Ibu-Ibu Pengajian Dinilai Berkontribusi Negatif Oleh Elite Politik



Oleh: Siti Maisaroh, S.Pd.

Beberapa pekan lalu media sosial dibuat heboh dengan beredarnya video seorang negarawan yang mengkritisi ibu-ibu pengajian sebagai salah satu penyebab stunting pada anak sungguh sangat disayangkan. Pernyataan beliau seolah mengerdilkan bahwa aktivitas pengajian tak lebih hanya sebatas aktivitas yang sia-sia. Beliau juga menilai aktivitas pengajian hanya akan membuat para ibu lalai terhadap kewajiban mereka mengurus anak-anaknya. Bahkan dinilai menjadi salah satu penyebab terjadinya stunting pada anak.

Dikutip dari republika.co.id, Ketua Dewan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Megawati Soekarnoputri, menjadi sorotan kembali setelah pidatonya memicu kontroversi di media sosial. Pidato Megawati itu terucap saat ia menjadi pemateri dalam Seminar Nasional Pancasila dalam Tindakan: Gerakan Semesta Berencana Mencegah Stunting, Kekerasan Seksual pada Anak dan Perempuan, Kekerasan dalam Rumah Tangga, serta Mengantisipasi Bencana. Acara ini diselenggarakan di Jakarta Selatan pada Kamis (16/2/2023).
Salah satu pidato Megawati yang kontroversial adalah ketika membahas masalah anak stunting. Dia mengaitkannya dengan aktivitas keagamaan kaum ibu yang waktunya tersita untuk pengajian sehingga lupa mengurus anak. Alhasil, ia sampai berpesan agar kaum ibu bisa membagi waktu agar waktunya tidak habis untuk pengajian dengan melupakan asupan gizi anak.

Yang menjadi persoalan adalah kenapa hanya menyorot pada aktivitas pengajian. Tentu ini sangat sensitif dihati umat mayoritas negeri ini. Jika penilaian berdasarkan kuantitas waktu, bukankah ibu pekerja jauh lebih sedikit memiliki waktu luang untuk keluarga. Secara naluriah seorang ibu akan lebih memilih merawat putra  putri dan keluarga mereka. Sayangnya, dalam sistem kapitalisme saat ini peran seorang ibu lebih banyak terampas karena mereka dituntut ikut memenuhi kebutuhan keluarga. 

Menilik masalah stunting kurang pas rasanya jika kesalahan hanya dilimpahkan kepada  seorang ibu. Negara dan sistemlah yang seharusnya paling bertanggung jawab menyelesaikan masalah ini. Karena pokok permasalahan stunting tak bisa lepas dari masalah kemiskinan dan jaminan kesejahteraan masyarakat. 

Jika kita mengecek data, provinsi yang penduduknya termiskin di Indonesia adalah mulai dari Papua, Papua Barat lalu disusul yang ketiga oleh Nusa Tenggara Timur (NTT), dan jika dikaitkan dengan aktifitas pengajian, tentu tidak berkorelasi. Karena disana, mayoritas agamanya adalah non Islam, sehingga jelas bahwa aktifitas pengajian juga sangat jarang disana, karena Islam yang membudayakan pengajian adalah agama minoritas di provinsi termiskin demikian. 

Tentu saja tuduhan terhadap aktivitas pengajian sebagai penyebab kelalaian dalam mengurus anak adalah bentuk kesalahan persepsi. Justru pengajian bisa menjadi wadah mengkaji ilmu. Dalam Islam, kajian tidak hanya sebatas mempelajari ritual beribadah, namun juga ilmu- ilmu lain termasuk di dalamnya ilmu parenting. Dalam Islam, mengkaji ilmu menjadi dasar  pembentukan individu yang berkualitas, menjadi bekal seorang ibu khususnya dalam membentuk dan mencetak kepribadian anak- anak. Alhasil lahirlah generasi cemerlang yang tidak hanya sehat secara fisik namun juga mental dan akhlaknya seperti semasa peradaban Islam berjaya dalam naungan Khilafah. Kita mengenal sosok generasi luar biasa semisal Imam Syafi'i, dimana ibunya adalah seorang pembelajar, senang mengkaji ilmu Islam dan senang bermajelis. 

Hal tersebut berbeda dengan sistem sekularisme saat ini. Peran ibu lebih banyak tercurah untuk bekerja fulltime. Mereka lantas menyerahkan pengasuhan anak hanya pada para pengasuh pengganti. Hal ini tentu tak sebanding dengan waktu yang tersita hanya untuk kegiatan pengajian. 

Mengkaji ilmu, adalah perintah dari Allah dan RasulNya, sebagaimana hadist Nabi Saw, 

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224). Sehingga sangat memprihatinkan jika ada manusia yang menilai negatif aktifitas mengkaji ilmu, terlebih lagi ilmu Islam. 

Pokok masalah stunting sebenarnya tak pernah lepas dari masalah kemiskinan. Bagaimana bisa sebuah keluarga terlepas dari masalah stunting jika dalam pemenuhan kebutuhan pokok mereka saja sudah sulit. Naiknya harga BBM memaksa harga pangan dan sembako kian melunjak. Perlu peran yang lebih besar untuk mengentaskan masalah ini, dalam hal ini adalah negara. Dalam Islam, negara wajib memenuhi kebutuhan masyarakatnya, terutama kebutuhan pokok. Negara wajib menjamin dari segi pendidikan, kesehatan, keamanan dan pemenuhan kehidupan rakyatnya. Dalam Islam, negara akan menjamin setiap kepala keluarga mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga mampu memenuhi kebutuhan keluarganya dengan baik. Dengan demikian, peran ibu tak lagi terusik karena harus menjadi 'tulang punggung' keluarga. 

Namun bukan berati Islam mengekang hak-hak seorang wanita. Islam membolehkan wanita bekerja asal sesuai syariat. Wanita juga punya  hak dan akses yang sama dalam menuntut ilmu sehingga peran ibu sebagai mdarasah pertama bagi anaknya pun bisa terwujud. Menuntut ilmu dalam hal ini bisa didapatkan juga melalui kajian- kajian rutin. Maka salah besar jika menganggap aktivitas pengajian tidak perlu dan sia-sia. Mengkambinghitamkan aktivitas pengajian karena menyita waktu seorang ibu merawat anaknya juga terkesan mengada-ada. 

Sekali lagi stunting hanya bisa terselesaikan jika akar masalahnya yaitu kemiskinan teratasi dan akses kesehatan masyarakat benar-benar terjamin. Dan hanya dalam sistem Islam kaffah hal tersebut bisa terwujud. Wallahu alam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak