Nasib Buruk Pekerja Migran, Ekonomi Kapitalisme Biang Kesengsaraan




Oleh: Wity (Aktivis Muslimah Indonesia)


Kasus kekerasan terhadap pekerja migran Indonesia (PMI) seakan tak pernah usai. Mengutip dari bbc.com (3/3/2023), data dari KBRI Malaysia mengungkapkan, dalam lima tahun terakhir, terdapat hampir 5.000 masalah yang menimpa pekerja rumah tangga Indonesia di Malaysia, ratusan di antaranya menyangkut penganiayaan. Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Hermono, mengatakan ia "tak tahu kapan ini akan berakhir karena korban terus berjatuhan, dari penyiksaan, gaji tidak dibayar, dan lain-lain."

Saat ini ada sekitar 130 tenaga migran yang ditampung di tempat perlindungan KBRI Malaysia. Rata-rata mereka yang tinggal di tempat perlindungan tersebut berada di sana antara empat bulan sampai dua tahun. Sejumlah di antaranya bahkan ada yang sampai tidak digaji walau sudah bekerja sekitar 10 tahun.

Meski demikian, minat masyarakat Indonesia untuk bekerja di luar negeri, khususnya Malaysia masih tetap tinggi. Saat ini terdapat lebih dari 63.000 pekerja rumah tangga Indonesia di Malaysia, tidak termasuk mereka yang tidak berdokumen, berdasarkan data dari Kementerian Sumber daya Manusia. Sementara menurut data dari KBRI, sampai Februari 2023 terdapat lebih dari 66.000 permintaan PRT dari agen-agen di Malaysia.

Tak Cukup Dengan Perlindungan

Menanggapi maraknya kasus kekerasan terhadap PMI, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 4 Tahun 2023 guna meningkatkan pelindungan dan pelayanan bagi PMI.

Menaker menyebutkan bahwa pada Permenaker terbaru itu terdapat beberapa penambahan manfaat jaminan sosial dalam hal terjadi kecelakaan kerja, kematian, dan hari tua. Hadirnya Permenaker ini adalah wujud kehadiran negara untuk teman-teman PMI di mana iuran tetap, manfaat meningkat. (antaranews.com, 3/3/2023)

Sangat disayangkan, pemerintah hanya mengupayakan perbaikan perlindungan PMI. Itupun tidak gratis, tetapi ada iuran tetap yang harus dibayar oleh para pekerja migran. Yakni sebesar Rp370.000 untuk Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) dengan perjanjian kerja 24 bulan.

Bukankah hal ini menunjukkan betapa jahatnya negara karena rakyat harus membayar kepada negara agar mendapatkan perlindungan di negeri orang?

Di sisi lain, pemerintah mengabaikan masalah utama banyaknya pekerja migran Indonesia di berbagai negara. Lantas, bagaimana masalah ini bisa diselesaikan dengan tuntas jika masalah utamanya tak tersentuh sama sekali?

Untuk menyelesaikan masalah PMI dengan tuntas, tentu perlu diselesaikan dari akar masalahnya. Tak cukup hanya dengan solusi tambal sulam seperti perbaikan perlindungan. Sementara akar masalahnya tak tersentuh sedikitpun. Lantas, apakah yang menjadi akar masalah banyaknya PMI meski ancaman kekerasan harus mereka hadapi?

Ekonomi Kapitalisme Biang Kesengsaraan

Maraknya pekerja migran Indonesia adalah buah dari kemiskinan dan sempitnya lapangan kerja di dalam negeri. Rendahnya keterampilan para pekerja migra pun menjadikan lapangan kerja yang tersedia hanyalah lapangan kerja tidak layak dan rentan kekerasan.

Sungguh ironis. Indonesia adalah negeri dengan kekayaan alam yang melimpah ruah. Namun, rakyatnya hidup dalam kesengsaraan. Sekadar mencari pekerjaan pun sulit, hingga harus menjadi buruh di negeri orang. Kondisi ini tidak lepas dari penerapan sistem ekonomi kapitalisme.

Sistem ekonomi kapitalisme yang melegalkan perampasan sumber daya alam (SDA) oleh swasta dan asing telah menyebabkan kesengsaraan. SDA yang seharusnya dikelola oleh negara dan mampu membuka lapangan kerja yang luas serta beragam bagi rakyat, justru dikuasai pihak swasta dan asing, dari lapangan kerja hingga hasil SDA-nya.

Selain itu, sistem kapitalisme pun sangat eksploitatif terhadap perempuan. Para pemuja ideologi ini tak pernah menyadari betapa berharganya posisi dan fungsi perempuan di tengah keluarga. Maka, kehadiran Permenaker pun hanya melanggengkan eksploitasi terhadap perempuan dan menghalangi tertunaikannya peran strategis seorang ibu dalam keluarga.

Sistem Islam Menjamin Keselamatan Dan Kesejahteraan

Telah nyata, sistem kapitalismelah yang menyebabkan kesengsaraan dan menimbulkan banyak persoalan, termasuk masalah PMI. Karena itu, solusi yang tepat untuk mengatasinya adalah dengan mengganti sistem kapitalisme dengan sistem terbaik bagi umat. Sistem yang mampu menjamin keselamatan dan kesejahteraan rakyatnya. Sistem yang berasal dari Sang Pencipta manusia, alam semesta, dan kehidupan. Yakni sistem Islam kaffah.

Sistem Islam meletakkan tanggung jawab menjamin kesejahteraan seluruh rakyat di pundak kepala negara, yakni khalifah. Sebagaimana dinyatakan dalam hadis Rasulullah saw.

“Imam (khalifah) adalah  raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Bukhari)

Dalam memenuhi kebutuhan pokok individu, Islam menetapkan beberapa strategi, diantaranya:
Pertama, mewajibkan setiap kepala keluarga (laki-laki) untuk bekerja. Kedua, negara wajib menciptaka lapangan kerja agar rakyat bisa bekerja dan berusaha. Ketiga, mewajibkan kerabat atau mahram yang mampu untuk menafkahi keluarga yang tidak mampu. Keempat, negara wajib menafkahi jika tidak ada keluarga atau ahli waris yang mampu memenuhinya.

Di sisi lain, penerapan konsep kepemilikan Islam yang melarang individu atau swasta menguasai harta milik umat akan membuat negara memiliki banyak perusahaan yang mampu menyerap tenaga kerja dalam negeri dengan jumlah yang banyak. Dengan demikian, rakyat tak perlu menjadi PMI untuk mencari sesuap nasi, karena di negeri sendiri tersedia banyak lapangan pekerjaan.

Hasil SDA yang melimpah pun akan menjadi sumber pemasukan negara untuk menyejahterakan rakyat, mulai dari jaminan pendidikan, kesehatan, hingga keamanan. Inilah solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah PMI hingga ke akar. Yakni dengan penerapan sistem Islam kaffah.[]

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak