Oleh : Zunairoh
Jelang Ramadhan, sejumlah aparat keamanan kembali mengadakan razia miras di berbagai daerah. Diantaranya, di daerah Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara, Kepolisian Resor Kota (Polresta) berhasil menyita sebanyak 95 liter minuman tradisional saat patrol gabungan di wilayah hukum Polresta setempat.
Selain itu, Polresta Malang Kota (Makota) melalui Kegitan Rutin yang Ditingkatkan (KRDY) melakukan penindakan terhadap penjual minuman beralkohol (minol). “Yang salah satunya berada di sekitar kawasan Kayutangan Heritage, jalan Basuki Rahmat, kecamatan Klojen, ucap Kasat Samapta Polresta Makota, Kompol Syabain Rahmad di Kota Malang. (rejogja.republika.co.id, 26/ 2/ 2023)
Demikian juga, semakin gencar razia miras jelang Ramadhan dilakukan di Situbondo. “Hasil razia kami mengamankan 20 botol minuman keras berbagai merek, diantaranya anggur merah,, bir singaraja dan minuman keras jenis arak yang dikemas botol kecil dan besar dan siap dijual,” ujarnya. (antaranews.com, 26/2/ 2023)
Razia miras yang dilakukan hanya digencarkan di bulan Ramadhan, jelas hanya menguatkan dan membuktikan bahwa sekulerisme tumbuh subur di negeri ini. Dimana miras satusnya barang haram dan merupakan induk kejahatan. Tidak bisa ditindak pada saat hanya momen tertentu. Abdullah bin Amr menyatakan, bahwa Nabi SAW bersabda, “Khamr adalah induk dari segala kejahatan, barang siapa meminumnya, maka shalatnya tidak diterima selama 40 hari, apabila ia mati sebagaimana matinya orang Jahiliyah.” (HR ath-Thabari)
Meski banyak orang sudah mengetahui dampak buruk miras namun miras masih bebas beredar di negeri ini karena sudah mengantongi izin. Dalam UU minol disebutkan bahwa miras masih boleh di jual di tempat tertentu sesuai dengan aturan UU. Padahal banyak atau sedikit minol itu tetap haram sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah bahwa “setiap minuman yang memabukkan adalah haram” (HR al-Bukhari)
Dalam system sekulerisme, system hidup yang memisahkan agama dari kehidupan, miras akan tetap dan terus diizinkan beredar meski dibatasi dan diawasi. Pasalnya, dalam system sekuler aturan agama dicampakkan. Pembuatan aturan diserahkan kepada manusia melalui demokrasi. Sementara demokrasi adalah system politik ideology kapitalisme. Tolak ukur kapitalisme dalam segala hal termasuk pembuatan hukum dan pengaturan urusan masyarakat adalah mendapatkan keuntungan atau manfaat ekonomi.
Oleh karena itu selama system kapitalisme sekuler tetap diadopsi dan diterapkan sementara syariat Islam diabaikan maka masyarakat akan terus terancam dengan miras dan segala mudharatnya. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah tidak akan pernah tuntas sebab bisnis miras dipandang sangat menguntungkan. Inilah wajah kapitalisme dalam pemberantasan miras. Segala sesuatu yang mendatangkan manfaat akan terus diproduksi meski haram, membahayakan kesehatan dan menimbulkan masalah social.
Berbeda penerapan system Islam dalam naungan Khilafah Islam. Islam sangat tegas memperingatkan bahwa miras mendatangkan banyak kemudharatan. Islam telah melarang total semua hal yang terlibat pada miras (khamr). Rasulullah bersabda : Allah mengutuk minuman keras, peminumnya, pemberi minum (orang lain), penjualnya, pemerasnya, pengantarnya,, yang diantar kepadanya, dan yang memakan harganya. (HR Abu Daud dan Hakim)
Ketegasan hukum Islam terbukti mampu memberikan efek jera dan penebus dosa bagi pelakunya.. Ali bin Abi Thalib r.a menuturkan bahwa Rasulullah mencambuk peminum khamr 40 kali, Abu Bakar mencambuk 40 kali, Umar mencambuk 80 kali. Masing-masing adalah Sunnah. Ini adalah yang lebih aku sukai.” (HR Muslim). Pihak selain yang meminum khamr sangsinya ta’zir. Bentuk dan kadar sangsi diserahkan pada khalifah.atau qadhi sesuai ketentuan Syariah.
Oleh karena bahaya yang ditimbulkan miras berdampak besar dan luas bagi masyarakat maka peredaran miras harus segera dituntaskan secara total. Caranya penerapan Islam Kafah harus segera terwujud dalam naungan Khilafah maka peredaran miras akan tuntas. Wallahu a’lam bish-shawabi.