Oleh : Lilik Yani
Fitrah manusia ingin diakui. Tempuhlah dengan cara benar, tak melanggar syar'i. Syukur jika bisa memiliki. Namun ketika tak diakui, cukuplah Allah dan malaikat mencatat, pasti!
Jakarta, CNN Indonesia -- Seorang perempuan di Leuwiliang, Kabupaten Bogor ditemukan tewas dengan kondisi leher menggantung di sebuah tali. Korban berinisial W (21 tahun) tersebut tewas saat membuat konten candaan gantung diri di hadapan teman-temannya via video call.
"Dari kata keterangan dari saksi, dia (korban W) itu lagi bikin konten gantung diri, gitu," kata Kapolsek Leuwiliang Kompol Agus Supriyanto, Jumat (3/3) dikutip dari Detik.
Agus mengatakan peristiwa tersebut terjadi ketika W sedang melakukan panggilan video dengan teman-temannya. Kepada teman-temannya, W sempat menyebut hendak membuat konten gantung diri, dengan kain melilit di leher.
"Saat itu sambil video call (telepon video) sama temen-temennya, korban mengatakan 'mau live nih, gue mau bikin konten ah', tahu-tahu kursinya yang dipakai buat pijakan di bawah itu terpeleset, jadi beneran gantung diri," terang Agus.
"Iya (momen korban tewas tergantung), temen-temennya menyaksikan, kan lagi video call," tambahnya.
Teman-teman W yang sedang video call pun langsung mendatangi kediaman korban di Cibeber 1, Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Namun setiba di lokasi, korban yang tinggal seorang diri ini sudah tidak bernyawa.
"Temannya ini perempuan juga. Jadi begitu ketahuan kepeleset, korban jatuh, kelihatan kan pas teleponan itu, temannya langsung buru-buru kejar ke rumah korban, di kontrakan kan tinggalnya, tapi nggak tertolong," ucap Agus.
Agus menyebutkan jenazah W sempat dibawa ke RSUD untuk divisum. Pihak dokter memastikan W tewas karena gantung diri dan tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan di tubuh korban.
Ketika Eksistensi jadi Prioritas
Hari ini eksistensi diri menjadi hal yang diprioritaskan. Kemajuan media membuat hal tersebut menjadi lebih mudah. Jadilah unjuk eksistensi dengan berbagai konten, bahkan termasuk dengan cara yang membahayakan jiwa atau berlagak kaya.
Hanya karena ingin pengakuan manusia yang tak ada pengaruh dosa di masa depan, tapi sungguh bisa jadi prioritas untuk anak-anak zaman sekarang. Pengakuan manusia, dalam hal ini teman komunitas, geng, lebih besar pengaruhnya dibanding penilaian Allah dan catatan malaikat.
Ketakutan jika dibully, disisihkan oleh teman komunitas, melebihi segalanya. Kalau perlu, hukum syara dilawan demi mendapat pengakuan teman geng. Misalnya, muslimah yang bergaul dengan geng umum. Atau teman muslimah labil, maka kewajiban berjilbab sering dilanggar. Jangankan jilbab, kerudung pun bisa lepas karena ketarik teman yang labil berkerudung.
Bukankah yang muslim tahu kalau jilbab dan kerudung itu wajib? Kebanyakan tahu tapi tak menghiraukan. Tidak menganggap penting. Tidak merasa berdosa jika melanggar. Jadi mereka lebih mudah tertarik pada komunitasnya dibanding peringatan ibunya yang mengajak taat.
Perilaku ini sejatinya adalah perilaku rendah, yang muncul dari taraf berpikir yang rendah pula. Budaya ini menunjukkan ada yang salah dalam kehidupan ini.
Mereka lupa kalau ada akherat dan akan dimintai pertanggungjawaban dari Allah. Mereka menganggap hanya perilaku biasa yang bisa ditoleransi. Ternyata ada hukum syara, dibalik kebodohan sikap yang dipilihnya.
Termasuk mencari eksistensi yang membuat konten 'bunuh diri' yang dilakukan seorang pemudi normal. Entah karena ingin mencari eksistensi atau ingin menuju mati? Ternyata semua harus dipikirkan hati-hati agar tak ada penyesalan diri.
Sistem Salah, Taraf Berfikir Rendah
Prioritas meraih eksistensi di hadapan manusia adalah taraf berfikir rendah. Mengapa? Karena manusia tak punya pengaruh apa-apa. Tidak ada penilaian atau pertanggungjawaban di hadapan manusia, tapi Allah akan meminta pertanggungjawaban semua amal yang dilakukan manusia di hadapan Nya nanti di akherat.
Jika paham demikian, masihkah sibuk mencari eksistensi diri di hadapan manusia? Menulis untuk dakwah, tidak mendapat like dan komentar positif lalu insecure. Memakai jilbab syar'i tak dipuji pimpinan atau mertua, lalu putus asa. Sudah mengerjakan tugas dengan maksimal ternyata Ustazahnya cuek saja tak memberi apresiasi sedikitpun?
Mari luruskan niat, tunaikan amal untuk ibadah kepada Allah semata. Mengikuti teladan Rasulullah Saw. Sudah tak usah sibuk mencari eksistensi diri. Cukup Allah jadi saksi kita menjalankan ketaatan.
Itu yang diajarkan syariat Islam.
Jika sekarang orientasi amal ibadah masih salah. Belum ada pemahaman tentang orientasi akherat, tapi kebanyakan masih sibuk orientasi dunia, teman, keluarga, orang tua, pimpinan, komunitas, geng, dan semacamnya. Di mana semua itu akan membawa pada sia-sia jika kita beramal karena salah orientasi.
Mengapa semua itu terjadi?
Dan ini tentulah hasil dari sistem kehidupan yang diyakini masyarakat dalam seluruh aspeknya. Sistem hari ini gagal menunjukkan kemuliaan manusia melalui ketinggian taraf berpikirnya. Negara gagal melahirkan sosok individu berilmu tinggi.
Itulah sebabnya, jika sistem yang diterapkan dalam sebuah negara salah. Maka akan salah pula penerapannya. Akankah sistem salah itu dipertahankan? Bukankah manusia dibekali Allah akal untuk berfikir? Jika sistem salah, maka orientasi dari amal juga salah. Tujuannya salah, maka hasil yang diraih juga salah, kecuali dalam bimbingan hukum syara.
Akankah sistem itu dibiarkan. Bisa membawa banyak amal salah orientasi. Banyak perbuatan salah eksistensinya. Sebaik apapun amal jika tujuannya sekedar mencari eksistensi diri maka hasilnya tidak baik. Apalagi jika amal yang dipilih salah, maka bisa menjerumuskan banyak orang. Termasuk para pemuda yang kebanyakan masih labil dalam menentukan pilihan.
Untuk itulah perlu negara yang menjaga iman dan amal umatnya agar semua yang dilakukan berbuah ketaqwaan dan perbaikan amal lainnya. Harus ada penjagaan dari negara agar pemuda menjalankan tugas dan amanah dengan baik dan benar sesuai koridor hukum syara.
Wallahu a'lam bish shawwab
Tags
Opini