Oleh: Julia Ummu Adiva
Harumnya Ramadhan sangat terasa sebulan sebelum hari yang dimana sangat dinantikan oleh kaum muslim. Bahkan menjadi butiran cinta tiap detik, menit dan hitungan harinya karena tamu agung akan segera datang. Namun seringkali tradisi buruk menjelang ramadhan yakni bahan pokok yang dibutuhkan masyarakat terus menjulang tinggi. Rasanya sudah tidak asing lagi dengan hal ini yang merupakan fenomena buruk yang kerap terulang.
Melihat dibeberapa titik daerah banyak masyarakat mengeluhkan harga bahan pokok yang terus naik bak roda yang berputar. Sebagaimana pernyataan menurut Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) secara konsisten beberapa bahan pangan pokok meningkat harganya karena banyaknya permintaan yang melonjak. Adapun komoditas pangan tersebut seperti, minyak goreng, gula pasir, bawang merah, cabai, ayam, telur, daging hingga beras. Dikutip dari detik.com.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) memantau harga dan stok berbagai kebutuhan pokok di seluruh Indonesia melalui Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok(SP2KP) per tgl 10/03/2023 terpantau stabil, selanjutnya Kemendag akan melakukan beberapa langkah untuk terus menjaga stabilitas harga dan ketersediaan bahan pokok(Antara, Selasa, 14/02/2023) namun hal ini terus akan dipantau terutama dalam seminggu dan 3 hari menjelang ibadah puasa. Kalau pun terjadi kenaikan harga yang signifikan, pemerintah telah sepakat dengan distributor menggelar operasi pasar guna menekan kenaikan tersebut.
Sistem Ekonomi Kapitalis, Akar Masalah
Adam Smith ialah tokoh pendiri sistem ekonomi kapitalis menyatakan bahwa pasar memainkan peranan yang sangat penting dalam sistem perekonomian. Ekonomi kapitalis menghendaki pasar bebas untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi, mulai dari produksi, konsumsi dan distribusi.
Untuk itu harga pasar yang tercipta dianggap tidak sesuai secara keseluruhan karena Indonesia sendiri menganut sistem ekonomi kapitalis yang dengan kebijakan dan keadaan perekonomiannya berkiblat ke barat. Maka jelas hal ini menjadi pemainan monopoli perdagangan. Begitupun dalam dunia nyata mekanisme pasar tidak berjalan dengan baik karena adanya berbagai faktor yang mendistorsinya (Nasution, Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, 2007)
Mekanisme pasar sejatinya tidak berjalan baik sehingga kenaikan harga tetap terjadi dikarenakan di dominasi oleh 2 faktor, pertama: negara kita masih mengandalkan impor dalam beberapa produk pangan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2023, produk pangan yang diimpor dari urutan tertinggi sampai terendah adalah biji gandum, gula, garam, kedelai, beras, jagung, bawang putih, dan tepung terigu. Adanya impor produk-produk tersebut akan mempengaruhi harga di dalam negeri, apalagi nilai tukar rupiah terhadap kurs dollar Amerika masih lemah yaitu saat ini masih kisaran di atas 14.000 rupiah.
Kedua faktor di atas niscaya akan ada pada negara yang mengemban ideologi kapitalisme termasuk Indonesia. Sebagai negara pengekor, kebijakan-kebijakan pemerintah Indonesia sangat dipengaruhi oleh negara Amerika sebagai induk semang ideologi kapitalisme saat ini. Dalam sistem kapitalisme, mereka-mereka yang memiliki modal besarlah yang akan menguasai pasar.
Sistem Islam, Solusi Tuntas
Politik ekonomi adalah tujuan yang ingin dicapai oleh hukum-hukum yang dipergunakan untuk memecahkan mekanisme pengaturan berbagai urusan manusia. Politik ekonomi Islam adalah menjamin terealisasinya pemenuhan semua kebutuhan primer (basic needs) setiap orang secara menyeluruh, berikut kemungkinan dirinya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sekunder dan tersiernya, sesuai kadar kesanggupannya sebagai individu yang hidup dalam sebuah masyarakat yang memiliki gaya hidup tertentu (Taqiyuddin An-Nabhani, Sistem Ekonomi Islam, 2015)
Wujud suatu pasar dalam Islam, merupakan refleksi dan kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, dan bukan sebaliknya. Islam mengatur bagaimana keberadaan suatu pasar tidak merugikan antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu, keterlibatan produsen, konsumen, dan pemerintah di pasar sangatlah diperlukan dengan tujuan untuk menyamakan persepsinya tentang keberadaan suatu harga. Jika hal itu tercapai maka mekanisme pasar yang sesuai dengan syariat Islam akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat (Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam, Suatu Pengantar, 2003).
Dalam konsep Islam, penentuan harga dilakukan oleh kekuatan pasar yaitu kekuatan permintaan dan penawaran secara alamiah. Pertemuan permintaan dengan penawaran tersebut haruslah terjadi secara rela sama rela, tidak ada pihak merasa terpaksa untuk melakukan transaksi pada suatu tingkat harga. Sebagaimana firman Allah Swt.: “Hai orang-orang yang beriman, Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (TQS. An-Nisaa:29)
Namun, ketika negara mematok harga untuk umum maka Allah Swt telah mengharamkan Dalil keharamannya didasarkan pada hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Anas Ra. yang mengatakan: “Harga pada masa Rasulullah Saw. Pernah membumbung. Lalu mereka melapor, ‘Ya Rasulullah, seandainya saja harga ini Engkau patok (tentu tidak membumbung seperti ini)’. Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allahlah Maha Pencipta, Maha Penggenggam, Maha Melapangkan, Maha Pemberi Rezeki, Maha Menentukan Harga. Sesungguhnya aku sangat ingin menghadap ke hadirat Allah, sementara tidak seorang pun yang menuntutku karena sesuatu kezaliman yang aku lakukan kepadanya, dalam masalah harta dan darah” (HR. Ahmad)
Pematokan harga faktanya memang membahayakan, bahkan termasuk sangat membahayakan umat dalam segala keadaan. Sebab, pematokan harga bisa membuka pasar secara sembunyi-sembunyi. Orang-orang akan melakukan jual beli di sana dengan penjualan di bawah tangan, yang tidak diketahui, bahkan jauh dari pengawasan negara. Inilah yang disebut pasar gelap. Akibatnya, harga melambung tinggi, dan barang-barang hanya bisa dijangkau oleh orang-orang kaya, sementara yang miskin tidak. Pematokan harga juga bisa berpengaruh terhadap konsumsi barang, dan selanjutnya bisa berpengaruh terhadap Qadhi hisbah (al-muhtasib). Al-Muhtasib inilah yang memiliki kewenangan memberikan putusan dalam berbagai penyimpangan terhadap syariat secara langsung begitu ia mengetahuinya. Di tempat mana pun ada tanpa memerlukan adanya sidang pengadilan. Sejumlah polisi ditetapkan berada di bawah wewenangnya untuk mengeksekusi perintah-perintahnya dan menerapkan keputusannya saat itu juga.
Begitulah politik ekonomi Islam mengatur. Hal ini akan berjalan jika sistem Islam diterapkan dalam tatanan bernegara. Sebagaimana Rasulullah dan para khalifah sesudahnya telah menerapkannya. Sehingga persoalan klasik yang terjadi tiap tahun menjelang Ramadhan tidak terjadi kembali.(Ratni Kartini, S.Si)
Wallahu ‘alamu bisshowab
Tags
Opini