Di Balik Kebakaran Depo Plumpang, Nasib Rakyat Terabaikan




Oleh: Khusnul

Peristiwa kebakaran Depo Pertamina Plumpang mendapat respons dari pengamat tata kota Universitas Trisakti Jakarta Yayat Supriatna. Ia mempertanyakan siapa yang memberikan rekomendasi permukiman penduduk di kawasan depo BBM. Menurut Yayat, depo itu pertama dibangun pada 1974. Ketika itu, kawasan Jakarta tidak sepadat dan seramai sekarang. Ia mengungkapkan, seiring dengan berkembangnya industri, maka kepadatan penduduk semakin meningkat. Bahkan ada satu RW yang jumlah RT-nya bertambah dari tujuh menjadi 11. Pembangunan permukiman meluas, bahkan jarak dengan tembok pembatas depo hanya 20 meter. Padahal, ukuran tangki BBM yang semakin besar seharusnya diikuti dengan jarak yang semakin jauh dari rumah warga.

“Pertanyaan nya siapa yang mengizinkan dan memberikan rekomendasi, katanya ada sengketa tanah, ranah di luar depo BBM Plumpang itu ranah pengadilan yang memutuskan dan Pemprov DKI,” ucapnya. (kompas.tv, 4 Maret 2023).


Kebakaran hebat di Depo Pertamina Plumpang, Koja, Jakarta Utara, pada Jumat (3/3) malam telah melalap permukiman warga di sekitarnya dan menewaskan 15 orang —dua di antaranya termasuk anak-anak.
Kala itu, JK sempat memperingatkan bahayanya permukiman warga yang terlalu dekat dengan salah satu terminal BBM paling penting di Indonesia tersebut. Dia meminta agar area di sekitar depo harus bebas permukiman warga guna meminimalisir jumlah korban, jika terjadi terjadi musibah seperti ini. Saatnya sekarang bagi Pertamina untuk segera melakukan pembebasan lahan di sekitar kawasan depo di seluruh Indonesia agar kawasan depo dengan kawasan permukiman benar-benar aman,” demikian pernyataan JK saat meninjau lokasi kebakaran, pada Senin (19/1/2009). Kita akan mengambil langkah bagaimana instalasi minyak ini bisa bebas penduduk,” tegas dia. (kumparan.com, 4 Maret 2023).


Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta depo bahan bakar minyak (BBM) Pertamina di Plumpang pasca insiden kebakaran dapat dipindahkan ke lokasi lebih aman, seperti area pelabuhan milik Pelindo.
"Saya berharap supaya depo ini lebih aman, itu bisa direlokasi di daerah pelabuhan, di daerah Pelindo," kata Ma'ruf Amin usai mengunjungi korban terdampak kebakaran Depo BBM Pertamina Plumpang di Kelurahan Rawa Badak Selatan, Jakarta Utara, Sabtu. Ma'ruf Amin menambahkan keamanan depo BBM, sebagai salah satu objek vital, merupakan hal mutlak di suatu daerah ibu kota seperti DKI Jakarta (antaranews.com, 4 Maret 2023).


Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk mensinkronisasikan tata ruang bersama pasca kebakaran pipa Terminal BBM (TBBM) Plumpang Pertamina. Kalau kita melihat zona penyangga Pertamina pada tahun 1971 sampai dengan tahun 1987 dalam kondisi sangat aman. Namun, setelah Reformasi 1998 memang kalau kita melihat banyaknya kehilangan lahan (zona penyangga). Dan ini konteksnya bukan hanya terjadi di Plumpang, namun terjadi di objek-objek vital nasional lainnya," katanya. Kalau tidak memungkinkan maka akan dilakukan relokasi, seperti yang didorong pada dua tahun lalu untuk memindahkan Terminal BBM Plumpang ke Pelindo. Dia menyampaikan penataan ulang obvitnas harus dilakukan secara tepat agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat sekitar.


Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir mengatakan pihaknya telah memutuskan untuk merelokasi Depo Pertamina Plumpang ke lahan milik PT Pelabuhan Indonesia atau Pelindo. "Kita sudah koordinasi dengan Pelindo, itu lahannya akan siap dibangun akhir 2024," kata Erick usai bertemu pimpinan Pertamina, Senin (06/03) sore. (BBC, 7 Maret 2023).


Sungguh miris sekali tragedi Depo Plumpang kali ini, jumlah korban sangat banyak dari warga yang tinggal  disekitar Depo Plumpang menjadi korban ledakan. Dimana seharusnya wilayah ini tidak  menjadi tempat hunian warga, tapi nyatanya warga dibiarkan terus berkembang dan dilegalisasi dengan pembentukan RT RW  dan pemberian KTP. Kalau kita amati sebenarnya Rawa Badak adalah tempat yg tidak layak di jadikan sebagai hunian, karena karakteristiknya dan perlu penanganan ektra. Harusnya tempat ini hanya dijadikan sebagai wilayah jarak aman, sebab tangki penampungan nya juga semakin besar. Tapi kenyataannya warga juga diberi ijin untuk tinggal disitu oleh pemerintah setempat. 


