Oleh: Ami Ammara
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) merilis data bahwa Indonesia menempati peringkat kedua di dunia dengan jumlah kasus penyakit tuberkulosis (TBC) terbanyak di dunia.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, dr Imran Pambudi pada konferensi pers daring, “Hari Tuberkulosis Sedunia 2023" yang mengangkat tema: Ayo Bersama Akhiri TBC, Indonesia Bisa”, pada Jumat (17/3/2023).
Imran menyebutkan laporan tersebut berdasarkan data Global TB Report (GTR) tahun 2022 dengan perkiraan kasus TBC sebanyak 969.000 dengan incidence rate atau temuan kasus sebanyak 354 per 100.000 penduduk.
"Gambaran besar tuberkulosis (TBC) di dunia dan Indonesia menempati kedua negara dengan beban TBC terbanyak di dunia dengan estimasi 969.000 kasus dan incidence rate 354/100.000 penduduk,” kata Imran.
Imran menuturkan berdasarkan Global TB Report 2022 secara global jumlah TBC terbanyak yaitu usia produktif terutama pada usia 25-34 tahun. Sementara di Indonesia, jumlah kasus TBC produktif terutama pada usia 45-54 tahun jakarta, Beritasatu.com.
Indonesia menempati peringkat kedua di dunia dengan jumlah kasus penyakit tuberkulosis terbanyak di dunia. Kondisi ini mencermikan banyak hal, mulai dari buruknya upaya pencegahan, buruknya higiene sanitasi, rentannya daya tahan, kegagalan pengobatan, rendahnya pengetahuan, hingga lemahnya sistem kesehatan dan pendidikan.
Tingginya kemiskinan dan stunting juga terbatasnya sarana kesehataan jelas memberikan kontribusi yang cukup besar. Di sisi lain fakta ini menunjukkan lemahnya berbagai upaya yang dilakukan meski sudah menggandeng ormas, bahkan kerja sama dengan LN bahkan WHO.
Demikian juga menunjukkan lemah dan jahatnya sistem sekuler kapitalis yang menjadi asas pengaturan urusan saat ini, yang bahkan menjadikan orang sakit sebagai komoditas dan dikapitalisasi.
Memang, di dalam sistem pemerintahan demokrasi tak ada jaminan bahwa rakyat akan hidup sejahtera. Sebab, sistem ekonomi yang diterapkan adalah ekonomi kapitalistik. Di mana pemerintah hanya menjadi regulator antara rakyat dengan para kapitalis. Walhasil, rakyat harus berusaha memenuhi kebutuhan hidup sendiri.
Minimnya pengetahuan masyarakat akan kesehatan juga merupakan dampak dari kurangnya sosialisasi. Masyarakat yang minim dalam mengenyam pendidikan juga tak luput menambah absennya pengetahuan masyarakat akan berbagai jenis penyakit. Lagi-lagi ini tak lepas dari pengurusan pemerintah terhadap rakyatnya. Jika pemerintah tak mengerahkan seluruh daya upaya dalam mengurus rakyat, maka masyarakat akan menjalani kehidupan yang kurang memperhatikan kesehatan.
Solusi Islam Penanganan Penyakit
Dalam menangani penyakit di suatu masyarakat, maka Islam memandang bahwa pemerintah menjadi penanggung jawab atas hal ini. Pemerintah atau Pemimpin negara merupakan pengurus urusan rakyat sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw. yang diriwayatkan oleh Bukhori, "Imam (pemimpin negara) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas kepengurusan rakyatnya".
Terkait adanya penularan suatu penyakit, maka testing, tracking, and treatment merupakan hal yang harus dioptimalkan negara. Jika nanti terbukti banyak orang yang terkontaminasi TBC, maka upaya memisahkan antara orang yang sehat dan sakit merupakan hal yang penting yang tidak bisa diabaikan.
Pola hidup sehat juga harus dilakukan dalam setiap keluarga, termasuk menciptakan kondisi yang sehat di lingkungan masyarakat merupakan hal yang tidak boleh diabaikan. Adapun kurangnya pemenuhan asupan gizi karena faktor ekonomi, maka ini perlu langkah berkala dari pemerintah. Hal ini agar rakyat mendapatkan kemudahan untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka. Semua itu akan dapat dilakukan jika pemerintah menyandarkan aktivitasnya sesuai dengan apa yang telah Allah SWT perintahkan. Tentu saja sesuai dengan syariat Islam.
Sebab Islam, sebagai agama yang mengatur semua aspek kehidupan manusia, juga memiliki pandangan tersendiri terhadap kesehatan. Islam memandang bahwa kesehatan merupakan salah satu kebutuhan hidup masyarakat yang harus dijamin oleh negara.
Negara sebagai pengurus rakyat harus memberikan layanan kesehatan, menyediakan sarana prasarana yang mendukung dalam memberikan pelayanan kesehatan tersebut.
Pelayanan kesehatan ini berlaku untuk semua warga negara tanpa kecuali. Semua rakyat ( kaya - miskin ) mendapatkan kualitas layanan kesehatan yang sama. Negara tidak boleh menjadikan kesehatan sebagai ajang untuk mencari keuntungan materi.
Pelayanan kesehatan tidak boleh dikomersilkan sekalipun ada rakyat yang mampu membayarnya. Karena layanan kesehatan juga bagian dari layanan publik yang harus dilakukan dengan amanah dan penuh tanggung jawab.
Faktanya, kepengurusan negara yang terbaik dalam kesehatan ada di dalam negara ISLAM, yakni Khilafah. Khilafah yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan berfikir dan menetapkan peraturan telah membuat rakyat mendapatkan penanganan yang tepat saat rakyat ditimpa sakit.
Tak hanya itu, semua biaya pengobatan juga ditanggung oleh Khilafah. Bahkan jika ada pencari nafkah yang sakit, ia akan mendapatkan santunan sebagai ganti atas upah ketika ia tidak dapat bekerja.
Dalam faktor ekonomi, Khilafah juga menjamin seluruh warga negara untuk mendapatkan kemudahan dalam memenuhi segala kebutuhan dasar hidup mereka. Kebutuhan itu meliputi sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan.
Semua itu merupakan hal yang mungkin terjadi jika pemerintah mengembalikan fungsinya sebagai pengurus rakyat sebagaimana yang diperintahkan oleh Syari'at Islam.
Wallahu a'lam bi ash-shawab.
Tags
Opini