Demi Konten Apapun Rela Dilakukan, Potret Buram Generasi Sekuler



Oleh: Japti Ardiani

Seorang perempuan di Leuwiliang, Kabupaten Bogor ditemukan tewas dengan kondisi leher menggantung di sebuah tali.

Korban berinisial W (21 tahun) tersebut tewas saat membuat konten candaan gantung diri di hadapan teman-temannya via video call.

"Dari kata keterangan dari saksi, dia (korban W) itu lagi bikin konten gantung diri, gitu," kata Kapolsek Leuwiliang Kompol Agus Supriyanto, Jumat (3/3) dikutip dari Detik.

Agus mengatakan peristiwa tersebut terjadi ketika W sedang melakukan panggilan video dengan teman-temannya. Kepada teman-temannya, W sempat menyebut hendak membuat konten gantung diri, dengan kain melilit di leher.

Inilah fenomena generasi yang sudah kehilangan pijakan. Sudah terbentuk dalam pemikiran mereka bahwa "semua demi konten" apapun bisa dilakukan termasuk bermain dengan nyawa sekalipun. Industri hiburan yang menyuguhkan berbagai macam kesenangan membuat fasilitas menuju candu. Kapitalisme sekuler telah membuat generasi bangsa menjadikan aktivitasnya hanya berorientasi pada keuntungan semata dan ketenaran semata. Tak mampu menilai baik buruk, bermanfaat atau tidak, semua demi konten semata.

Bahkan syariat Islam yang sudah seharusnya dilaksanakan, mereka tabrak begitu saja. Sampai-sampai hal yang berbahaya pun rela mereka lakukan demi konten yang unfaedah itu. Dengan dalil ikut ikutan terbawa arus konten demi eksistensi agar terkenal.

Sistem saat ini, tujuan hidup hanyalah bertumpu pada materi saja. Materi dijadikan sebagai keutamaan yang dapat mengantarkan pada kebahagiaan dunia. Itu terbukti dengan sikap pemuda dan pemudi hari ini yang rela melakukan apa saja agar mendapatkan pundi-pundi rupiah walau harus bertentangan dengan syariat Islam. Pelanggaran hukum syara' seperti berbohong, memanipulasi, mengambil hak orang lain dengan semena-mena, menjadi kan konten apapun itu termasuk hal yang berbahaya pun akan dilakukan untuk meraih pundi-pundi rupiah dan semuanya merupakan hal yang terkesan wajar saja. Memisahkan agama dari kehidupan sangat nyata di sistem saat ini. Bayang-bayang generasi cemerlang seakan hanya ada di dalam mimpi dan kenangan.

Media sosial sangat memengaruhi mental remaja saat ini . Informasi kehidupan hedonis yang sering dipromosikan oleh kalangan selebritis maupun pejabat, turut mewarnai mental remaja kita. Gaya hidup mewah menjadi lumrah. Sayangnya, sebagian tampilan kemewahan itu ternyata diperoleh dengan jalan yang tidak halal. Ini yang menjadi masalah. Seseorang cenderung tamak dan arogan di hadapan sesamanya.

Sekularisme yang memisahkan agama dengan kehidupan, menganggap agama hanya formalitas belaka, tidak ada strategi untuk menjadikan tuntunan agama dipahami kemudian diamalkan sehingga berpengaruh pada perilaku sehari-hari. Dan kini agama tidak menjadi acuan utama dalam sebuah kehidupan.

Budaya "primitif" yang berkembang, serba boleh dan hedonis memberikan pengaruh buruk pada pembinaan generasi, padahal remaja adalah generasi muda yang harus dijaga, karena merupakan aset negara yang berharga.
Dalam sejarah Islam, pemuda atau generasi muda digambarkan sebagai pendobrak kejahiliahan. Seperti sosok Shalahudin Al Ayubi yang membebaskan Al Quds dari pasukan salib dan Muhammad Al Fatih yang membebaskan konstantinopel dari cengkeraman kekaisaran Romawi. Dan masih banyak lagi generasi-generasi muda lainnya sebagai pendobrak peradaban. Tapi untuk saat ini kita sangat sulit menemukan remaja yang bermental seperti itu.

Dalam Islam untuk memperbaiki sistem hidup yang mempengaruhi pemahaman dan perilaku generasi muda dibutuhkan peran dari berbagai unsur yaitu: sekolah, keluarga, masyarakat, dan negara. Keseluruhannya bertanggung jawab membentuk kepribadian yang dibangun di atas iman dan takwa.

Keluarga adalah institusi pertama yang melakukan pembinaan dan pendidikan terhadap generasi muda. Orangtua juga wajib mendidik anak-anaknya tentang perilaku atau adab yang benar sesuai ajaran Islam.

Selain keluarga, masyarakat juga punya peranan dalam mempengaruhi baik-buruknya generasi muda, karena masyarakat terdiri dari sekumpulan pemikiran, perasaan dan peraturan yang sama, di saat masing-masing memandang betapa pentingnya pertumbuhan dan perkembangan generasi muda, maka masyarakat sepakat menjaga generasi muda dari pengaruh-pengaruh negatif.

Peran yang paling penting untuk menjaga generasi muda adalah ada pada negara, untuk membentuk kepribadian generasi muda yaitu melalui pemberlakuan sistem pendidikan yang berasaskan akidah Islam. Negara juga wajib memiliki visi-misi pendidikan, menyediakan guru-guru handal, menerapkan kurikulum yang menjamin tercapainya generasi berkualitas.

Kondisi akan berbeda ketika Islam menjadi sistem yang mengatur kehidupan. Islam merupakan ajaran yang mempunyai solusi komprehensif, sehingga dapat menjadikan generasi yang penuh harapan, bukan generasi yang hilang arah. Dengan diterapkannya Islam dapat mendukung terciptanya generasi gemilang. Maka selayaknya kaum Muslim bersegera mewujudkan tatanan kehidupan yang Islam, agar darinya terlahir generasi yang siap membangun peradaban.

Wallahu a'lam bishshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak