ONH Naik Akibat Diterapkanya Ideologi Kapitalis




Oleh : Maulli Azzura

Setelah disetujui DPR, BPIH tahun 2023 menjadi Rp 90 juta (dibulatkan) dengan rincian Bipih sebesar Rp 49,8 juta atau 55,3 persen dari total BPIH dan nilai manfaat sebesar Rp 40,2 juta atau 44,7 persen. Singkatnya, perubahan Bipih atau biaya yang ditanggung jemaah haji itu terjadi karena adanya perubahan angka BPIH dan skema pembiayaan. (Tempo.com 16/02/2023)

Naiknya ONH  para calon jamaah haji di tahun 2023 membuat kita mempelajari studi banding di masa- masa kejayaan Islam yang kala itu dibawah naungan Daulah Khilafah. Penyelenggaraan haji kala itu benar - benar memahami betul betapa kewajiban haji sarat dengan kekhusyukan dan nilai- nilai ibadah. Terlebih diperlihatkan kala semua umat Islam dikumpulkan  dalam satu tempat yang mulia, menggambarkan persatuan dan kesatuan yang kuat yakni ukuwah Islamiyah yang tak akan mudah dipecah belah apalagi dihancurkan oleh musuh-musuh Islam.

Sarana dan prasarana yang mumpuni-pun didukung penuh oleh pemerintahan Islam yang dinahkodai seorang Kholifah sebagai pemimpin pemerintahan( Daulah Islam ) Khilafah. Pada masa Khalifah Sultan Abdul Hamid II, pernah dibangun sarana transportasi massal dari Istanbul hingga Madinah untuk mengangkut jemaah haji.Tidak ada visa haji pada masa itu, sehingga seluruh jemaah haji dari berbagai negeri muslim dalam wilayah pemerintahan Islam bisa keluar masuk Makkah Madinah dengan mudah tanpa visa. Visa hanya untuk kaum muslim yang menjadi warga negara di luar daulah.

Dan langkah ini juga ditempuh di zaman Abbasiyah, Khalifah Harun ar-Rasyid membangun jalur haji dari Irak hingga Hijaz (Makkah-Madinah). Negara juga menyediakan logistik dan dana zakat bagi jemaah yang kehabisan bekal. Hal teknis lainnya, negara akan mengatur kuota jemaah haji (dan umrah) dan memprioritaskan jemaah yang memang sudah memenuhi syarat dan mampu. Dengan pengaturan yang rapi dan bertanggung jawab oleh negara, alhamdulillah ibadah haji warga negara dapat terlaksana setiap tahunnya. 

Namun berbeda dengan keadaan sekarang, negara sebagai penyelenggara ibadah haji bagi rakyatnya, justru terkesan menjadikan ladang bisnis yang menjanjikan. Dengan berbagai syarat dari umur hingga biaya yang cukup mahal tentu  bagi negri yang tidak lagi diatur oleh aturan Allah SWT. Negara kapitalis akan mengambil untung dari uang yang masuk ke kas mereka. Apakah ini dibenarkan?

Jika kita melihat sarana dan prasarana yang sekarang ada, dengan mudahnya alat transportasi di jangkau dalam waktu yang singkat, harusnya bisa menambah kekhusyukan bagi calon jamaah haji. Bukan sebaliknya akan disibukkan dengan urusan keuangan maupun syarat umur serta tidak ada kekhawatiran atas jaminan keberangkatannya. Adanya sekat Nasionalisme Kapitalisme  membuat sejumlah jamaah haji memaksa untuk berfikir ulang untuk menunaikan ibadah mulia tersebut. Terlebih negara bukan memfasilitasi secara cuma - cuma, justru mengambil keuntungan dari uang yang terkumpul dari para jamaah. Ini hal yang memilukan.

Orang -orang kafir telah dijelaskan dengan tipu daya mereka sepaket dengan ideologinya, akan senantiasa mencari akal untuk mencekal umat Islam, tak terkecuali dengan memberatkan ibadah haji dengan terus menaikan biaya pelaksanaannya. Kalaupun tetap diperbolehkan menunaikan ibadah tersebut, tidak lain mereka hanya akan mengambil untung dari pelaksanaannya tersebut. Dan ini telah terbukti, baik tipu daya maupun konspirasi lainnya agar bisa terus mengambil keuntungan secara materi dan juga pencekalan secara sistematis dan terarah lewat program-program dan kebijakan tahunannya.

Ideologi kapitalis telah menjadikan umat yang besar ini sakit dan terpecah belah. Padahal esensi dari ibadah haji adalah persatuan umat. Inilah yang menjadi acuan mereka dengan berbagai konspirasi picik untuk mencegah umat yang besar ini bersatu. Ketakutan mereka jika umat Islam bersatu, maka akan sangat sulit dihancurkan.

Maka dengan adanya sistem kapitalis dan orang-orang nya yang memusuhi Islam, ditambah akhlak buruk, mempermudah mereka menggencarkan kebijakan-kebijakan yang kotor.

Hanya ada satu jalan untuk mengembalikan esensi haji juga persatuan umat yang hakiki. Yakni dengan mengembalikan Jannah umat Islam Daulah Khilafah, agar pelaksanaan ibadah haji kembali mudah. Kekhilafahan Utsmani berhasil mencatat prestasi gemilang dalam sejarah Islam. Berkuasa selama kurang lebih tujuh abad lamanya (1299-1922), kekuasaan kesultanan yang ketika itu berpusat di Turki tersebut mencapai Hongaria di bagian utara, Somalia di bagian selatan, Aljazair di sebelah barat, dan Irak di sebelah Timur. Sejarah juga mencatat patriotisme, kegigihan, dan komitmen para sultan Ottoman terhadap tegak dan majunya peradaban Islam. Maka menjadi hal yang menarik pula untuk kita mengetahui bagaimana negara besar ini menyelenggarakan ibadah haji dikala itu. Catatan manis tersebut hanya akan kembali terulang tatkala sistem yang dianut adalah sistem Islam, bukan kapitalis. Namun jika umat ini tidak segera sadar dengan akar masalah tersebut, jangan harap ONH makin tahun akan makin naik, dan bisa berujung pada mandegnya ibadah haji ke Baitullah( Makkah ).
Naudzubillah mindzalik.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak