Oleh : Ami Ammara
Menko Polhukam Mahfud Md menegaskan negara akan tetap menyeret Mario Dandy Satriyo (MDS), anak pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo ke pengadilan.
Mario Dandy merupakan tersangka kasus penganiayaan terhadap David, putra dari salah satu pengurus pusat GP Anshor.
Mahfud mengaku tak habis pikir ada anak pejabat pajak yang tega menganiaya seseorang hingga koma. Menurut Mahfud, orang tua Mario, yakni Rafael juga harus bertanggungjawab atas tindakan sang anak.
"Kalau lihat videonya, itu jahat sekali. Anak tidak berdaya diinjak kepalanya, dipukul perutnya, dan macam-macam. Itu jahat sekali. Kalau perlu bapaknya dipanggil juga kok bisa punya anak kayak begini," ujar Mahfud dalam keterangannya, Jumat (24/2/2023).
Mahfud membenarkan Rafael sudah dicopot dari jabatan sebagai Kabag Umum Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Selatan II. Meski sudah dicopot dari jabatan tersebut bukan berarti pidana terhadap sang anak dihentikan.
"Ya, itu hukum administrasi (copot jabatan), bukan hukum pidana. Itu hukum administrasinya sudah betul," kata Mahfud.
Polisi menetapkan Mario Dandy Satriyo (20), anak pejabat Ditjen Pajak Kemenkeu sebagai tersangka atas kasus penganiayaan terhadap David (17), putra dari salah satu pengurus pusat GP Anshor.
Salah satu hal yang dikaitkan dengan perilaku buruk anak adalah kesalahan pola asuh dalam keluarga. Hal ini dapat terjadi karena ketidak siapan dalam berperan sebagai orangtua.
Peran ini adalah satu keniscayaan, sehingga seharusnya menjadi bagian dalam kurikulum pendidikan dalam semua jenjang pendidikan.
Namun saat ini hal tersebut justru tidak didapatkan dalam sistem pendidikan Indonesia. Kesadaran akan pentingnya ilmu menjadi orang tua malah menjadi salah satu peluang bisnis dalam sistem kapitalisme.
Islam memahami peran penting orang tua dalam mendidik generasi.
Oleh karena itu Islam memiliki tuntunan bagaimana menjadi orang tua, tidak saja dalam menyiapkan anak untuk mengarungi kehidupan di dunia, namuan juga agar selamat di akherat.
Tuntunan tersebut akan diintegrasikan dalam sistem pendidikan mengingat setiap orang, laki-laki atau perempuan akan menjadi orang tua. Ini adalah bentuk tanggung jawab yang Islam bebankan kepada negara, karena Islam menyadari pentingnya generasi dalam membangun peradaban yang mulia.
Peran Khilafah Menyiapkan Tatanan Keluarga
Allah Taala mengingatkan kita dalam firman-Nya, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”
(QS Al-Furqan [25]: 74).
Allah juga berfirman dalam ayat yang lain, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
(QS At-Tahrim [66]: 6).
Islam menekankan pentingnya kesiapan mental bagi seorang muslim menyambut masa balig yang pada saat itu dirinya akan menjadi mukalaf (seseorang yang telah terbebani pelaksanaan hukum syarak di dunia dan dirinya harus sadar akan pertanggungjawaban di akhirat kelak).
Islam juga memiliki khazanah keilmuan dan tsaqafah tentang pernikahan, hukum seputar keluarga, peran penting menjadi orang tua, serta sistem pola asuh anak sejak masih dalam kandungan, bayi, balita, anak-anak, prabalig, hingga balig.
Proses pengasuhan kepada anak ternyata tidak melulu soal kehadiran orang tua secara fisik, alih-alih sekadar kucuran materi dan fasilitas hidup.
Akan tetapi, juga perihal ketakwaan sehingga menghasilkan pemikiran pada anak bahwa hanya dengan Islam sajalah standar kelayakan bagi cara pandang terhadap kehidupan.
Di samping itu, mutlak bagi seorang ayah memberikan nafkah yang berasal dari rezeki yang halal.
Selanjutnya, anak-anak kita membutuhkan lingkungan sosial yang kondusif yang akan membantu menciptakan atmosfer sehat bagi pendidikan dan pemikiran mereka.
Masyarakat tersebut adalah masyarakat Islam yang juga menjadikan Islam sebagai standar kehidupan.
Tidak lupa, kita membutuhkan suatu negara dengan tata aturan kehidupan berdasarkan Islam Kaffah sebagaimana Khilafah sejak masa Rasulullah saw., Khulafaur Rasyidin, dan khulafa setelah mereka.
Ini sebagai langkah mempersiapkan generasi muda muslim yang teguh memegang ajaran Islam, yang lahir dari keluarga-keluarga muslim miniatur peradaban Islam.
Khilafah juga akan menerapkan sejumlah sistem penunjang bagi fondasi akidah yang sudah tertanam dari keluarga.
Khilafah akan menerapkan sistem pendidikan Islam dalam rangka menghasilkan generasi berkepribadian Islam sekaligus calon pemimpin peradaban.
Khilafah juga memberikan jaminan kesejahteraan dari sisi kecukupan ekonomi serta berbagai jalan nafkah yang halal dalam rangka menjaga kekondusifan pengasuhan anak-anak.
Hal ini penting agar para orang tua (khususnya ibu) tidak perlu terlalu pusing memikirkan kebutuhan hidup yang pada akhirnya menelantarkan anak dan mengabaikan proses pengasuhan mereka.
Pada saat yang sama, Khilafah menerapkan sistem sanksi Islam secara tegas dengan sifatnya sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus dosa). Walhasil, ketika ada suatu pelanggaran hukum syariat Islam, tidak akan merembet luas di tengah masyarakat.
Sungguh, jangan biarkan lahir Mario-Mario lainnya, yang meski berkecukupan, tetapi memiliki cara pandang yang salah terhadap kehidupan.
Allah Taala berfirman, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
(QS Ar-Ruum [30]: 30).
Wallahualam bi ash-shawab.
Tags
Opini