Oleh : Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
Pelarangan buka puasa bersama bagi para ASN (Aparatur Sipil Negara) masih terus ramai dibincangkan. Penetapan ini tertuang pada surat Surat Sekretaris Kabinet Nomor 38/Seskab/DKK/03/2023 tentang arahan terkait penyelenggaraan buka puasa bersama yang telah dikonfirmasi Sekretaris Kabinet Pramono Anung (kompas.com, 23/3/2023). Tentu saja, penetapan ini menimbulkan ketaknyamanan dan menuai kontroversi di tengah masyarakat. Mengingat tradisi buka puasa bersama merupakan tradisi umat muslim selama bulan Ramadhan.
Berdasarkan surat keterangan tersebut, presiden menyebutkan beberapa alasan yang menjadi penyebab larangan berbuka bersama. Salah satunya, karena penanganan Covid-19 dalam masa transisi, dari pandemi ke endemi. Sehingga kondisi masyarakat harus dikendalikan, mengurangi berbagai aktivitas yang menimbulkan kerumunan dan berpotensi “mengaktifkan” kembali pandemi.
Kebijakan yang ditetapkan pemerintah tampak sebagai kebijakan yang mengada-ada. Jika menilik faktanya, keadaan pandemi masih dikategorikan dalam keadaan waspada dan masih dalam masa penanggulangan. Namun, ada beberapa kejanggalan yang ditemukan. Seperti, perizinan konser-konser besar yang juga menimbulkan kerumunan. Konser salah satu grup musik Korea yang dihadiri tak kurang dari 70.000 penonton. Seharusnya, pemerintah konsisten akan segala kebijakan yang ditetapkan. Tak hanya itu, beragam perhelatan akbar yang diadakan di negara ini beberapa waktu lalu, Forum G20 misalnya. Agenda ini pun mendatangkan berbagai pejabat negara dari banyak negara. Selayaknya ini pun menjadi perhatian.
Kebijakan yang ditetapkan negara, merupakan kebijakan inkonsistensi. Tak bisa dijadikan standar benar dalam penetapannya. Inilah wajah pemimpin ala sekulerisme kapitalistik. Hanya menetapkan kebijakan sesuai kehendaknya. Sesuai kepentingan segelintir golongannya saja. Tanpa ada perhitungan yang jelas. Sementara, kebutuhan rakyat justru terabaikan. Lantas bagaimana masyarakat dapat utuh menaruh kepercayaan, jika pemimpinnya tak memiliki kekuatan mengatur kehidupan?
Semua ini terjadi sebagai akibat ditanggalkannya aturan agama dalam kehidupan. Sehingga jalan kehidupan disetir sesuai kehendak sang penguasa tanpa menilik urgensinya bagi rakyat.
Berbuka puasa bersama sebetulnya boleh-boleh saja. Tak perlu ada larangan dari negara karena alasan apapun. Selama tetap terjaga batas-batas pergaulan sesuai syariat Islam. Serta tetap dalam jalur yang ditetapkan Islam. Karena hakikat buka puasa bersama (ifthar jama'i) adalah membangun ukhuwah Islamiyyah sesama muslim, sehingga dapat menjadi media dakwah menyebarkan konsep syariat Islam yang menyeluruh dalam mengatur kehidupan. Alhasil, pemikiran dan perasaan antar sesama muslim pun dapat mudah terbangun.
Wallahu a'lam bisshowwab.
Tags
Opini