Musibah ini  menunjukkan adanya kesalahan tata kelola kependudukan, juga menunjukkan abainya negara terhadap keselamatan rakyat. Seharusnya tempat tinggal warga itu jauh dari kawasan industri, pabrik-pabrik dan pertambangan. Sedangkan dari asalnya wilayah rawa harusnya difungsikan sebagaimana mestinya yaitu menjadi wilayah resapan air hujan. Apalagi sebelumnya juga pernah terjadi kebakaran ditempat tersebut, pada tahun 2009 dulu. Ini mestinya menjadi pertimbangan tersendiri bagi pemerintah untuk tidak memberikan ijin kepada warga untuk tinggal disini. Dan warga yang sudah terlanjur tinggal di relokasi ke tempat yang lebih aman dan sesuai sebagai tempat tinggalnya. Harusnya tempat yang menjadi pemukiman adalah wilayah yang dekat dengan kawasan peribadatan, pendidikan, ekonomi masyarakat dan pusat pemerintahan baik di desa maupun di kota. Nyatanya, tidak seperti itu bahkan bahaya yang mengancam keselamatan rakyat nyata-nyata diabaikan oleh negara. 


Di sisi lainnya fakta tersebut menunjukkan abainya negara dalam memenuhi  kebutuhan tempat tinggal warganya, sehingga tetap tinggal di tempat yang berbahaya dan membahayakan warga. Apalagi ada yang mengungkit terkait relokasi mau diarahkan ke pulau reklamasi yang sudah jadi dulu yaitu pulau C, D, dan G. Padahal masalah pulau reklamasi ini masih menjadi luka sosial yang masih tersisa di benak masyarakat Jakarta, karena kental dengan kepentingan oligarki dibalik reklamasi tersebut. Sehingga ini bukanlah solusi untuk menyelesaikan masalah yang ada saat ini. Pemerintah harus memikirkan solusi yang tepat dalam masalah relokasi warga ke tempat yang lebih aman. 


Dalam Islam, keselamatan rakyat adalah hal utama. Dan penguasa adalah pihak yang diberi tanggung jawab untuk menjaga keselamatan rakyat.  Maka penguasa akan tepat dan teliti dalam merencanakan penataan wilayah dan peruntukannya. Sebagaimana saat akan membangun tata kota akan dibuat perencanaan yang matang untuk kesejahteraan rakyat, bahkan pemenuhan fasilitas umum juga diperhitungkan agar rakyat mendapatkan pelayanan yang terbaik. Karena sesungguhnya pemerintah punya tanggung jawab mempermudah rakyat bukan mempersulit nya. Sehingga inilah yang menjadi pertimbangan pertama dalam penataan wilayah, bukan hanya untuk kepentingan para pemilik modal. Dimana mereka bisa mendapatkan keuntungan yang banyak tapi rakyat terbengkalai dalam mensejahterakan nya. Bisa kita lihat dari contoh tata kota pada masa kekhilafahan dulu, sungguh luar biasa meski zaman belum modern seperti sekarang. Tapi semua pembagian sesuai dengan karakteristik wilayahnya. Ada wilayah pemukiman lengkap dengan sarana dan prasarana nya, dekat dengan pusat memerintahkan, tempat peribadatan, pendidikan, ekonomi masyarakat bahkan pelayanan kesehatan. Sarana jalan raya, air bersih, pembuangan limbah dan wilayah resapan juga dengan infrastruktur yang terbaik.


Demikian pula negara dalam Islam akan memperhatikan dan menata wilayah untuk pemukiman warga, dengan berbagai kebijakan atas tanah  seperti  kebijakan atas tanah mati, tanah yang selama 3 tahun tidak dikelola dan lainnya. Ini digunakan untuk pemerataan wilayah tanpa harus transmigrasi atau urbanisasi. Dimana tanah yang tidak dikelola selama 3 tahun oleh pemiliknya, maka negara akan memberikan tanah tersebut kepada orang yang bisa mengelolanya atau yang menghidupkannya. Bahkan untuk orang yang tidak memiliki modal atau tidak memiliki ketrampilan untuk mengelola pemerintah akan memberikan bantuan dan pelatihan secara cuma-cuma. Maka seharusnya kita mencontoh pemerintahan masa dulu jika itu memang lebih baik dan mampu mensejahterakan rakyatnya. Bukan malah mementingkan para kapitalis tapi mengorbankan keselamatan warganya sendiri.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak