Oleh : Ni’mah Fadeli
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
Krisis pangan menjadi salah satu persoalan yang dikhawatirkan akan mengancam keberlangsungan negara. Oleh karenanya Presiden Joko Widodo menggagas program food estate demi terciptanya ketahanan pangan dalam negeri yang direalisasikan dengan mengubah hutan beberapa desa di Kalimantan Tengah menjadi perkebunan singkong dan sawah. Program yang dimulai pada November 2020 ini diakui Pejabat Kementerian Pertanian memiliki sejumlah kekurangan meski pihaknya tak mau beranggapan bahwa program ini sepenuhnya gagal. Meski faktanya 600 hektare perkebunan singkong mangkrak dan 17.000 hektare sawah tak kunjung panen sementara bencana banjir semakin meluas dan berkepanjangan akibat gundulnya hutan.
Rangkap, seorang warga Desa Tewai Baru Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah mengungkapkan kekecewaan yang dalam dengan dilaksanakannya program ini. Hal ini dikarenakan sebelum berubah menjadi kebun singkong, hutan di desanya adalah tumpuan penduduk setempat untuk mengambil kayu, berburu serta mencari ramuan tradisional. Menurutnya warga tak pernah diajak bermusyawarah sebelum program dijalankan. Hal ini dibenarkan oleh Sigo, Kepala Desa setempat yang menyatakan bahwa hanya kepala desa di Kecamatan Sepang, kepala adat, perangkat adat, lurah, bupati, kapolsek dan kapolres yang diundang Kementerian Pertanahan untuk tiga kali sosialisasi pada 2019 meski tak pernah ada penjelasan mengapa hutan desanya yang digunakan dan mengapa tanaman singkong yang menjadi pilihan. Padahal menurutnya, tanah di desanya tak cocok untuk singkong karena 70 persennya adalah pasir. Serupa dengan perkebunan singkong, food estate padi di Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau juga sudah dua tahun berjalan tanpa memberikan hasil. Menurut Direktur LSM Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Kalteng, Bayu Herinata kegagalan tersebut juga dikarenakan kurangnya kesesuaian lahan dan kondisi sosial masyarakat. (BBC.com, 15/03/2023)
Menanggapi hal ini, Direktur Perlindungan dan Penyediaan Lahan, Kementerian Pertanian, Baginda Siagian menyatakan bahwa pengembangan food estate adalah program jangka panjang yang hasilnya tak bisa dilihat dalam waktu singkat. Dia mengakui bahwa pengelolaan lahan pertanian rawa tidaklah mudah namun potensi untuk dikembangkan masih cukup besar. (BBC.com, 17/03/2023).
Pangan adalah kebutuhan dasar utama manusia selain sandang dan papan. Karenanya kebutuhan akan pangan harus selalu dipenuhi agar tercipta keberlangsungan hidup yang seimbang. Jika ketersediaan pangan lebih kecil dibanding dengan kebutuhan yang harus dipenuhi maka akan terjadi ketidakstabilan ekonomi yang berakibat stabilitas suatu negara goyah. (Bulog.co.id). Maka menjaga ketahanan pangan rakyat yang dipimpin haruslah menjadi prioritas seorang pemimpin. Memastikan bahwa rakyatnya telah terpenuhi pangannya baik dari jumlah maupun kualitas adalah tanggung jawab seorang pemimpin.
Seorang pemimpin haruslah cerdas dan penuh pertimbangan agar setiap keputusan yang diambil minim kekurangan yang justru akan merugikan rakyat. Ide food estate yang mengubah lahan hutan dengan tanah rawa dan berpasir menjadi perkebunan singkong serta sawah bukanlah keputusan tepat. World Resources Institute menilai bahwa masalah utama ketahanan pangan di Indonesia adalah distribusi yang tidak merata dan keterbatasan daya beli masyarakat. Program food estate tentu bukan solusi untuk ketahanan pangan seperti yang diinginkan dan justru menimbulkan masalah baru yaitu meluasnya bencana banjir.
Program food estate ini menunjukkan betapa mudahnya pemimpin di era kapitalis mengambil kebijakan tanpa ilmu yang mumpuni dan pertimbangan yang matang. Analisa tentang lingkungan, ekonomi dan sosial tak dilakukan secara mendalam. Kebijakan yang diambil hanya bersifat pencitraan seolah memberi solusi padahal justru menimbulkan perih di hati rakyat. Hutan yang menjadi tumpuan hidup sudahlah hilang dan justru berganti dengan banjir yang terus menerus datang.
Kebijakan dengan motif pencitraan sangatlah dilarang dalam Islam. Kebijakan yang diambil pemimpin dalam Islam adalah untuk melayani rakyat. Maka setiap keputusan yang diambil haruslah memberi manfaat dan menyejahterahkan rakyat. Syariat Islam adalah landasan dalam setiap keputusan maka adalah wajib bagi pemimpin senantiasa memperkaya diri dengan ilmu sehingga keputusan yang diambil memberi solusi yang nyata dan tidak menambah masalah. Amanah yang telah diterima akan berusaha sekuat tenaga untuk dilaksanakan karena sadar bahwa akan ada hari dimana amanah tersebut diminta pertanggungjawaban oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Begitu besar peringatan Rasul akan beratnya menjadi pemimpin. “Tidaklah seseorang diamanahi memimpin suatu kaum kemudian meninggal dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, maka diharamkan baginya surga.” (H.R. Bukhari-Muslim).
Pemimpin amanah tentu adalah seseorang yang paham Islam. Sistem kapitalis sekuler seperti saat ini tidak akan selaras dengan pemimpin Islam yang sesungguhnya karena orientasinya adalah keuntungan materi dan memisahkan aturan agama dari kehidupan. Maka pemimpin yang melayani rakyat, takut melakukan kedzaliman kepada rakyat dan hanya mengharap ridha Allah Subhanallahu wa Ta’ala dalam setiap kebijkan yang diambilnya hanya akan didapat ketika syariat Islam telah diterapkan secara menyeluruh dalam setiap bidang kehidupan.
Wallahu a’lam bishawwab.
Tags
Opini