Harga Naik Menjelang Ramadhan, "Tradisi" Tidak Dapat Dihindari




Oleh: Endang Setyowati 

Tidak terasa saat ini telah masuk bulan sya'ban, itu berarti sebentar lagi ramadhan telah datang, pasti akan disambut dengan suka cita oleh seluruh umat Islam. Karena di bulan ramadhan ini, Allah akan mengobral pahala. 

Namun, seperti sudah menjadi "tradisi" saat ramadhan menjelang ataupun hari besar lainnya, harga-harga selalu naik. Sehingga rakyat akan kebingungan  serta kesusahan  untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.

seperti contoh harga cabai yang semakin "pedas" sudah naik dibandingkan dengan pekan kemarin, Harga cabai rawit merah melonjak naik hingga menyentuh Rp 80.000 per kilogram pada Senin (6/3). Harga cabai rawit tersebut naik signifikan dibandingkan pekan lalu yang mencapai Rp 70.000 per kilogram.

“Harga cabai rawit merah memang tertinggi dari harga cabai lainnya, naiknya Rp 10.000. Dari yang sebelumnya Rp 70.000 per kg, saat ini menjadi Rp 80.000 per kg,” ujar Imah,  pedagang di Pasar Tradisional Pondok Labu, Jakarta Selatan, Senin (6/3). 

Imah mengatakan, stok cabai rawit merah sebenarnya masih normal. Namun dia menduga jika kenaikan harga cabai tersebut disebabkan karena permintaan yang meningkat jelang Ramadan.

Sementara itu, berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Nasional yang dikeluarkan Bank Indonesia, rata-rata nasional harga cabai rawit merah mencapai Rp 65.100 per kg pada Senin (6/3). 

Angka tersebut naik dibandingkan pada awal Februari yang hanya mencapai Rp 54.800 per kg. Rata-rata harga cabai rawit merah tertinggi terdapat di Kalimantan Utara yang mencapai Rp 105.000 per kg. 


Sementara untuk harga cabai rawit merah terendah berada di Sumatera Utara yang mencapai Rp 34.250 per kg. Rata-rata harga cabai rawit merah di Jakarta mencapai Rp 81.650 per kg.
(katadata.co.id, 6/3/2023).


Beginilah kondisi yang terus terulang, tatkala negara hanya berperan sebagai regulator saja. Benar saja menyediakan bahan pokok, namun harga melambung bak balon udara yang terlepas, sehingga tidak bisa digapai, walaupun dapat namun mahal dan sulit.

Sehingga rakyat sendirilah yang berjibaku dalam memenuhi seluruh kebutuhannya. Dengan bersusah payah. Negara seharusnya melakukan upaya antisipasi agar tidak ada gejolak harga dan bahan pokok mudah didapat oleh seluruh rakyat.

Sebenarnya memenuhi kebutuhan dasar yang berupa sandang, pangan dan papan adalah tugas negara, karena telah menjadi kewajiban negaralah untuk menjaga transaksi ekonomi rakyat agar jauh dari hal yang melanggar syariat.

Di sisi lain, ada pihak yang bermain curang dengan menimbun atau memonopoli perdagangan barang tertentu. Sehingga barang akan susah untuk didapat karena hanya tertumpu kepada satu orang saja.

Sangat berbeda ketika negara menggunakan sistem Islam, maka perhatian negara sepenuhnya tercurahkan hanya untuk kemaslahatan rakyat saja, tidak akan ada penimbunan ataupun monopoli harga akibat kelangkaan barang.

Penimbunan sendiri sangat diharamkan oleh Allah, sehingga pelakunya akan terkena sanksi atasnya. Ketika barang di pasar langka, maka pemimpin dengan sigap untuk menyediakannya.

Hal ini pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab pada masa paceklik kala terjadi kelaparan di Hijaz akibat kelangkaan makanan. Beliau sebagai seorang pemimpin, segera bertindak cepat, dengan mengirim surat dan mendatangkan makanan dari Mesir dan Syam ke Hijaz sehingga kebutuhan masyarakat di Hijaz terpenuhi.

Begitulah bentuk periayahan seorang pemimpin dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya serta melindungi ekonomi negara sehingga terbebas dari monopoli segelintir orang-orang yang tidak bertanggungjawab.


Wallahu a'lam bi shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak