Oleh : Elly Waluyo
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
Negara memiliki kewajiban dalam memenuhi kebutuhan pokok setiap warga negaranya termasuk di dalamnya adalah memenuhi kebutuhan akan sandang atau pakaian, karena negara memiliki kewajiban untul mengatur mekanisme pasar dalam sistem ekonomi agar kebutuhan sandang tersebut dapat terjangkau oleh warga negaranya. Namun peran ini tak mampu dihadirkan oleh negara yang menggunakan sistem sekuler kapitalis dalam mengatur sistem ekonomi. Akibatnya muncul berbagai persoalan terkait pemenuhan kebutuhan pokok warga negaranya.
Semakin maraknya import baju bekas saat ini mulai dipersoalkan oleh negara, padahal sudah sejak lama import baju bekas ini dilakukan. Pernyataan larangan pun meluncur dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bahwa penjualan baju bekas (thrifting) dianggap mengganggu utilisasi industri. Pernyataan senada diungkapkan pula oleh Reni Yanita yang merupakan Direktur Jendral Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) yang menganggap bahwa thrifting mengganggu penjualan baju lebaran dalam negeri karena Industri Kecil Menengah (IKM) yang memiliki modal kecil dan terbatas dengan keuntungan tak sepadan jika harus bersaing dengan baju bekas yang harganya lebih murah. Pernyataan larangan itu pun semakin diperkuat oleh Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor, pada Pasal 2 Ayat 3 tertera barang dilarang impor yang salah satunya berupa kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas. (https://ekonomi.republika.co.id :17 Maret 2023).
Presiden Joko Widodo juga turut serta memberikan pernyataan bahwa thrifting menganggu industri dalam negeri dan meminta kepada jajarannya untuk mengusut hingga ke akarnya. Polri menggandeng kementerian perdagangan dan bea cukai untuk proses pencegahan penjualan baju bekas import. Tindakan tersebut menurut Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, dilakukan untuk mengawal dan mengamankan program kebijakan pemerintah untuk mempertahankan ekonomi dalam negeri (https://news.republika.co.id: 19 Maret 2023).
Pernyataan lain diungkapkan oleh Suroto ketua Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) yang menganggap bahwa pernyataan pemerintah terhadap permasalahan thrifting mengandung dua arti yaitu pemerintah serius ingin mengembangkan industri tekstil atau hanya mengakomodir keluhan para importir kain yang di monopoli oleh beberapa perusahaan (https://bisnis.tempo.co : 18 Maret 2023)
Berbagai pernyataan larangan dan hujatan dari berbagai institusi pemerintahan diluncurkan untuk menutupi ketidakmampuan negara kapitalis dalam memenuhi kebutuhan pokok warga negaranya dan menutupi monopoli tekstil dalam negeri yang dilakukan oleh segelintir orang dengan memberikan alasan mengganggu UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah). Alasan yang jauh api dari panggang. Negara bersistem kapitalis hanya mementingkan keuntungan materi dan menempatkan dirinya hanya sebagai regulator dalam memuluskan kepentingan para kapital sehingga tidak heran kebijakan dikeluarkan saat negara kehilangan pendapatan atau adanya keluhan dari para kapital yang terusik pendapatannya.
Sebagaimana yang terjadi dalam kasus thrifting tersebut negara kehilangan pendapatan yang berasal dari cukai import, sehingga yang dipermasalahakan adalah thrifting ilegal, karena mengancam gerai atau retail yang dimiliki para kapital. Dilarangnya thrifting ilegal dimaksudkan untuk memperlancar bisnis thrifting legal yang dimonopoli oleh segelintir orang. Kebijakan yang tak pernah membela kepentingan rakyatnya. Padahal di sisi lain, permasalahan thrifting yang terjadi dapat meningkatkan ekonomi masyarakat jangka pendek dan memenuhi hasrat hedonis dan brandminded di masyarakat dengan harga murah. Hal ini juga menunjukkan bahwa ekonomi masyarakat rendah dan tingginya kebutuhan suplai pakaian berharga murah. Masyarakat tak perduli lagi dengan bahaya kesehatan yang diakibatkan oleh baju bekas tersebut.
Berbeda halnya dengan negara bersistem Islam. Negara berkewajiban memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok rakyatnya yaitu kebutuhan akan sandang, pangan dan papan melalui mekanisme tidak langsung yaitu memenuhi kebutuhan secara mandiri dengan mendorong setiap individu untuk bekerja sesuai dengan kemampuannya. Negara membuka lapangan kerja seluas-luasnya. Bahkan negara mengelola tanah yang tidak dikelola oleh pemiliknya pada orang lain yang memiliki kemampuan untuk mengolahnya. Namun jika melalui hal tersebut rakyat masih ada yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, maka negara memerintahkan kerabat atau ahli warisnya membantu yang tidak mampu, dan jika tidak mempunyai ahli waris atau kerabat, maka negara akan turun langsung memberikan bantuan yang diambil dari baitul maal pada pos harta negara, pos kepemilikan umum atau harta zakat yang berasal dari fa’i dan kharaj yang besar. Jaminan kebutuhan pokok ini untuk seluruh rakyat baik muslim maupun non muslim demikian pula dalam pendidikan, kesehatan dan keamanan yang dapat diakses dengan mudah bahkan gratis oleh warga negaranya karena merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh negara. Demikianlah sistem shahih yang disyariatkan Allah SWT
Tags
Opini