Oleh : Mimin Aminah, Pemerhati Sosial.
Harga sejumlah komoditas bahan pangan pokok naik, seperti cabai, minyak goreng, gula pasir kualitas premium, dan daging ayam ras segar. Kenaikan tersebut terjadi 20 hari menjelang bulan puasa atau Ramadhan. Berdasarkan data pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional, rata-rata harga cabai merah besar secara nasional mencapai Rp. 42.200,00 per kilogram, angka tersebut naik dibanding pada bulan lalu yang mencapai Rp. 36.250, 00 per kilogram. Sementara harga minyak goreng bermerek mencapai Rp. 21.750,00 per kilogram, naik dibanding bulan kemarin dengan harga Rp. 20.100,00 per kilogram, gula pasir kualitas premium juga mengalami kenaikan harga Rp. 25.900, 00 per kilogram naik tipis dibanding bulan sebelumnya yaitu Rp.15.850,00 begitu juga harga daging ayam ras segar mengalami kenaikan, rata rata daging Ayam dari Rp. 33.800,00 per kilogram menjadi Rp. 34.100,00 per kilogram. Rata-rata harga daging Ayam ras segar tertinggi yaitu di Nusa Tenggara Timur yang mencapai Rp. 45.500,00 per kilogram sedangkan untuk harga terendah di Gorontalo yang mencapai Rp.21.450,00 per kilogram. Di DKI Jakarta harga daging ayam ras segar rata rata harganya mencapai Rp.35.150,00 per kilogram (katadata.co.id).
Seolah-olah sudah menjadi tradisi, harga-harga menjelang Ramadhan dan hari raya besar agama selalu naik, akibatnya rakyat merasa kesusahan dalam mendapatkan bahan-bahan kebutuhan pokok. Seharusnya negara melakukan upaya antisipasi agar tidak ada gejolak harga dan rakyat pun mudah mendapatkan kebutuhannya. Ironisnya di sisi lain ada pihak yang curang dengan menimbun bahan pangan atau memonopoli perdagangan barang tertentu, penimbunan bahan pangan mengakibatkan melambungnya harga sehingga hargapun sulit ditertibkan.
Memang di negara yang menganut sistem Sekularisme Kapitalisme ini mewujudkan stabilitas harga pangan sangat sulit terwujud, selama tata kelola pangannya masih menggunakan konsep Kapitalis yang lebih mengutamakan keuntungan pribadi atau golongan, tanpa memperhatikan halal dan haram. Sistem tersebut telah sangat jauh meniscayakan peran utama pemerintah tidak lebih hanya sebagai regulator dan fasilitator, bukan sebagai penanggung jawab urusan rakyat.
Sangat berbeda dengan Islam, konsep pengaturan sepenuhnya menggunakan syariat Islam, di mana Negara bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat termasuk pangan baik kuantitas maupun kualitas. Negara juga tidak akan membiarkan korporasi menguasai rantai penyediaan pangan rakyat untuk mencari keuntungan sepihak. Negara juga menjamin stabilitas harga pangan dengan menjaga ketersediaan stok pangan, melarang penimbunan, melarang riba, melarang praktek tengkulak, kartel, dan sebagainya. Selain dari itu pemerintah dituntut untuk memberikan penyaluran komoditas dengan baik, semisal dengan melalukan operasi pasar agar harga di pasaran tetap stabil. Hal ini juga diperkuat dengan penegakan hukum yang tegas dan berefek jera sesuai aturan Islam.
Sungguh hanya dengan Syariat Islam yang mampu mewujudkan stabilitas harga, rakyat pun hidup dengan sejahtera dan aman sentosa.
Wallahu a'lam bish shawaab.
Tags
Opini