Mental Health dan Roda berputar yang Tidak Memiliki Kendali



Oleh: Anindya T 



Kesehatan mental merupakan kondisi dimana individu memiliki kesejahteraan yang tampak dari dirinya dan mampu menyadari potensinya sendiri, memiliki kemampuan untuk mengatasi tekanan hidup normal pada berbagai situasi dalam kehidupan, mampu bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta mampu memberikan kontribusi.

Jadi apabila yang terjadi justru sebaliknya? Iya, betul, tidak sehatnya mental, keadaan ini dimana seluruh kemampuan diatas tadi terjadi berbanding terbalik, dimana individu tidak bisa memiliki kesejahteraan terhadap diri sendiri  dan tidak mampu mengatasi tekanan hidup serta berbagai situasi dalam kehidupan, lalu apakah isu kesehatan mental ini adalah hal yang serius di Indonesia? 

Dilansir dari BBC News sebuah studi pada tahun 2022 menemukan bahwa angka bunuh diri di Indonesia mungkin empat kali lebih besar daripada data resmi. Kurangnya data telah menyembunyikan skala sebenarnya dari persoalan bunuh diri di Indonesia, menurut sejumlah pakar, WHO mengatakan bunuh diri adalah penyebab kematian terbesar keempat di antara orang-orang berusia 15-29 tahun di seluruh dunia pada 2019. 

Merujuk data SRS pada tahun 2018, yang sudah disesuaikan dengan estimasi kelengkapan survei 55%, angka kematian akibat bunuh diri di Indonesia sebesar 1,12 per 100.000 penduduk. Menurut Bank Dunia, jumlah penduduk Indonesia pada 2018 adalah 267,1 juta jiwa. Ini berarti ada 2.992 kematian akibat bunuh diri di tahun tersebut. Dan itu belum merupakan data keseluruhan dikarenakan banyak sekali keluarga dari yang ditinggalkan merasa kematian keluarganya merupakan aib, dan merupakan kematian yang tidak seharusnya diceritakan pada orang lain, sehingga tidak melaporkannya kepada kelurahan setempat. 

Kesehatan mental sendiri itu penting, sama pentingnya seperti kesehatan fisik. Orang-orang yang punya permasalahan mental berusaha untuk sembuh. Dan banyak orang diluar sana yang sedang berjuang menyembuhkan mental illness mereka. banyak juga orang yang tidak mampu berobat ke psikiater/ psikolog untuk segera mendapatkan bantuan Dan berakhir dengan bunuh diri. 

Lalu bagaimana Indonesia menanggapi hal ini? Memang sudah banyak sekali sekarang para Psikiater yang membuka kelas gratis sebagai salah satu bentuk kontribusi untuk penyelesaian masalah ini, tetapi tidak banyak, dan masih banyak sekali orang yang masih minim ilmu tentang apa itu psikiater dan apa itu psikologi, dan sebagian besar psikiater yang ada di Indonesai memiliki tarif yang tidak murah untuk pengobatannya sendiri, banyak juga dari kita yang masih menganggap krisis mental health ini hanya kelainan dan malah membuat lelucon akan itu, Itulah terkadang yang membuat penderitanya semakin tidak stabil.

Hidup di Indonesia sendiri juga tidak mudah, walaupun memang Indonesia dikenal dengan negeri yang paling ramah, tapi itu tidak bisa menghilangkan fakta bahwa angka kematian yang disebabkan penyakit mental ini sangatlah besar, terlalu besarnya jarak antara si kaya dan si miskin, tren dari sosial media yang serba bagus dan sempurna yang membuat banyak sekali orang mengejar ketidak pastian dan akhirnya stress lalu tanpa sadar membut diri sendiri depresi, bahkan untuk orang tua tidak sedikit juga yang menghadapi depresi ini, tuntutan dari sang anak yang cukup besar demi bergaul dengan teman sebayanya, membuat tak sedikit dari mereka yang akhirnya rela berhutang dan kelimpungan untuk membayarnya. 

Lalu bagaimana dari sisi agama memandang krisis mental ini? Ajaran-ajaran Agama sangat berkaitan dengan moral dan nilai-nilai moral yang tidak terpisahkan dari cara berpikir dan kehidupan manusia. Namun, yang paling penting untuk disadari adalah apakah umat-umat beragama ini melihat agama mereka melalui kacamata emosional atau kacamata logika? Emosi dan logika sangat diperlukan untuk kesehatan mental namun yang sering terjadi adalah banyaknya umat beragama yang hanya fokus atau menitikberatkan pada emosi atau logika saja. Faktor yang mempengaruhi kesehatan mental sesorang juga terkait dengan bagaimana seseorang belajar untuk memaknai apa yang sedang terjadi dalam hidupnya dan dikaitkan dengan iman yang dipercayai.

Berhubungan dengan itu bagaimana agama Islam sendiri memandang hal tersebut? Melihat Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim di dunia. Islam sudah banyak berbicara tentang kesehatan mental sejak dahulu kala.
Tiga aspek manusia menurut Al-Qur'an:
1. Jismiah (Physical and Biological)
Aspek jismiah adalah keseluruhan organ fisik dan biologis.
2. Nafsiah (Mental, Psychological)
Dalam Al-Qur'an, tertera jelas bahwa manusia terdiri dari aspek nafsiah yang berarti keseluruhan kualitas manusi berupa pikiran, perasaan, kemauan, dan kebebasan. Aspek nafsiah memiliki 3 dimensi :Nafsu, Akal, dan Qalbu.
3. Ruhiah (Spiritual, Transcendental)
Aspek ini lah yang menjelaskan tentang hubungan batin antara manusia dengan Allah SWT. 

Mental dan spiritualitas menurut Al-Qur'an saja sudah beda. Memang 3 aspek ini saling berhubungan, tetapi bukan berarti aspek mental hanya dipengaruhi oleh spiritualitas seseorang. Karena ada juga sebagian orang yang tetap melakukan ibadah, sedekah namun pada akhirnya tetap bunuh diri, Allah memberi validasi terhadap setiap perasaan manusia. Nabi Muhammad SAW, yang memiliki tingkat keimanan tertinggi, yang paling mulia, dan paling sempurna yang pernah ada di dunia pun tetap merasakan kesedihan yang mendalam. 

Tetapi disini sebagian besar orang tidak memahami dengan baik ketiga unsur diatas, yang menyebabkan sebagian besar orang di Indonesia tetap memilih langkah bunuh diri ini meskipun mereka Muslim, dan juga kurangnya edukasi mengenai kesehatan mental di Indonesia menjadi salah satu pemicunya, sebagian besar kegiatan yang ada di Indonesia ini hanya merupakan “himbauan” untuk membantu orang sekitar yang memiliki isu mental health ini, tapi masih banyak sekali dari langkah nyata yang bisa terealisasikan. Bahkan di dunia pendidikan mulai dari sekolah dasar, Bullying juga semakin marak dan sekarang guru tidak bisa berbuat banyak, karena apabila guru terlibat terlalu jauh hingga memukul sedikit saja murid banyak yang akan berpikir bahwa sang guru melakukan kekerasan terhadap muridnya. Dan sebagian orang tua yang juga minim edukasi  akan itu hanya bisa protes bahwa anaknya telah dikasar oleh gurunya. 

Roda Iblis memang, semua masalah yang ada saat ini tidak hanya berputar tapi juga berapi, terus berputar tidak punya kendali, tetapi untuk mendekat cukup berbahaya karena bisa terbakar.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak