Oleh: Ummu Ayla
(Pemerhati Keluarga dan Generasi)
Negeri zamrud khatulistiwa kini tengah merana. Alamnya yang subur dan penuh kekayaan alam ternyata tak mampu membuat penduduknya hidup makmur.
BADAN Pusat Statistik (BPS) Kalsel menyebutkan, penduduk miskin di provinsi ini pada periode September 2022 mencapai 201,95 ribu orang.
Jumlah tersebut bertambah 6,25 ribu bila dibandingkan dengan periode Maret 2022. Saat itu penduduk miskin “hanya” 195,70 ribu. Statistisi Madya BPS Kalsel, Nurul Sabah menuturkan, tingkat kemiskinan selama periode Maret 2022-September 2022 dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya akibat kenaikan harga BBM(kalsel.prokal.co/22/2/23).
Sementara itu Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis angka kemiskinan pada bulan September 2022 (Senin, 16/1/2023). Garis Kemiskinan (GK) nasional pada September 2022 tersebut adalah sebesar Rp 535.547 per kapita per bulan. Garis Kemiskinan (GK) adalah batasan uang yang diperlukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok selama sebulan, termasuk kebutuhan makanan dan non-makanan. GK mencerminkan nilai rupiah pengeluaran minimum yang diperlukan seseorang untuk bisa bertahan hidup dalam kondisi layak. Dengan GK yang hanya sebesar itu saja angka kemiskinan pada bulan September 2022 meningkat sebesar 0,03 persen atau sekitar 0,20 juta orang dibandingkan dengan Maret 2022 menjadi 9,57 persen(tinta siyasi/1/2/23).
Meningkatnya kemiskinan di Indonesia bukan kemiskinan yang terjadi secara kebetulan saja. Saat ini kemiskinan yang menimpa rakyat lebih merupakan kemiskinan sistemik, yaitu kemiskinan yang diciptakan oleh sistem yang diberlakukan oleh penguasa. Sistem Kapitalisme inilah yang dianut oleh penguasa kita saat ini, yang membuat kekayaan milik rakyat dikuasai oleh segelintir orang saja. Penguasa juga seolah tidak peduli dengan rakyatnya karena membiarkan mereka menanggung beban hidupnya sendiri.
Dalam sistem kapitalisme, kebutuhan pokok rakyat yakni sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan tidak menjadi tanggung jawab negara. Demikian juga sumber daya alam yang semestinya menjadi milik rakyat justru malah diserahkan kepada swasta dan asing. Akibatnya rakyat kecil semakin miskin dan para kapital semakin kaya.
Berbeda dalam sistem Islam, negara menerapkan sistem politik ekonomi yang memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan primer rakyat. Jaminan pemenuhan kebutuhan hidup yang tidak hanya diberikan kepada kaum Muslim, tetapi juga kepada non-Muslim. Dalam hal ini, orang-orang non-Muslim yang menjadi warga negara mempunyai hak yang sama dengan orang Muslim, tanpa ada perbedaan.
Kenyataan ini sungguh berbanding terbalik dengan cara Islam dalam mengentaskan kemiskinan.
Pertama, secara individual, Allah SWT memerintahkan setiap Muslim yang mampu untuk bekerja mencari nafkah baik untuk dirinya maupun untuk keluarga yang menjadi tanggungannya. Jika seorang miskin, ia diperintahkan untuk sabar dan tetap bertawakal seraya tetap berprasangka baik kepada Allah SWT. Serta haram baginya berputus asa dar rahmat Allah SWT.
Kedua, secara jama’i atau kolektif. Allah SWT memerintahkan kaum Muslim untuk saling memperhatikan saudaranya yang kekurangan dan membutuhkan pertolongan. Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah beriman kepadaku siapa saja yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan, padahal ia tahu.” ( HR ath-Thabrani)
Ketiga, Allah SWT memerintahkan penguasa untuk bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya, termasuk menjamin kebutuhan pokok mereka. Rasulullah saw bersabda: “Pemimpin atas manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus ( HR. Bukhari)
Penguasa juga wajib mengelola kekayaan alam untuk kepentingan umat bukan dikuasi oleh segelintir golongan saja.
Di Madinah, sebagai kepala negara, Rasulullah menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyatnya dan menjamin kehidupan mereka. Pada masa beliau ada ahlus-shuffa dan mereka tergolong kaum dhuafa, mereka diizinkan tinggal di Masjid Nabawi dan diberi santunan dari kas negara.
Saat menjadi Khalifah, Amirul Mukminin Umar bin Khattab biasa memberikan intensif untuk setiap bayi yang baru lahir demi menjaga dan melindungi anak-anak. Beliau juga pernah berjanji untuk tidak makan daging dan mentega selama umat Muhammad masih ada yang kelaparan.
Pada masa kekhalifahan Abbasiyah dibangun rumah sakit yang lengkap dan canggih pada masanya untuk melayani masyarakat secara gratis. Inilah sebagian contoh kebijakan penguasa pada masa pemerintahan islam untuk mensejahterakan rakyatnya.
Oleh sebab itu, sudah saatnya kita mencampakan sistem selain Islam yang seperti kita ketahui hanya mendatangkan musibah demi musibah bagi kita semua. Sudah saatnya kita kembali pada syariah Islam yang berasal dari Allah SWT. Hanya syariah-Nya yang bisa menjamin keberkahan hidup manusia dan akan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu'alam bishawwab.
Tags
Opini