan generasi muda berakhlak indah dengan prestasi yang gemilang. Akidah Islam merupakan sumber peraturan kehidupan. Dari nya memancar syariat-syariat Islam sebagai tata aturan kehidupan. Termasuk menjawab sebagai tantangan yang tidak mampu di jawab oleh sistem kapitalis sekarang. Sistem Islam mengedepankan kurikulum berbasis aqidah, setiap mata pelajaran akan senantiasa dikaitkan dengan aqidah Islam. Hingga generasi tidak hanya tau penerapan ilmu dan teknologi nya saja, namun juga terbingkai aqidah nan teguh di dalam prilaku mereka.
Generasi Islam pula di jaga melalui mekanisme negara. Dengan memastikan konten-konten, video dan film yang beredar tidak mengandung unsur-unsur kekerasan psikis maupun verbal seperti bullying. Sehingga generasi tidak terinspirasi untuk melakukan kekerasan. Generasi akan di ajarkan bagaimana cara mengelola diri agar tidak mengedepankan ego dan nafsu belaka.
Firman Allah SWT:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
"Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS Ali Imran: 104)
Dalam ayat tersebut diperintahkan oleh Allah SWT bahwa masyarakat dibentuk untuk memiliki sikap berani beramar Ma'ruf nahi Munkar. Menyampaikan kebaikan Islam, dan mencegah dari keburukan selain islam. Apalagi jika terlihat dihadapan ada anak-anak yang kedapatan melakukan kekerasan maka tak segan masyarakat akan menegur nya. Bukan seperti masyarakat kapitalis saat ini yang memiliki sikap masa bodo. Kerap kali kekerasan didepan mata hanya di diamkan saja, alih-alih menolong justru di videokan untuk kepentingan konten semata. Na'udzubillahiminzalik.
Maka, kekerasan yang dilakukan oleh remaja butuh penyelesaian konkrit baik dari keluarga yang membentuk aqidah anak sejak dini, lingkungan yang mengawasi, serta negara sebagai penerap aturan Islam Kaffah. Persoalan ini tidak akan semakin membesar karena penjagaan Islam dengan mekanisme tersebut telah terbukti unggul selama 13 abad mampu menjawab berbagai persoalan yang ada, termasuk fenomena kekerasan oleh anak.
Wallahu a'lam
Tags
Opini